Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jogja, Pemindahan Ibu Kota dan Rencana Besar Jokowi...

Kompas.com - 21/08/2019, 07:48 WIB
Angga Setiawan,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Kantor berita Antara melaporkan peningkatan penggunaan obat suntik pes sebesar 2.253.240 liter pada tahun 1947 dan meningkat hampir 6 kali lipat di pertengahan tahun 1948. Belum usai, kesulitan dan tekanan hidup di Yogyakarta kemudian juga memicu depresi.

Pesawat curengWebsite TNI AU Pesawat cureng

Agresi Militer Pertama

Penduduk asli dan para pengungsi yang tinggal di Yogyakarta juga berhadapan dengan situasi ekonomi yang buruk. "Harga-harga melambung dan membuat barang-barang kebutuhan sehari-hari menjadi sulit didapat," kata Galuh Ambar Sasi, salah satu penulis buku Gelora di Tanah Raja: Yogyakarta Pada Masa Revolusi 1945-1949 saat ditemui Kompas.com, Kamis (10/8/2017).

Seperti dikutip dari Kompas.com (9/4/2018), 21 Juli 1947 agresi militer Belanda yang pertama diluncurkan. Meski pemindahan ibu kota diharapkan dapat menjaga sistem pemerintahan dari sekutu, nyatanya Belanda melancarkan aksi militer.

Agresi militer difokuskan ke wilayah Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota.

Operasi militer dipusatkan di wilayah Maguwo dan Wonocatur terutama serangan ke arah bandara udara Maguwo.

25 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan udara menggunakan P-40 Kitty Hawk. Serangan juga diarahkan ke pangkalan udara Bugis, Maospati, Panasan, Ciberuem, dan Kalijati.

Ibu Kota Darurat

Dikutip dari Kompas.com (19/12/2018), serangan yang dilakukan Belanda dalam rangka agresi militer pertama membuat Indonesia mencoba strategi diplomasi dengan berunding dengan Belanda. Dari hasil perundingan tersebut disepakati perjanjian Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948.

Namun Belanda melanggar perjanjian tersebut dengan melancarkan serangan ke Yogyakarta pada 17 Januari 1948 dalam rangka agresi militer II.

Serangan Belanda disiagakan penuh dengan menerjunkan beberapa pesawat DC-3, pesawat Jaegers serta pasukan bermotor Tijger Brigade yang tergabung dalam Komando Kolonel Van Langen.

Baca juga: Bahas Ibu Kota Baru, Gubernur Kumpulkan Seluruh Kepala Daerah se-Kaltim Dialog dengan Menteri PPN

Gencarnya serangan Belanda membuat Soekarno menginstruksikan pemindahan ibu kota secara darurat kepada Menteri Kemakmuran Syafrudin Prawiranegara di Bukittinggi.

Syafrudin Prawiranegara melaksanakan tugas yang diberikan Soekarno beserta Kolonel Hidayat
dan Gubernur Sumatera Teuku Mohammad Hasan yang secara sepakat merealisasikan mandat Soekarno.

Monumen Serangan Umum 1 MaretKOMPAS Monumen Serangan Umum 1 Maret

Serangan 1 Maret 1949

Dikutip dari Kompas.com (1/3/2019), adanya keinginan agar dapat diakui secara de facto oleh negara-negara lain, membuat Indonesia melancarkan serangan balasan merebut ibu kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949.

Penyerangan dipimpin oleh Komandan Brigade 10/Wehrkreise III, Soeharto. Serangan difokuskan dari wilayah Barat Yogyakarta sampai Malioboro.

Sementara, sektor timur dipimpin oleh Venjte Sumual, sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono, dan sektor utara oleh Mayor Kusno.

Wilayah kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com