Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jogja, Pemindahan Ibu Kota dan Rencana Besar Jokowi...

KOMPAS.com - Presiden Jokowi secara resmi menyatakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan.

Rencana tersebut disampaikannya dalam pidato kenegaraan dalam Sidang Bersama DPD-DPR pada 16 Agustus 2019.

Menurut Jokowi, rencana pemindahan ibu kota dilakukan demi pemerataan.

Menilik ke belakang, Indonesia pernah mempunyai sejarah melakukan pemindahan ibu kota. Yogyakarta dan Bukittinggi, Sumatera Barat menjadi salah satu wilayah yang pernah menjadi ibu kota.

Sejarah mencatat setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 1945, pada tahun berikutnya terjadi serangan agresi militer oleh Belanda.

Akhir Oktober 1945, Inggris sebagai tentara sekutu dan Nederlandsch Indië Civiele Administratie (NICA) datang ke Indonesia dengan maksud melucuti senjata di Jepang.

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com (10/11/2018), alasan kedatangan sekutu karena adanya kesepakatan Mountbatten antara Amerika dan Inggris.

Inggris pada saat itu beranggapan bahwa wilayah Eropa masih berhak atas jajahannya yang pernah mereka duduki terutama dari jajahan Jerman, Jepang, dan Italia yang berperang pada saat itu.

Inggris menganggap saat itu Indonesia pernah masuk ke dalam jajahan Belanda. Sehingga Inggris merasa mempunyai hak untuk menduduki Indonesia kembali.

Pemindahan Ibu Kota ke Yogyakarta

Berdasarkan pemberitaan Kompas.com (17/8/2017), pelucutan senjata mengakibatkan kondisi di beberapa wilayah di Jakarta tidak stabil yang berakibat pada pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Yogyakarta.

Pemerintah Republik Indonesia, termasuk di dalamnya Bung Karno, Bung Hatta beserta seluruh kabinet pun mengungsi ke Yogyakarta.

Namun ternyata gelombang pengungsi juga berasal dari orang-orang yang datang dari berbagai wilayah. Mereka yang merasa terancam keselamatannya, memilih mengungsi ke Yogyakarta yang keamanannya relatif stabil dibandingkan wilayah lain.

Akibatnya, jumlah penduduk yang ada di Yogyakarta bertambah dari sekitar 1,5 juta penduduk menjadi 1,7 penduduk.

Selain itu dampak dari kepadatan penduduk menimbulkan permasalahan sosial, ekonomi, kesehatan dengan munculnya penyakit frambusia dan pes.

Bukan cuma menyerang orang miskin tapi juga kaum elite. Dalam Minggu Pagi edisi 19 April 1951, dikisahkan frambusia membuat jari tangan Wali Kota Yogyakarta, Poerwokoesoemo menjadi gatal-gatal. Jarinya penuh bintik merah dan bernanah.

Kantor berita Antara melaporkan peningkatan penggunaan obat suntik pes sebesar 2.253.240 liter pada tahun 1947 dan meningkat hampir 6 kali lipat di pertengahan tahun 1948. Belum usai, kesulitan dan tekanan hidup di Yogyakarta kemudian juga memicu depresi.

Agresi Militer Pertama

Penduduk asli dan para pengungsi yang tinggal di Yogyakarta juga berhadapan dengan situasi ekonomi yang buruk. "Harga-harga melambung dan membuat barang-barang kebutuhan sehari-hari menjadi sulit didapat," kata Galuh Ambar Sasi, salah satu penulis buku Gelora di Tanah Raja: Yogyakarta Pada Masa Revolusi 1945-1949 saat ditemui Kompas.com, Kamis (10/8/2017).

Seperti dikutip dari Kompas.com (9/4/2018), 21 Juli 1947 agresi militer Belanda yang pertama diluncurkan. Meski pemindahan ibu kota diharapkan dapat menjaga sistem pemerintahan dari sekutu, nyatanya Belanda melancarkan aksi militer.

Agresi militer difokuskan ke wilayah Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota.

Operasi militer dipusatkan di wilayah Maguwo dan Wonocatur terutama serangan ke arah bandara udara Maguwo.

25 Juli 1947 Belanda melancarkan serangan udara menggunakan P-40 Kitty Hawk. Serangan juga diarahkan ke pangkalan udara Bugis, Maospati, Panasan, Ciberuem, dan Kalijati.

Ibu Kota Darurat

Dikutip dari Kompas.com (19/12/2018), serangan yang dilakukan Belanda dalam rangka agresi militer pertama membuat Indonesia mencoba strategi diplomasi dengan berunding dengan Belanda. Dari hasil perundingan tersebut disepakati perjanjian Renville yang ditandatangani pada 17 Januari 1948.

Namun Belanda melanggar perjanjian tersebut dengan melancarkan serangan ke Yogyakarta pada 17 Januari 1948 dalam rangka agresi militer II.

Serangan Belanda disiagakan penuh dengan menerjunkan beberapa pesawat DC-3, pesawat Jaegers serta pasukan bermotor Tijger Brigade yang tergabung dalam Komando Kolonel Van Langen.

Gencarnya serangan Belanda membuat Soekarno menginstruksikan pemindahan ibu kota secara darurat kepada Menteri Kemakmuran Syafrudin Prawiranegara di Bukittinggi.

Syafrudin Prawiranegara melaksanakan tugas yang diberikan Soekarno beserta Kolonel Hidayat
dan Gubernur Sumatera Teuku Mohammad Hasan yang secara sepakat merealisasikan mandat Soekarno.

Serangan 1 Maret 1949

Dikutip dari Kompas.com (1/3/2019), adanya keinginan agar dapat diakui secara de facto oleh negara-negara lain, membuat Indonesia melancarkan serangan balasan merebut ibu kota Yogyakarta pada tanggal 1 Maret 1949.

Penyerangan dipimpin oleh Komandan Brigade 10/Wehrkreise III, Soeharto. Serangan difokuskan dari wilayah Barat Yogyakarta sampai Malioboro.

Sementara, sektor timur dipimpin oleh Venjte Sumual, sektor selatan dan timur dipimpin Mayor Sardjono, dan sektor utara oleh Mayor Kusno.

Wilayah kota dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki.

Serangan yang dilancarkan dari berbagai arah membuahkan hasil. Pada pukul 12.00 WIB Yogyakarta berhasil direbut selama 6 jam.

Pada dasarnya tujuan dari serangan tersebut bukan sebagai perebutan ibu kota, namun agar
disoroti dunia internasional. Itulah sebabnya kedudukan ibu kota hanya berlangsung selama 6 jam.

Dilansir dari Historia, hasil serangan 1 maret menimbulkan reaksi keras dari berbagai negara. Pada akhirnya wacana tentang kedaulatan Indonesia masuk dalam agenda dewan PBB.

Perundingan yang melibatkan Indonesia dan Belanda menghasilkan perjanjian Roem Royen yang menjadikan Indonesia mendapatkan kembali pemerintahannya.

Selesainya perundingan tersebut juga secara otomatis mengembalikan pemerintahan dari perpindahan di Yogyakarta dan Bukittinggi kembali ke Jakarta.

Kini, Presiden Joko Widodo merencanakan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan. 

Jokowi menegaskan pemindahan ibu kota dimaksudkan dalam konteks pemerataan.

Ia berharap pemindahan ibu kota akan mendorong pertumbunan ekonomi baru, sekaligus memacu pemerataan dan keadilan ekonomi di luar Jawa.

"Ibu kota baru dirancang bukan hanya sebagai simbol identitas, tetapi representasi kemajuan bangsa, dengan mengusung konsep modern, smart, and green city, memakai energi baru dan terbarukan, tidak bergantung kepada energi fosil," kata Jokowi seperti diberitakan Kompas.com (16/8/2019).

(Sumber: Kompas.com/Aswab Nanda Pratama, Monika Novena, Rakhmat Nur Hakim)

https://www.kompas.com/tren/read/2019/08/21/074808865/jogja-pemindahan-ibu-kota-dan-rencana-besar-jokowi

Terkini Lainnya

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 12-13 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke