Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Asupan Garam Berlebih Bisa Picu Diabetes Tipe 2, Berapa Batas Amannya?

KOMPAS.com - Selama ini, gula dan makanan manis kerap dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2.

Namun, ternyata, konsumsi garam berlebihan juga berpotensi meningkatkan risiko terkena penyakit ini.

Penelitian baru dari Universitas Tulane, Amerika Serikat, yang terbit pada 1 November 2023 menunjukkan, mengurangi asupan garam dapat membantu mencegah diabetes tipe 2.

Dilansir dari Healthline, Jumat (3/11/2023), penelitian ini merupakan yang pertama menyelidiki hubungan antara perilaku menambahkan garam dengan diabetes.

"Kita sudah tahu bahwa membatasi garam dapat mengurangi risiko penyakit kardiovaskular dan hipertensi," kata Lu Qi, penulis utama studi sekaligus Direktur Pusat Penelitian Obesitas di Universitas Tulane.

"Namun, penelitian ini menunjukkan untuk pertama kalinya, tidak mengonsumsi garam juga dapat membantu mencegah diabetes tipe 2," lanjutnya.

Banyak garam meningkatkan risiko diabetes

Peneliti dari Universitas Tulane meneliti asupan garam pada lebih dari 400.000 orang dewasa yang terdaftar di Biobank Inggris selama hampir 12 tahun.

Lebih dari 13.000 peserta yang rutin mengonsumsi garam tercatat menderita penyakit diabetes tipe 2.

Menurut peneliti, kategori "kadang-kadang", "biasanya", atau "selalu" menggunakan garam memiliki kemungkinan masing-masing 13 persen, 20 persen, dan 39 persen lebih besar terkena diabetes tipe 2.

Kondisi tersebut dibandingkan dengan peserta yang masuk kategori "tidak pernah/jarang" menambahkan garam pada makanannya.

Menurut Qi, orang yang menambahkan garam cenderung mengonsumsi makanan dengan porsi lebih besar.

Kondisi tersebut meningkatkan faktor risiko diabetes tipe 2, seperti kelebihan berat badan atau obesitas dan peradangan.

Penulis penelitian juga mencatat, menambahkan jumlah garam yang tinggi ke dalam makanan mungkin disebabkan oleh faktor pola makan buruk lainnya.

"Dalam analisis kami, kami telah menyesuaikan dengan cermat berbagai faktor makanan. Hal ini dapat meminimalkan pengaruh korelasi tersebut terhadap temuan," kata Qi.

Ahli diet dan konsultan nutrisi dari National Coalition on Healthcare, Kelsey Costa mencatat, hubungan garam dengan diabetes tipe 2 dapat terlihat dari beberapa dampak bagi tubuh.

Konsumsi garam berlebihan berdampak buruk pada berat badan, tekanan darah, metabolisme, serta peradangan.

Costa yang tidak terlibat dalam penelitian mengungkap, garam berlebih dapat mengganggu keseimbangan bakteri usus, menyebabkan peradangan usus, yang berkontribusi terhadap resistensi insulin.

Resistensi insulin inilah yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena penyakit diabetes tipe 2.

"Peradangan dapat merusak sel dan jaringan dalam tubuh, menyebabkan resistensi insulin dan gangguan metabolisme glukosa," kata Costa.

Meski asupan garam berlebihan mungkin menjadi faktor risiko diabetes tipe 2, Costa mengatakan, orang sehat tak perlu terlalu khawatir hingga menghindari garam sepenuhnya.

"Tubuh manusia membutuhkan sejumlah kecil natrium dari garam untuk menjaga keseimbangan cairan, mengirimkan sinyal saraf, dan membantu otot berkontraksi dan rileks," paparnya.

Menurut Costa, menambahkan sedikit garam pada makanan kemungkinan besar aman bagi kebanyakan orang.

Namun, penting untuk menjaga kebiasaan makan yang sehat dan seimbang, serta memadukan sumber natrium lain dalam makanan.

"Mempertimbangkan alternatif natrium rendah sebagai pengganti garam untuk bumbu masakan dapat bermanfaat," kata dia.

"Pendekatan ini tidak hanya memupuk pola makan yang penuh perhatian, tetapi juga meningkatkan nilai gizi makanan tanpa mengorbankan rasa," tambahnya.

Pakar endokrinologi di Atlantic Health System, Elkin Nunez menyampaikan, seseorang dapat mengetahui jumlah asupan garam dari seberapa sering menambahkan bahan ini ke dalam makanan.

"Jika menggunakan alat pengocok garam lebih dari sekali sehari, kemungkinan besar Anda mengonsumsi lebih banyak garam daripada seharusnya," kata Nunez, dilansir dari Very Well Health, Rabu (15/11/2023).

Kendati demikian, perlu diingat, natrium klorida atau garam dapur juga hadir dalam produk-produk makanan.

Seringnya mengonsumsi makanan kemasan, makanan olahan, serta makanan dari restoran dapat menjadi indikator lain bahwa asupan garam mencapai angka berlebihan.

Bahkan, lebih dari 70 persen natrium yang dikonsumsi orang-orang Amerika berasal dari sumber makanan tersebut.

Dilansir dari Kementerian Kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menganjurkan untuk membatasi konsumsi natrium maksimal sebanyak 2.400 miligram (mg) atau satu sendok teh garam per hari.

Namun, kebutuhan natrium masing-masing orang berbeda, tergantung usia dan faktor risiko.

Untuk itu, berikut jumlah kebutuhan natrium per orang per hari yang disarankan Kementerian Kesehatan, seperti dikutip Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2019:

Bayi/anak:

  • 0-5 bulan: 120 mg
  • 6-11 bulan: 370 mg
  • 1-3 tahun: 800 mg
  • 4-6 tahun: 900 mg
  • 7-9 tahun: 1.000 mg.

Pemenuhan natrium pada bayi berusia 0-6 bulan, hanya bersumber dari pemberian ASI eksklusif.

Laki-laki:

  • 10-12 tahun: 1.300 mg
  • 13-15 tahun: 1.500 mg
  • 16-18 tahun: 1.700 mg
  • 19-29 tahun: 1.500 mg
  • 30-49 tahun: 1.500 mg
  • 50-64 tahun: 1.300 mg
  • 65-80 tahun: 1.100 mg
  • 80+ tahun: 1.000 mg.

Perempuan:

  • 10-12 tahun: 1.400 mg
  • 13-15 tahun: 1.500 mg
  • 16-18 tahun: 1.600 mg
  • 19-29 tahun: 1.500 mg
  • 30-49 tahun: 1.500 mg
  • 50-64 tahun: 1.400 mg
  • 65-80 tahun: 1.200 mg
  • 80+ tahun: 1.000 mg.

Hamil:

  • Trimester 1: +0 mg
  • Trimester 2: +0 mg
  • Trimester 3: +0 mg.

Menyusui:

  • 6 bulan pertama: +0 mg
  • 6 bulan kedua: +0 mg.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/21/103000865/asupan-garam-berlebih-bisa-picu-diabetes-tipe-2-berapa-batas-amannya-

Terkini Lainnya

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Catat, Ini 4 Suplemen yang Bisa Sebabkan Kepala Pusing

Tren
Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Cerita Ed Dwight, Butuh 60 Tahun Sebelum Wujudkan Mimpi Terbang ke Luar Angkasa

Tren
Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Kisah Bocah 7 Tahun di Nepal Tak Sengaja Telan Pensil Sepanjang 10 Cm

Tren
Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang 'Jaka Sembung'

Lulusan SMK Sumbang Pengangguran Terbanyak, Menaker: Selama Ini Memang "Jaka Sembung"

Tren
Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Penelitian Ungkap Mikroplastik Sekarang Terdeteksi di Testis Manusia

Tren
Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Kuning Telur Direbus hingga Keabuan Disebut Tidak Sehat, Benarkah?

Tren
Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Presiden Iran Meninggal, Apa Pengaruhnya bagi Geopolitik Dunia?

Tren
Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tanda Seseorang Kemungkinan Psikopat, Salah Satunya dari Gerakan Kepala

Tren
5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

5 Pillihan Ikan untuk Usia 40 Tahun ke Atas, Bantu Tubuh Lebih Sehat

Tren
Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Apakah Masyarakat yang Tidak Memiliki NPWP Tak Perlu Membayar Pajak?

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 21-22 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

[POPULER TREN] Kasus Covid-19 di Singapura Naik Hampir Dua Kali Lipat | Ayah dan Anak Berlayar Menuju Tempat Terpencil di Dunia

Tren
Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Apa Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi di Iran?

Tren
Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Jadwal dan Susunan Peringatan Waisak 2024 di Borobudur, Ada Festival Lampion

Tren
Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Berkaca dari Kasus Wanita Diteror Teman Sekolah di Surabaya, Apakah Stalker atau Penguntit Bisa Dipidana?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke