Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto mengatakan, kebakaran terjadi pada pukul 14.00 WIB di Zona II Jambore areal TPST Bantargebang, Bekasi.
"Area ini bukan merupakan zona aktif. Lokasi persisnya tepat di depan power house atau PLTSa," ujarnya diberitakan Kompas.com, Minggu.
Zona II yang memiliki luas sekitar 17,7 hektare bukan termasuk lahan yang menjadi tempat pembuangan sampah.
Menurut Asep, kebakaran tersebut tiba-tiba terjadi di antara sampah kering.
Asap tebal membubung tinggi sehingga langit tampak gelap. Angin juga berembus kencang.
Hingga saat ini, pemadam kebakaran masih berupaya memadamkan api di lokasi.
Fakta di balik TPST Bantargebang
Peristiwa kebakaran di TPST Bantargebang bukan kali ini pertama terjadi. Berikut sederet fakta terkait tempat pengelolaan sampah terbesar di Indonesia tersebut:
1. Beroperasi sejak 1986
TPST Bantargebang resmi beroperasi menampung sampah DKI Jakarta sejak 26 Januari 1986. Saat itu, sampah menumpuk sampai 12.000 meter kubik per hari sehingga tidak tertampung di Jakarta.
Dikutip dari Kompas.com (7/9/2019), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan mencari tempat pembuangan akhir sampah di luar wilayahnya.
Bantargebang yang saat itu masih menjadi bagian dari Kabupaten Bekasi dipilih karena memiliki kolam-kolam berukuran ratusan hektar bekas pengerukan tanah.
2. Pembuangan sampah terbesar di Indonesia
TPST Bantargebang berkembang menjadi tempat pembuangan sampah terbesar di Indonesia, dilansir dari Kompas.com, Jumat (20/1/2023).
TPST yang terletak di Kelurahan Ciketingudik, Kelurahan Cikiwul, dan Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi ini memiliki lima zona dengan total seluas 81,91 hektar.
Zona I seluas 18,3 hektar, zona II 17,7 hektar, luas zona III 25,41 hektar, zona IV seluas 11 hektar, dan zona V luas 9,5 hektar.
Mereka bekerja memilah sampah dari truk-truk pengangkut sampah yang datang dan menumpahkan sampah dari wilayah DKI Jakarta.
Meskipun para pemulung tidak tercatat sebagai pegawai TPST Bantargebang, Pemprov DKI Jakarta memberikan jaminan BPJS kesehatan bagi mereka sebagai bentuk tanggung jawab.
4. Ribuan ton sampah setinggi bangunan 16 lantai
Pemprov DKI Jakarta pada 2021 mengungkapkan, TPST Bantargebang menampung tumpukan sampah setinggi 50 meter atau setara dengan bangunan 16 lantai.
Diberitakan Kompas.id (3/5/2023), sebanyak 1.200 truk mengangkut sekitar 7.500-7.800 ton sampah per 2023.
Sementara total timbunan sampah di DKI Jakarta mencapai 8.200 ton sehari.
Para pemulung di TPST Bantargebang akan menggunakan alat berat untuk mengangkut sampah membentuk gunung sedemikian rupa agar tidak longsor.
Fasilitas pengolahan sampah terbesar di Indonesia ini menghasilkan RDF. Materi tersebut memiliki nilai kalor dan spesifikasi tertentu sehingga bisa dijadikan bahan bakar alternatif pengganti batubara.
Dilansir dari Kompas.id (27/6/2023), fasilitas ini mengolah 2.000 ton sampah menjadi 700 ton RDF per hari.
RDF akan digunakan sebagai bahan bakar pabrik semen PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di Citeureup dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Tbk di Narogong, Jawa Barat.
6. Failitas pembangkit listrik dari sampah
Tak hanya mengolah sampah jadi bahan bakar, TPST Bantargebang juga memiliki fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Dikutip dari situs UPT Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, projek yang dibangun sejak 2018 ini mengolah 100 ton sampah per hari.
Proses pengolahan sampah mampu menghasilkan listrik sebesar 700 kW yang digunakan untuk pengoperasian internal unit PLTSa.
7. Bukan kali pertama kebakaran
Kebakaran di zona II pada Minggu (29/10/2023) bukan kejadian pertama yang dialami TPST Bantargebang.
Diberitakan KompasTV (20/8/20223), kebakaran melanda puluhan lapak pemulung pada Sabtu (19/08/2023) sore.
Kkebakaran diduga terjadi akibat pembakaran sampah. Api baru padam setelah dua jam berkat lima unit mobil pemadam kebakaran.
Sekitar 60 keluarga pemulung di TPST Bantargebang terdampak kebakaran ini.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/10/29/201500765/fakta-di-balik-tpst-bantargebang-bukan-pertama-kali-kebakaran