Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang Perjalanan Hidup Pramoedya Ananta Toer...

KOMPAS.com - Hari ini 14 tahun yang lalu, tepatnya pada 30 April 2006, sastrawan Pramoedya Ananta Toer meninggal dunia karena komplikasi.

Harian Kompas, Senin (1/5/2006) menggambarkan saat-saat menjelang kematian pria yang akrab dipanggil Pram tersebut.

SMS bertebaran sejak Sabtu (29/4/2006) malam di masyarakat mengabarkan Pram sudah meninggal.

Tapi kabar tersebut dibantah beberapa orang termasuk wartawan dengan mengatakan Pram masih kritis.

Saat keranda diangkat menuju ambulans sekitar pukul 13.00, tidak disangka lagu Internasionale dan Darah Juang berkumandang di tengah ratusan pelayat yang berdempetan di gang sempit Jalan Multikarya II/26, Utan Kayu, Jakarta Timur.

Lagu yang pertama dinyanyikan adalah sajak seorang buruh anggota Komune Paris (1871), Eugene Pottier.

Sementara itu lagu kedua merupakan lagu perjuangan mahasiswa Indonesia yang lahir di zaman reformasi menjelang jatuhnya Orde Baru, 1997-1998.

Keluarga besar Pramoedya Ananta Toer yang terdiri dari 8 anak, 16 cucu, dan 2 cicit semuanya berkumpul. Istrinya, Ny Maemunah, ada di sana.

Minggu (30/4/2006) pukul 09.15 WIB, Pramoedya Ananta Toer meninggal dunia setelah sebelumnya jatuh di rumah Bojong Gede dan sesak napas.

Ia dimakamkan di TPU Karet Bivak.

Diberitakan Kompas.com (15/8/2018), Pram diketahui lahir di Blora, Jawa Tengah pada 6 Februari 1925.

Ia memulai kariernya sebagai juru ketik di kantor berita Jepang, Domei pada 1942.

Di samping menulis, Pramoedya juga pernah bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Pada 1965 ia ditangkap pemerintah Orde Baru atas keterlibatannya di Lembaga Kebudayaan Jakarta (Lekra). Lekra dianggap terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pram ditahan di Pulau Buru selama 14 tahun. Di sana, ia menulis Tetralogi Buru, Arus Balik, Arok Dedes, dan beberapa karya lainnya.

Pemeritah Orde Baru membebaskan Pramoedya pada 1979 namun menjadikannya tahanan kota. 

Dikutip Harian Kompas, Kamis (4/5/2006), sekitar akhir Oktober 1999, Pram diundang Abdurrahman Wahid alias Gus Dur ke Wisma Negara tak lama setelah Gud Dur terpilih menjadi presiden keempat RI.

Kehadirannya untuk mendiskusikan konsep "Indonesia sebagai negara maritim" yang sering dilontarkan Pram.

Padahal sebelumnya, orang-orang seperti Pram kerap dibungkam karena mereka terlibat dalam Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), organisasi di bawah payung Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pram dikenal sebagai penulis atau sastrawan. Sudah banyak novelnya yang beredar.

Karyanya tak hanya dibaca di dalam negeri. Para mahasiswa di Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Belanda, Korea Selatan, dan beberapa negara lain akrab dengan karya-karya Pram.

Sayangnya mereka hanya bisa menikmati karya-karya awalnya seperti dua cerpen dalam antologi Gema Tanah Air serta Prosa dan Puisi susunan HB Jassin.

Tapi pada cetakan terakhir, mereka tak lagi bisa menikmatinya karena telah disensor.

Tak hanya itu, banyak karyanya di dalam negeri juga dilarang beredar.

Pada 8 Juni 1988, novel terakhir dari tetralogi karya Pulau Buru yaitu Rumah Kaca dilarang beredar oleh Jaksa Agung Sukarton.

Lalu 56 hari berikutnya, 3 Agustus 1988, hal yang sama berlaku untuk novel Gadis Pantai.

Pada 19 April 1995, Jaksa Agung Singgih melarang peredaran buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, memoar-memoar Pram selama diasingkan di Pulau Buru.

Jangankan karya-karyanya, selama rezim Orde Baru, informasi tentang dirinya dan tentang karya-karyanya saja sulit diperoleh.

Dalam buku-buku ajar Bahasa dan Sastra Indonesia selama rezim Orde Baru, informasi tentang Pram dan karya-karyanya lebih sukar lagi ditemukan. Hampir semua buku ajar menggelapkannya.

Sayangnya, hingga akhir hayatnya, 29 April 2006, pelarangan atas buku-buku Pram belum juga secara resmi dicabut Pemerintah Indonesia.

Pangkal semua itu adalah masa lalu Pram. Dia aktif bergiat di Lekra dan sangat aktif menyerang para sastrawan penganut paham humanisme universal, terutama penanda tangan Manifes Kebudayaan.

Pram terpilih sebagai salah seorang penerima Freedom to Write Award yang diadakan PEN America Center. Tapi saat penghargaan itu akan diberikan pada 27 April 1988, Pram tak dapat hadir.

Pada 19 Juli 1995, Yayasan Penghargaan Ramon Magsaysay menetapkannya sebagai orang ke-10 Indonesia yang pantas menerima Ramon Magsaysay Award.

Tapi penghargaan tersebut diterimanya secara in absentia lantaran dirinya dilarang bepergian ke luar negeri oleh rezim saat itu.

Karya-karya Pram dikenal berkualitas dan layak dibaca oleh masyarakat.

Ia telah menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa

Menurut Peminat Sastra Iwan Gunadi, keseriusan Pram dalam meriset sebelum menulis karya sastra pantas menjadi teladan bagi para penulis karya sastra masa kini.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/04/30/143823765/mengenang-perjalanan-hidup-pramoedya-ananta-toer

Terkini Lainnya

Menyoroti Penerbangan Jemaah Haji Indonesia yang Diwarnai Sejumlah Masalah...

Menyoroti Penerbangan Jemaah Haji Indonesia yang Diwarnai Sejumlah Masalah...

Tren
Diduga Buntuti Jampidsus Kejagung, Apa Tugas Densus 88 Sebenarnya?

Diduga Buntuti Jampidsus Kejagung, Apa Tugas Densus 88 Sebenarnya?

Tren
9 Tanda Darah Tinggi di Usia 20-an, Bisa Picu Serangan Jantung dan Stroke

9 Tanda Darah Tinggi di Usia 20-an, Bisa Picu Serangan Jantung dan Stroke

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 26-27 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Dilanda Hujan Lebat, Angin Kencang, dan Petir 26-27 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Kronologi Jampidsus Kejagung Dibuntuti Densus 88 | Rumput GBK Disorot

[POPULER TREN] Kronologi Jampidsus Kejagung Dibuntuti Densus 88 | Rumput GBK Disorot

Tren
Daftar Lengkap Urutan Film Mad Max, Terbaru Furiosa

Daftar Lengkap Urutan Film Mad Max, Terbaru Furiosa

Tren
Aktif di Malam Hari, Berikut 10 Spesies yang Termasuk Hewan Nokturnal

Aktif di Malam Hari, Berikut 10 Spesies yang Termasuk Hewan Nokturnal

Tren
Kisah Mat Bin Mat Suroh, Bertaruh Nyawa Selamatkan Kereta Api dari Kecelakaan Fatal

Kisah Mat Bin Mat Suroh, Bertaruh Nyawa Selamatkan Kereta Api dari Kecelakaan Fatal

Tren
12 Jenis Kanker yang Paling Sering Menyerang Pria, Apa Saja?

12 Jenis Kanker yang Paling Sering Menyerang Pria, Apa Saja?

Tren
Kisah Pasutri Berangkat Haji Beda Kloter, Bertemu di 'Gerbang Cinta' Masjid Nabawi

Kisah Pasutri Berangkat Haji Beda Kloter, Bertemu di "Gerbang Cinta" Masjid Nabawi

Tren
Jarang Disadari, Ini Efek Samping Vitamin C jika Dikonsumsi Berlebihan

Jarang Disadari, Ini Efek Samping Vitamin C jika Dikonsumsi Berlebihan

Tren
3 Perbedaan People Water's Forum dan World Water Forum, Sama-sama Digelar di Bali Tahun Ini

3 Perbedaan People Water's Forum dan World Water Forum, Sama-sama Digelar di Bali Tahun Ini

Tren
450 Bus Shalawat Siap Antar Jemaah Haji di Mekkah, Ini 22 Rutenya

450 Bus Shalawat Siap Antar Jemaah Haji di Mekkah, Ini 22 Rutenya

Tren
Starlink Resmi Diluncurkan di Indonesia, Pakar Ingatkan Potensi Ancaman Siber

Starlink Resmi Diluncurkan di Indonesia, Pakar Ingatkan Potensi Ancaman Siber

Tren
Tas Berisi Uang Rp 15 Juta Milik Jemaah Haji Indonesia Hilang di Masjid Nabawi, Ditemukan TKW

Tas Berisi Uang Rp 15 Juta Milik Jemaah Haji Indonesia Hilang di Masjid Nabawi, Ditemukan TKW

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke