Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ahli Medis Soroti Rentannya Pemeriksaan Virus Corona di Indonesia, Seperti Apa?

KOMPAS.com - Para ahli medis telah menyoroti kemampuan Indonesia untuk mendeteksi virus corona Wuhan atau Novel Coronavirus. 

Hingga kini, belum ada satupun kasus yang dikonfirmasi positif virus corona di Indonesia.

The Sydney Morning Herald  dan The Age mengungkapkan bahwa laboratorium medis Indonesia memiliki kekurangan dalam kelengkapan peralatan uji yang diperlukan untuk mendeteksi virus corona Wuhan. 

Reagen khusus atau zat kimia yang digunakan dalam kelengkapan pengujian untuk membantu menganalisis dan mengidentifikasi virus tersebut belum tersedia di Indonesia. 

Mengutip The Sydney Morning Herald, reagen tersebut dijadwalkan tiba di Indonesia dalam beberapa hari ke depan. 

Sementara itu, laboratorium di Indonesia baru dapat mendeteksi adanya virus corona dalam orang yang berpotensi terinfeksi.

Padahal virus corona terbaru tersebut juga termasuk dalam keluarga virus yang menyebabkan flu biasa, MERS, hingga SARS. 

Identifikasi infeksi

Untuk mengidentifikasi sebuah infeksi virus corona yang disebut sebagai 2019-nCov, otoritas kesehatan di Indonesia harus mendeteksi virus corona pada seseorang yang kemudian diurutkan secara genetis untuk mendapatkan hasilnya.

Proses tersebut memakan waktu selama lima hingga enam hari.

Ketua Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Profesor Amin Soebandrio mengatakan, adanya reagen tersebut dapat mempersingkat waktu dalam pengujian dan pengurutan gen untuk mendeteksi virus corona menjadi beberapa jam saja. 

Reagen tersebut dijadwalkan segera tiba di Indonesia. 

"Kami sedang berada di dalam proses untuk memperoleh kelengkapan deteksi khusus untuk novel corona virus 2019," ungkapnya sebagaimana dikutip dalam The Sydney Morning Herald.

Menurutnya, nanti tidak akan diperlukan dua langkah pemeriksaan untuk mengonfirmasi infeksi dengan adanya reagen tersebut.

Profesor Amin mengatakan, lembaganya terlibat dalam pengujian dan pengurutan gen yang tengah dilakukan. Ia mengakui adanya kemungkinan bahwa virus corona memang ada, tetapi tidak terdeteksi di Indonesia. 

"Jika ditanya kemungkinan, tentu ada kemungkinan, tetapi kita belum memiliki bukti. Saat ini, kita tidak tahu apakah virus tersebut telah masuk ke Indonesia atau belum," tambahnya.

'Kabar baik' untuk Indonesia

Profesor Virologi dari University of Queensland, Ian Mackay, mengungkapkan bahwa kedatangan reagen khusus yang dibutuhkan untuk menguji virus corona jenis baru ini akan menjadi 'kabar baik untuk Indonesia' dan wilayah lain yang tengah memerangi virus corona.

"Apa yang kita coba lakukan saat ini secara internasional adalah mengunci mati virus ini dan menghentikan penyebarannya. Jika kita tidak dapat mengidentifikasinya (virus) pada wisatawan, ini menjadi masalah," ungkapnya.

Darurat Kesehatan Global

Pada Jumat (31/1/2020), Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO telah mendeklarasikan virus corona ini sebagai darurat kesehatan global. 

Ada lebih dari 8.000 kasus virus corona yang terkonfirmasi di seluruh dunia, dengan penyebaran tercepat di China.

Dalam sebuah konferensi pers, Kamis (30/1/2020), Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, mengatakan bahwa 16 orang telah berada di bawah pengawasan otoritas kesehatan dan 8 lainnya masih dalam pengawasan. 

Dugaan kasus tersebut ada di Jakarta, Bali, Manado, dan Sorong.

"Hingga hari ini, faktanya belum ada yang terkonfirmasi kasus virus corona di Indonesia," ungkapnya.

Anung mengonfirmasi bahwa pemeriksaan yang dilakukan adalah melalui proses dua tahap, termasuk uji keluarga virus corona dan pengurutan genetik. 

Ia membandingkan proses panjang tersebut untuk mencocokkan sidik jari. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut terkait dengan belum adanya reagen spesifik yang dibutuhkan.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/02/01/164500965/ahli-medis-soroti-rentannya-pemeriksaan-virus-corona-di-indonesia-seperti

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke