KOMPAS.com - Pada 19 Oktober 1987, sebuah tragedi kecelakaan kereta api terjadi di daerah Pondok Betung, Bintaro Jakarta Selatan.
Tragedi ini dikenal dengan nama Tragedi Bintaro.
Kecelakaan ini menewaskan sebanyak 156 penumpang dalam Kereta Api (KA) 225 Merak dan KA 220 Rangkas.
Sebab, kedua kereta ini bertabrakan dengan posisi adu banteng hingga salah satu lokomotif terdorong masuk ke gerbong pertama di belakang lokomotif.
Padahal, pada saat itu, kondisi kereta sedang dalam keadaan penuh, dengan penumpang yang bergelantungan di pintu, jendela, dan lokomotif.
Lalu, bagaimana kronologi Tragedi Bintaro 1987?
Baca juga: Tragedi Sampit: Konflik Berdarah antara Suku Dayak dan Madura
Senin pagi kala itu, KA 220 Rangkas sedang melaju dengan membawa rangkaian tujuh gerbong dari Tanah Abang menuju ke arah Merak.
Dari arah berlawanan, ada KA 225 Merak dari Rangkasbitung menuju ke Tanah Abang yang menarik tujuh rangkaian gerbong.
Masinis dari masing-masing kereta api tidak mengetahui bahwa kereta mereka melaju di rel yang sama.
KA 225 Merak dengan kecepatan tinggi melaju cepat di rel lurus yang melintasi Kompleks Perumahan Bintaro Jaya.
Sementara itu, KA 220 Rangkas melaju ke rel perlintasan Pasar Ulujami.
Alhasil, tabrakan kedua kereta tidak dapat dihindari.
Kejadian ini mengakibatkan seluruh badan lokomotif BB-303 16 masuk dan seolah-olah “ditelan” oleh gerbong KB3-65 601.
Saat kejadian berlangsung, gerbong sepanjang 21 meter tersebut dijejali ratusan penumpang.
Terjadinya Tragedi Bintaro 1987 yang menewaskan 156 orang ini disebabkan oleh kelalaian petugas.