Meriam-meriam tersebut ada yang didapatkan langsung dari Kesultanan Turki Utsmani, ada pula yang dibuat di Aceh dengan arahan para tenaga ahli dari Turki.
Berbekal peralatan perang yang dikirim Kekaisaran Ottoman, Kerajaan Aceh melancarkan serangan lanjutan terhadap Portugis di Malaka pada 1568, 1573,1574, dan 1577.
Ketika Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda (1606-1636), kerajaan ini kembali membombardir Malaka.
Baca juga: Bukti Kerajaan Aceh Maju dalam Diplomasi
Selama abad ke-16 hingga awal abad ke-17, perlawanan rakyat Aceh melawan Portugis di Malaka belum membuahkan hasil yang menggembirakan.
Bantuan-bantuan dari Kekaisaran Ottoman hanya cukup membuat Kerajaan Aceh mempertahankan diri untuk waktu yang sangat lama dalam menghadapi Portugis.
Menurut Ricklefs, salah satu penyebab kegagalan serangan Aceh terhadap Portugis di Malaka adalah mandeknya perkembangan militer kerajaan akibat pertikaian internal.
Antara 1571 hingga 1607 misalnya, Kerajaan Aceh dipimpin oleh delapan sultan secara bergantian, bahkan dua di antaranya bukan keturunan pendiri kerajaan.
Secara umum, perlawanan Aceh yang berlangsung selama sekitar satu abad terus mengalami kegagalan karena konflik internal kerajaan yang membuat strategi perlawanan terhadap Portugis tidak maksimal.
Selain itu, persenjataan dan kapal perang dari Kekaisaran Ottoman ternyata juga belum mampu mengungguli kekuatan militer bangsa Portugis.
Baca juga: Wilayah Kekuasaan Kerajaan Aceh
Meski Malaka tidak dapat direbut dari tangan Portugis, bangsa Portugis juga gagal meruntuhkan dominasi Kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh bahkan masih dapat mempertahankan kebesarannya hingga Portugis diusir oleh VOC dari Malaka pada 1641.
Referensi: