Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perlawanan Aceh terhadap Portugis

Pada 1511, Portugis telah menaklukkan Malaka. Setelah peristiwa itu, beberapa pemimpin di Nusantara melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis.

Salah satu pemimpin yang melawan kedudukan bangsa Portugis di Malaka adalah sultan Aceh.

Apa yang menyebabkan Aceh melakukan perlawanan terhadap Portugis? Berikut ini kronologi perang Aceh-Portugis.

Penyebab perlawanan Aceh terhadap Portugis

Malaka adalah pintu gerbang lalu lintas pelayaran dan perdagangan dunia, di mana para pedagang dari Barat dan Timur saling bertemu.

Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada 1511 pun membawa dampak sangat besar bagi dunia.

Salah satu pihak yang terdampak kekuasaan Portugis di Malaka adalah Kerajaan Aceh, yang pusat pemerintahannya berada di ujung barat Pulau Sumatera dan sangat dekat dengan Malaka.

Pada awalnya, Kerajaan Aceh cukup diuntungkan dengan keberadaan Portugis di Malaka.

Monopoli perdagangan Portugis di Malaka memberikan keuntungan bagi kemajuan Kerajaan Aceh, karena pelabuhannya semakin ramai dikunjungi para pedagang Islam yang tidak lagi berdagang di Malaka.

Pada perkembangannya, Aceh dan Portugis menganggap satu sama lain sebagai saingan dalam bidang politik, ekonomi, dan penyebaran agama.

Bangsa Portugis kemudian memblokade perdagangan Aceh dan melakukan penangkapan kapal-kapal Aceh.

Karena itulah, Kerajaan Aceh memberi perlawanan terhadap kedudukan Portugis di Malaka.

Selain itu, berikut ini beberapa alasan Kerajaan Aceh menyerang Portugis di Malaka.

Jalannya perang Aceh-Portugis

Pada 1523 dan 1524, Portugis mengirim pasukan untuk menyerang Aceh, tetapi gagal.

Pada 1537, giliran Kerajaan Aceh untuk pertama kalinya mengirim ekspedisi ke Malaka untuk menggempur kedudukan Portugis.

Perlawanan rakyat Aceh melawan Portugis kala itu dipimpin langsung oleh Sultan Alauddin Riayat Syah (1537-1568), yang didukung oleh sekitar 3.000 tentara.

Meski perjuangan rakyat Aceh memerangi Portugis masih menemui kegagalan, Sultan Alauddin belum menyerah.

Sultan Alauddin memperbarui strategi perlawananya dengan meminta bantuan dari Kekaisaran Turki Usmani, yang saat itu dikenal sebagai imperium Islam terkuat di dunia.

Pada 1560-an, Sultan Alauddin fokus membangun hubungan diplomatik dengan Kekaisaran Ottoman agar dibantu mengusir Portugis dari Malaka.

Melalui surat-suratnya, Sultan Alauddin mengajukan bantuan berupa alat-alat perang, pasukan, dan tenaga ahli seperti pelatih kuda dan para insinyur yang ahli membuat benteng serta kapal perang.

Sultan Salim II, yang baru saja menjadi sultan Ottoman, menyatakan kesiapannya memberi bantuan yang diperlukan serta berjanji armadanya akan dikirim ke Aceh untuk berperang mengalahkan bangsa Portugis dan merebut pulau-pulau yang dikuasainya.

Alasan sultan Turki membantu Aceh adalah komitmen untuk melindungi kaum Muslim dan hukum Islam dari pusaran bangsa Eropa (khususnya penguasa Kristen), dalam hal ini Portugis.

Sultan Salim II mengirim 15 kapal induk (kadirga) dan dua kapal perang (barca), ahli pembuat meriam, tujuh penembak meriam, senapan dan peralatan perang lainnya ke Aceh.

Dapat dikatakan bahwa bantuan Sultan Ottoman kepada Kerajaan Aceh tidak hanya sebatas pasukan dan pemberian persenjataan siap pakai.

Pengiriman tenaga ahli berarti mentransmisikan keilmuan dan keterampilan Kekaisaran Utsmani di Aceh, khususnya di bidang militer dan pertahanan.

Oleh para ahli dari Turki, orang-orang Aceh diajari untuk menempa meriam sendiri.

Menurut catatan yang ditulis oleh Laksamana Portugis Fernao Mendes Pinto, armada Kesultanan Utsmaniyah yang pertama tiba di Aceh terdiri dari 300 pasukan yang terdiri dari orang Turki, Mesir, Swahili, Somalia dan India, serta sekitar 200 pelaut.

Armada yang dikirim oleh sultan Ottoman memang tidak semuanya sampai di Aceh, karena banyak di antaranya yang dialihkan untuk melawan pemberontakan di Yaman.

Pada 1566-1567, hanya dua kapal yang tiba di Aceh, sementara beberapa lainnya menyusul.

Terkait persenjataan, sejumlah sumber Eropa memberitakan bahwa pada 1620, sultan Aceh memiliki 2.000 meriam, di mana 800 di antaranya berukuran besar.

Meriam-meriam tersebut ada yang didapatkan langsung dari Kesultanan Turki Utsmani, ada pula yang dibuat di Aceh dengan arahan para tenaga ahli dari Turki.

Berbekal peralatan perang yang dikirim Kekaisaran Ottoman, Kerajaan Aceh melancarkan serangan lanjutan terhadap Portugis di Malaka pada 1568, 1573,1574, dan 1577.

Ketika Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda (1606-1636), kerajaan ini kembali membombardir Malaka.

Akhir perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis

Selama abad ke-16 hingga awal abad ke-17, perlawanan rakyat Aceh melawan Portugis di Malaka belum membuahkan hasil yang menggembirakan.

Bantuan-bantuan dari Kekaisaran Ottoman hanya cukup membuat Kerajaan Aceh mempertahankan diri untuk waktu yang sangat lama dalam menghadapi Portugis.

Menurut Ricklefs, salah satu penyebab kegagalan serangan Aceh terhadap Portugis di Malaka adalah mandeknya perkembangan militer kerajaan akibat pertikaian internal.

Antara 1571 hingga 1607 misalnya, Kerajaan Aceh dipimpin oleh delapan sultan secara bergantian, bahkan dua di antaranya bukan keturunan pendiri kerajaan.

Secara umum, perlawanan Aceh yang berlangsung selama sekitar satu abad terus mengalami kegagalan karena konflik internal kerajaan yang membuat strategi perlawanan terhadap Portugis tidak maksimal.

Selain itu, persenjataan dan kapal perang dari Kekaisaran Ottoman ternyata juga belum mampu mengungguli kekuatan militer bangsa Portugis.

Meski Malaka tidak dapat direbut dari tangan Portugis, bangsa Portugis juga gagal meruntuhkan dominasi Kerajaan Aceh.

Kerajaan Aceh bahkan masih dapat mempertahankan kebesarannya hingga Portugis diusir oleh VOC dari Malaka pada 1641.

Referensi:

  • Hakim, Lukman. (2022). Berebut Hegemoni di Selat Malaka: Peran Usmani dalam Konflik Militer Aceh-Portugis Tahun 1562-1640 M. Serang: Penerbit A-Empat.

https://www.kompas.com/stori/read/2023/07/27/120000379/perlawanan-aceh-terhadap-portugis

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke