Setelah itu, MIAI sering mengadakan kegiatan dan berkembang pesat di daerah-daerah.
Sejak awal 1943, MIAI bahkan diizinkan menerbitkan majalah sebagai sarana komunikasinya.
Baca juga: Hitoshi Shimizu, Ahli Propaganda Jepang yang Membantu Indonesia
Dalam perkembangannya, Jepang mulai waspada terhadap pertumbuhan MIAI dalam waktu singkat.
Jepang mulai melakukan pengawasan dan pelatihan untuk memastikan bahwa para pemuka agama Islam tidak berbahaya.
Hasilnya, pemerintah Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan kedudukannya di Indonesia.
Kendati demikian, MIAI dianggap tidak memberi kontribusi apa pun dan kurang memuaskan untuk Jepang karena menurut seleranya kegiatan-kegiatannya terbatas.
Alhasil, MIAI terpaksa dibubarkan pada tahun 1943 dan sebagai gantinya dibentuk Masyumi, yang disahkan Gunseikan pada 22 November 1943.
Referensi: