Pemeluk agama Konghucu hanya diperbolehkan menikah dengan orang yang berasal dari kelima agama resmi di Indonesia.
Kitab-kitab orang Tionghoa tidak diperbolehkan ditulis dalam bahasa Mandarin. Jadi, aksara murni tersebut harus diterjemahkan ke dalam aksara Indonesia.
Pada 1988 pemerintah Orde Baru melalui peraturan Menteri Perumahan No.455.2-360/1988, kembali melakukan diskriminasi melalui institusional.
Kebijakan kembali memasung kebebasan hak bagi etnis Tionghoa dengan melarang melakukan pembangunan, renovasi, atau perluasan lahan kelenteng-kelenteng di Indonesia.
Baca juga: Kelenteng Thian Hou Kiong Oase Penyejuk Hati Warga Tionghoa Gorontalo
Referensi: