KOMPAS.com - Supeni Pudjobuntoro adalah politikus dan seorang diplomat.
Supeni dikenal sebagai politikus wanita yang kerap menduduki jabatan-jabatan penting di Indonesia, seperti anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan anggota Konstituante melalui Partai PNI.
Sebagai diplomat, Supeni juga pernah menjabat sebagai Duta Besar Luar Biasa dan berkuasa penuh untuk Amerika Serikat dan Duta Besar Keliling pada era Presiden Soekarno (1960-1967).
Selain itu, Supeni Pudjobuntoro juga berjasa dalam upaya menyelesaikan masalah Irian Barat, sehingga ia dijuluki sebagai "Irian Lady."
Baca juga: Sejarah Irian Barat hingga Bergabung ke Indonesia
Supeni Pudjobuntoro atau yang akrab disebut Supeni lahir di Tuban, Jawa Timur, pada 17 Agustus 1917.
Supeni termasuk salah satu anak yang beruntung karena ia dapat mengenyam pendidikan secara layak hingga ke tingkat menengah.
Sejak remaja, Supeni memang sudah menunjukkan ketertarikannya pada politik.
Sejak bersekolah di Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK), Supeni sudah berteman dekat dengan salah seorang tokoh proklamasi kemerdekaan Indonesia, yaitu Sukarni Kartodiwirjo.
Bersama dengan Sukarni, Supeni pernah menjabat sebagai pengurus gerakan Pemuda Nasional Indonesia Muda cabang Blitar, Jawa Timur.
Sukarni menjabat sebagai ketua, sedangkan Supeni sebagai wakil ketua.
Sayangnya, kegiatan politik yang dilakukan Supeni justru membuatnya dikeluarkan dari sekolah saat sedang menempuh ujian kelas tiga di HIK.
Baca juga: Sejarah Perubahan Nama Irian Jaya menjadi Papua
Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942, Supeni melanjutkan kiprahnya dalam bidang politik dengan bergerak dalam kegiatan bersama Fujinkai, organisasi perempuan bentukan Jepang di Madiun, Jawa Timur.
Selama dua tahun Fujinkai bergerak, Supeni beberapa kali mengatasi masalah tentang kemanusiaan.
Setelah itu, kegiatan ini dilanjutkan dengan membantu para korban perang selama periode Perang Revolusi melalui organisasi Perwari (Persatuan Wanita Republik Indonesia).
Berbagai kegiatan yang dilakukan Supeni ternyata menarik perhatian Soekarno.
Oleh sebab itu, pada 1949, Supeni diangkat sebagai anggota Dewan Partai Nasional Indonesia (PNI).
Sejak saat itu, karier politik Supeni terus mengalami peningkatan. Ia juga kerap melakukan berbagai tugas diplomatik.
Bahkan Supeni berkesempatan untuk bertugas di luar negeri untuk mempelajari jalannya pemilu di India pada 1951, sebagai referensi persiapan pemilu di Indonesia tahun 1955.
Dari sini, karier politik Supeni terus melonjak. Supeni menjadi perempuan pertama yang didaulat sebagai utusan penting pemerintah Indonesia di beberapa negara Asia dan Afrika.
Baca juga: Partai Nasional Indonesia (PNI): Pendirian, Tokoh, dan Perkembangan
Berkat kecerdasannya pula, Supeni diberi tugas khusus Biro Irian oleh Ali Sastroamidjojo.
Biro Irian adalah sebuah badan yang disahkan melalui Keppres RI tahun 1954, yang dijadikan kesempatan untuk mengangkat kembali aksi pejuang Papua bernama Silas Papare dalam usaha pengambilalihan Papua ke dalam wilayah kesatuan Republik Indonesia.
Akan tetapi, dukungan kepada Indonesia mengenai masalah Papua dari delegasi negara-negara Asia dan Afrika masih belum mencapai suara mayoritas dalam sidang-sidang PBB.
Kondisi ini kemudian membuat Indonesia mulai melakukan berbagai pendekatan secara halus untuk memperbanyak jumlah anggota PBB yang mendukung Indonesia.
Oleh sebab itu, dikirim orang-orang yang ahli melakukan lobi melalui Biro Irian, termasuk Supeni.
Sebagai bentuk tindak lanjut, Ali Sastroamidjojo pun menggelar Konferensi Asia-Afrika pada 18-24 April 1955.
Selama enam hari konferensi berlangsung di Bandung, Jawa Barat, Supeni rajin berkeliling untuk mendekati para pemimpin negara.
Akan tetapi, hingga Biro Irian dibubarkan pada 9 Juni 1956, dukungan kepada Indonesia mengenai masalah PBB masih belum mencapai suara mayoritas.
Maka dari itu, setiap ada sidang umum PBB, Supeni sebagai Duta Besar Keliling konsisten melakukan lobi mengenai isu Papua hingga tahun 1962.
Terhitung sampai tahun 1965, Supeni sudah mengunjungi 22 negara terkait konflik antara Indonesia dan Belanda di Papua.
Berkat perjuangannya inilah Supeni dijuluki sebagai Irian Lady.
Selain itu, prestasi lain yang juga diraih oleh Supeni adalah ia berhasil melobi Perancis agar Aljazair, Afrika Utara, tidak dijadikan sebagai negara apartheid.
Lobi tersebut disampaikan oleh Supeni kepada Pangeran Kamboja, Norodom Sihanouk, untuk kemudian disampaikan kepada Presiden Perancis, Charles de Gaulle.
Berkat kesuksesan yang diraih, Supeni pun dikenal sebagai wanita diplomat yang sukses hingga akhir hayatnya.
Supeni Pudjobuntoro wafat pada 25 Juni 2004 di usia 86 tahun.
Referensi: