Selain kuliah, Prijono juga aktif memperkenalkan kebudayaan Indonesia di Belanda.
Ia mendirikan Studentenvereeniging ter Bevordering van Indonesische Kunst (SVIK) atau Persatuan Pelajar/Mahasiswa untuk Memajukan Seni Indonesia di Belanda pada Maret 1938.
Setelah selesai menempuh pendidikan di Belanda, Prijono memutuskan kembali ke Indonesia.
Ia mengawali kariernya sebagai seorang guru di berbagai macam sekolah dan sempat diangkat sebagai rektor di Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta pada 1942.
Pada masa kemerdekaan, berdasarkan Surat Keputusan dari Kepala Departemen PP dan K, Prijono diangkat sebagai kepala sekolah-sekolah menengah oleh Sri Sultan Yogyakarta tahun 1946.
Kemudian, pada masa revolusi, Prijono bersama dengan rekan-rekannya, yaitu Mr. Budhyarto, Ir. Marsito, dan Mr. Sunario, ikut mendirikan perguruan tinggi Republik Indonesia pertama yang bernama Universitas Gadjah Mada.
Selanjutnya, tahun 1950, Prijono diangkat sebagai guru besar dalam bahasa Indonesia di Fakultas Kesusasteraan dan Filsafat Balai Perguruan Tinggi RIS (sekarang Universitas Indonesia).
Di tengah kiprahnya dalam dunia pendidikan, Prijono juga sempat dianugerahi penghargaan The International Stalin Prize for Strengthening Peace Among Peoples atau Penghargaan Internasional Stalin untuk Memperkuat Perdamaian antar-Manusia dari pemerintah Uni Soviet pada 18 Desember 1954.
Rekam jejak gemilang yang dimiliki Prijono, khususnya di bidang pendidikan pun membuat Presiden Soekarno menunjuknya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada 14 Maret 1957.
Prijono pun disebut-sebut sebagai salah satu loyalis Bung Karno yang paling setia.
Hal ini dibuktikan ketika Presiden Soekarno mencetus Manipol/USDEK pada 17 Agustus 1959, yang ditetapkan sebagai haluan negara, Prijono langsung mengaitkan hal ini dengan program-programnya di dalam kementerian.
Baca juga: Apakah PKI Ingin Mengganti Pancasila?
Sayangnya, kesuksesan Prijono mulai sirna setelah peristiwa G30S pada 1 Oktober 1965.
Soekarno didemo mahasiswa, dengan salah satu tuntutannya membersihkan kabinet dari unsur PKI yang saat itu dianggap sebagai dalang G30S.
Meskipun Prijono bukan anggota PKI, ia menjadi salah satu pejabat yang menjadi sasaran demonstrasi mahasiswa.
Sebab sebelum peristiwa G30S berlangsung, Prijono disebut-sebut pernah mendukung pembubaran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diserukan oleh pemimpin PKI DN Aidit.