Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tindakan PBB dalam Menanggapi Agresi Militer Belanda di Indonesia

Kompas.com - 13/07/2022, 16:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

Komisi itu kemudian dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas:

  • Australia diwakili Richard C. Kirby (atas pilihan Indonesia)
  • Belgia diwakili Paul Van Zeeland (atas pilihan Belanda)
  • Amerika Serikat diwakili Dr. Frank Porter Graham (atas pilihan Australia dan Belgia)

Komisi Tiga Negara membawa Indonesia dan Belanda ke Perundingan Renville yang secara resmi mengakhiri Agresi Militer Belanda I.

Baca juga: Alasan Belanda Melancarkan Agresi Militer I di Indonesia

Tindakan PBB saat Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda kembali dilancarkan pada 19 Desember 1948.

Lagi-lagi, PBB merupakan organisasi internasional yang dijadikan forum memperjuangkan pengakuan kemerdekaan Indonesia.

Sebagai lembaga yang netral, PBB dianggap sebagai sarana paling tepat untuk menghimpun dukungan internasional terhadap kedaulatan Indonesia.

Salah satu tindakan Dewan Keamanan PBB dalam menanggapi Agresi Militer II Belanda di Indonesia adalah menuntut Belanda untuk memulangkan pemimpin RI kembali ke Yogyakarta.

Saat Agresi Militer Belanda II meletus, para petinggi Indonesia, termasuk Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Agus Salim, dan beberapa tokoh lainnya diasingkan ke luar Jawa.

Baca juga: Dampak Positif Agresi Militer Belanda II

Setelah Agresi Militer Belanda II, Dewan Keamanan PBB kembali membentuk resolusi yang disampaikan pada 28 Januari 1949 dengan isi sebagai berikut:

  • Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.
  • Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan Wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 19 Desember 1948 di wilayah RI.
  • Pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam suasana yang benar-benar bebas.
  • Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar Persetujuan Linggarjati dan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949, Pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-Iambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.

Baca juga: UNCI: Latar Belakang, Tugas, Anggota, dan Hasil Kerja

Selain itu, langkah yang diambil PBB untuk menyikapi Agresi Militer Belanda II bagi Indonesia adalah membentuk UNCI (United Nations Commission for Indonesia) atau Komisi PBB untuk Indonesia.

Dengan kekuasaan lebih besar dari KTN, UNCI berhasil mempertemukan Indonesia dan Belanda dalam Perundingan Roem Royen yang secara resmi mengakhiri Agresi Militer Belanda II.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com