Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Latar Belakang Pelaksanaan Otonomi Daerah

Kompas.com - 23/03/2022, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Sumber Kompas.com

KOMPAS.com - Otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur serta mengurus berbagai urusan tertentu.

Segala urusan yang diserahkan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah disebut urusan rumah tangga daerah.

Maksudnya, pemerintah daerah bertanggung jawab akan tatanan yang berkaitan dengan pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab untuk mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah.

Di Indonesia, otonomi daerah dilaksanakan pada masa Reformasi.

Lantas, apa latar belakang yang mendorong pemerintah pusat mengambil kebijakan otonomi daerah?

Baca juga: Sejarah Otonomi Daerah di Indonesia

Mengatasi krisis 1997

Salah satu yang melatarbelakangi pelaksanaan otonomi daerah adalah krisis moneter 1997.

Pada 2 Juli 1997, terjadi krisis keuangan Asia yang juga dirasakan oleh Indonesia.

Padahal, pada akhir 1996, kondisi keuangan di Tanah Air sangat baik, di mana hampir seluruh indikator ekonomi terpenuhi, mulai dari pertumbuhan ekonomi, inflasi yang terkendali, investasi lancar, ekspor berkembang, dan cadangan devisa meningkat.

Namun, memasuki 1997, kondisi ekonomi di Indonesia mulai mengalami krisis, terutama disebabkan oleh inflasi.

Krisis 1997 disebabkan oleh Thailand, yang kala itu memiliki utang luar negeri sangat besar, sehingga menyebabkan mata uang Baht anjlok.

Untuk mengatasi hal itu, pemerintah Thailand berusaha mempertahankan pematokan mata uang lewat intervensi membeli Baht. Akan tetapi, usahanya ini gagal.

Baca juga: Dampak Reformasi dalam Bidang Ekonomi

Krisis Thailand pun berdampak hingga ke negara lain, termasuk Indonesia. Bahkan, Indonesia menjadi negara yang paling terkena imbasnya, karena tidak hanya berdampak pada sistem ekonomi saja, melainkan juga politik dan sosial.

Sewaktu harga rupiah turun, diputuskan melakukan float freely (diambangkan bebas) pada Agustus 1997.

Berawal dari situ, depresiasi mulai terjadi. Pada 1 Januari 1998, nilai nominal rupiah hanya 30 persen dari yang dicapai tahun 1997.

Perusahaan swasta di Indonesia, yang sebelumnya mendapat pinjaman jangka pendek dari luar negeri, juga tidak lagi dilindungi oleh nilai tukar.

Ditambah lagi, perusahaan-perusahaan di Indonesia tetap berlomba membeli dollar, sehingga tekanan rupiah semakin terlihat dan utang semakin banyak.

Kekacauan pada saat itu berusaha diatasi oleh Dana Moneter Internasional (IMF), tetapi tidak membuahkan hasil yang signifikan.

Baca juga: Krisis Moneter: Pengertian dan Dampaknya

Daerah ingin memimpin sendiri

Krisis moneter yang belum membaik ditambah beberapa sebab lainnya berujung pada turunnya Soeharto dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada 1998.

Setelah itu, muncul sejumlah permasalahan mengenai sistem ketatanegaraan dan tuntutan daerah yang telah memberi banyak kontribusi bagi pemerintah pusat.

Pihak daerah merasa bahwa sudah seharusnya mereka memimpin daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan dari orang lain.

Sebagai respons, pemerintah pun melaksanakan otonomi daerah, di mana pemerintah pusat memberi wewenangnya kepada daerah untuk mengatur urusan-urusan mereka.

Daerah yang diberi kewenangan untuk mengatur urusannya sendiri disebut daerah otonom.

Itulah yang melatarbelakangi lahirnya UU No 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, menggantikan UU No 22 Tahun 1999.

Sedangkan untuk mengatur keuangan di daerah, pemerintah mengeluarkan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Baca juga: 6 Agenda Reformasi 1998

Kondisi itulah yang dimaksud otonomi seluas-luasnya dalam Agenda Reformasi 1998, di mana daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri.

Daerah juga berwenang untuk membuat kebijakan, melakukan pemberdayaan masyarakat, dan meningkatkan peran serta prakarsa.

Manfaat otonomi daerah

Beberapa manfaat otonomi daerah bagi pemerintah pusat, yaitu:

  • Mengurangi beban pemerintah pusat
  • Persaingan menjadi lebih sehat
  • Meningkatkan pemberdayaan masyarakat
  • Menentukan kebijakan yang lebih tepat
  • Kesejahteraan masyarakat meningkat
  • Efisiensi biaya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ide-ide Pembaruan Sultan Mahmud II

Ide-ide Pembaruan Sultan Mahmud II

Stori
Perlawanan Kakiali terhadap VOC

Perlawanan Kakiali terhadap VOC

Stori
Jayeng Sekar, Organisasi Kepolisian Bentukan Daendels

Jayeng Sekar, Organisasi Kepolisian Bentukan Daendels

Stori
Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Abu Dujanah, Sahabat yang Membuat Nabi Muhammad Menangis

Stori
6 Peninggalan Kerajaan Ternate

6 Peninggalan Kerajaan Ternate

Stori
Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Alasan Umar bin Abdul Aziz Memerintahkan Pembukuan Hadis

Stori
Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Pablo Picasso, Pelopor Karya Seni Rupa Kubisme

Stori
Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Perbedaan Presiden dan Pemimpin Tertinggi Iran

Stori
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Stori
4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

4 Pahlawan Perempuan dari Jawa Tengah

Stori
Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Biografi Sitor Situmorang, Sastrawan Angkatan 45

Stori
Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Peran Sunan Ampel dalam Mengembangkan Islam di Indonesia

Stori
Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Sejarah Pura Pucak Mangu di Kabupaten Badung

Stori
Sejarah Penemuan Angka Romawi

Sejarah Penemuan Angka Romawi

Stori
7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

7 Organisasi Persyarikatan Muhammadiyah

Stori
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com