Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Perkembangan HAM di Indonesia

Kompas.com - 28/12/2021, 10:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

Indische Partij dan Partai Nasional Indonesia

Indische Partij (IP) dan Partai Nasional Indonesia memperjuangkan hak untuk mendapat kemerdekaan dari penjajah.

Dengan lahirnya berbagai organisasi yang bersuara tentang HAM, muncul pula beberapa perdebatan.

Salah satunya adalah pendapat dari Supomo, yang mengatakan bahwa rakyat Indonesia sudah bersatu dengan negaranya, sehingga tidak perlu lagi melindungi mereka dari negaranya.

Baca juga: Contoh Pelanggaran HAM Berat di Indonesia

Setelah kemerdekaan

Setelah kemerdekaan, hal yang masih diperdebatkan adalah tentang hak untuk merdeka, hak berorganisasi dalam politik, dan hak berpendapat di parlemen.

Oleh sebab itu, Indonesia menjamin hak para rakyatnya untuk berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat yang tercantum dalam UUD 1945 Pasal 28.

Orde Lama

Pada periode ini, sistem politik di Indonesia dipengaruhi oleh sistem liberalisme dan parlementer, sehingga perkembangan HAM juga ikut terpengaruh.

Beberapa pencapaian perjuangan HAM pada masa ini yaitu:

  1. Partai politik semakin banyak bermunculan, meskipun tumbuh dengan ideologinya masing-masing.
  2. Hak pers, pada periode ini memiliki kebebasan.
  3. Pemilihan umum dilaksanakan secara bebas, jujur, dan demokrasi.
  4. Dewan Perwakilan Rakyat, menunjukkan hasil kerja yang baik dengan pengawasan dan kontrol yang seimbang.
  5. Keberadaan partai politik dengan ideologi yang berbeda-berbeda, tetap memiliki visi yang sama yaitu untuk memasukkan tentang hak asasi manusia ke dalam batang tubuh Undang-Undang Dasar.

Baca juga: Landasan Hukum HAM di Indonesia

Pada periode ini, Indonesia juga sempat bergabung dalam dua konvensi HAM internasional, sebagai berikut:

  1. Konvensi Jenewa tahun 1949, yang membicarakan tentang hak bagi korban perang, tawanan perang, dan perlindungan sipil saat perang.
  2. Konvensi tentang hak politik perempuan yang berisi mengenai hak perempuan tanpa diskriminasi dan hak permepuan untuk mendapat jabatan publik.

Pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden, yang berdampak pada sistem politik, di mana kebebasan untuk berpendapat, berkumpul, dan menyampaikan pemikiran dengan tulisan sangat dibatasi.

Orde Baru

Pemerintahan Orde Baru berusaha memberikan penolakan terkait konsep HAM, berikut ini beberapa alasannya.

  • HAM merupakan pemikiran yang berasal dari Barat, dan dianggap bertolak belakang dengan nilai-nilai budaya Bangsa Indonesia dan dasar negara Pancasila.
  • Rakyat Indonesia mengenal HAM melalui Undang-Undang Dasar 1945 yang lahir lebih dulu dibandingkan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM).
  • Permasalahan mengenai HAM yang berasal dari Barat dianggap menjadi senjata yang tidak terlihat untuk memojokkan negara berkembang seperti Indonesia.

Baca juga: Mafia Berkeley, Begawan Ekonomi Orde Baru

Faktanya, pada masa Orde Baru telah banyak terjadi pelanggaran HAM. Misalnya, kebijakan politik yang diterapkan bersifat sentralistis dan tidak menerima pendapat yang berbeda dengan pemerintah.

Kemudian, terjadi beberapa kasus mengenai pelanggaran HAM pada masa Orde Baru, seperti G30S (1965), Peristiwa Tanjung Priok (1984), Kasus Kedung Ombo (1989), dan masih banyak lainnya.

Pada masa ini, HAM masih dianggap sebagai buah pemikiran dari negara luar atau Barat dan dinilai sebagai penghambat proses pembangunan.

Di sisi lain, sebagian besar masyarakat merasa bahwa HAM itu luas dan terbuka. Pada 1993, akhirnya dibentuk lembaga mandiri yang bernama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM.

Fungsi dari Komnas HAM adalah melaksanakan kajian, perlindungan, penelitian, penyuluhan, pemantauan, investigasi dan mediasi soal masalah HAM.

Baca juga: Komnas HAM: Fungsi dan Tujuannya

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com