Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fusi Partai Politik 1973

Kompas.com - 12/11/2021, 09:00 WIB
Verelladevanka Adryamarthanino ,
Nibras Nada Nailufar

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fusi Partai Politik atau penyederhanaan (penggabungan) partai tahun 1973 merupakan kebijakan yang dibuat oleh Presiden Soeharto. 

Tujuan Fusi Partai Politik atau Fusi Parpol sendiri adalah untuk menciptakan stabilitas politik kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Kebijakan Fusi Parpol dianggap sebagai syarat utama untuk mencapai pembangunan ekonomi Indonesia. 

Baca juga: Kondisi Politik masa Orde Baru

Latar Belakang Fusi Parpol

Diberlakukannya kebijakan Fusi Parpol didasari oleh tidak stabilnya politik pada masa Orde Baru yang disebabkan oleh sistem kepartaian. 

Selain itu, diketahui juga bahwa partai politik pada era Orde Baru sangatlah banyak, sehingga memunculkan banya ideologi sekaligus kepentingan partai. 

Pemilihan umum tahun 1955 telah melahirkan sampai 29 partai yang masih ditambah dari perorangan atau independen. 

Oleh sebab itu, pada masa Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno melakukan Fusi Parpol berdasarkan Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960. 

Penpres No. 7 Tahun 1959 dan Perpres No. 13 Tahun 1960 mengatur tentang pengakuan, pengawasan, dan pembubaran partai politik. 

Pada tanggal 14 Mei 1960, diumumkan bahwa hanya ada 10 partai politik yang mendapat pengakuan dari pemerintah. 

Sejak saat itu, kebijakan Fusi Parpol terus berlangsung sampai Presiden Soekarno melepas jabatannya dan digantikan oleh Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto mengeluarkan kebijakan Fusi Partai Politik atau penggabungan partai politik tahun 1973 pada era Orde Baru. 

Baca juga: Sistem Kepartaian masa Orde Baru

Pro dan Kontra Fusi Parpol

Sebenarnya, gagasan Fusi Parpol sudah sempat tertuang dalam Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966. 

Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998.Dok. KOMPAS/Charles Dharapak Presiden Soeharto saat mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka, Jakarta, 21 Mei 1998.

Kemudian, ide Fusi Parpol juga pernah disampaikan oleh Presiden Soeharto dalam pidatonya di Kongres XII PNI tanggal 11 April 1970 di Semarang. 

Awalnya, gagasan Fusi Parpol diterima dengan baik oleh berbagai partai, seperti Partai Nasional Indonesia dan partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI). 

Setelah itu, Ketua Partai Muslimin Indonesia Djarnawi Hadikusumo juga menyatakan bahwa kebijakan Fusi Parpol sesuai dengan rencana yang dibuat Kongres Umat Islam 1969. 

Sementara itu, sikap kontra turut diperlihatkan oleh Partai Kristen Indonesia dan Partai Katolik. 

Mereka menolak untuk dimasukkan dalam golongan spirituil dan lebih memilih untuk bergabung dalam golongan nasionalis. 

Baca juga: Partai Nasional Indonesia (PNI): Pendirian, Tokoh, dan Perkembangan

Fusi Parpol

Pada Pemilu 1971, Partai Golkar unggul dengan mengantongi suara sebanyak 62,8 persen (236 kursi DPR).

Kemudian, suara terbanyak kedua diperoleh Partai Nahdlatul Ulama (NU) dengan suara sebanyak 18, 6 persen (58 kursi).

Posisi ketiga diraih oleh PNI yang hanya meraih 6,9 persen suara (20 kursi). 

Sementara itu, partai-partai lain, seperti Parkindo hanya mendapat tujuh kursi dan Partai Katolik memperoleh tiga kursi. 

Sedangkan Partai Murba dan IPKI sama sekali tidak memperoleh kursi di DPR. 

Dari hasil tersebut, di mana Golkar yang menguasai DPR dan MPR, maka MPR menyatakan bahwa pada Pemilu 1977 hanya akan ada tiga peserta saja. 

Partai peserta Pemilu tahun 1971Mengenal Kabinet RI Selama 40 Tahun Indonesia Merdeka (1985) Partai peserta Pemilu tahun 1971

Setelah itu, tanggal 5 Januari 1973, partai-partai Islam seperti NU, PSII, dan Perti membentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). 

Lima hari setelahnya, 10 Januari 1973, Kelompok Demokrasi Pembangungn memfusikan diri ke dalam satu partai bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI). 

Meskipun beberapa partai telah memfusikan diri, partai-partai tersebut tetap tidak bisa bebas bergerak. 

Presiden Soeharto berhasil menyetir PPP dan PDI lewat Direktorat Sospol di TNI AD dan Kementerian Dalam Negeri. 

Empat tahun berselang, tahun 1977, PPP, PDI, dan Golkar bertarung dalam Pemilu 1977 untuk memilih calon anggota DPR dan DPRD.

Hasilnya, Golkar kembali unggul dengan perolehan suara 62, 1 persen. 

Baca juga: Sejarah Pemilu 1955 di Indonesia

Dampak Fusi Parpol

Meskipun tujuan Fusi Parpol adalah untuk menstabilkan politik, Fusi Parpol justru memberikan dampak baru, yaitu konflik dalam tubuh partai politik baik secara intern maupun ekstern. 

Ditambah lagi dengan adanya UU RI No. 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya di mana parpol tidak dapat menjalankan fungsi mereka sebagaimana mestinya. 

Dalam perkembangannya, Fusi Parpol justru hanya dijadikan sebagai langkah awal Presiden Soeharto untuk mempertahankan kekuasaannya. 

 

Referensi: 

  • Hamdani, Iqbal Ibrahim. (2013). Format Politik Orde Baru dan Kebijakan Fusi Partai Politik Tahun 1973. Jember: Perpustakaan Universitas Jember.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com