Pemanasan Atlantik mungkin juga terjadi karena berkurangnya dua zat yang biasanya memantulkan sinar matahari dari lautan.
Dua zat itu adalah debu yang bertiup dari gurun Sahara dan aerosol belerang.
Analisis suhu Rohde di wilayah Atlantik Utara mencatat tingkat debu yang sangat rendah keluar dari Sahara dalam beberapa bulan terakhir.
Ini karena angin pertukaran Atlantik yang sangat lemah. Sementara itu pembatasan pelayaran pada tahun 2020 memangkas emisi belerang beracun.
"Itu tidak akan menjelaskan semua lonjakan suhu di Atlantik Utara sekarang, tetapi mungkin telah menambah tingkat keparahannya," kata Rohde.
Baca juga: Apakah yang Dimaksud dengan Jam Kiamat Itu?
Pemanasan lautan mempengaruhi pola cuaca daratan, memicu gelombang panas dan kekeringan di beberapa tempat dan badai di tempat lain.
Hal tersebut menurut Richard Allan, profesor ilmu ilim di University of Reading membuat atmosfer yang lebih panas menyedot kelembapan dan membuangnya ke tempat lain.
Para ilmuwna pun kemudian menyoroti panjang dan intensitas sistem antisiklon yang tersisa yang membawa gelombang panas.
"Di mana daerah bertekanan tinggi stagnan bertahan di atas benua, udara tenggelam dan menghangat, melelehkan awan, menyebabkan sinar matahari musim panas yang intens mengeringkan tanah, memanaskan tanah dan udara di atasnya," jelas Allan.
"Gelombang panas pun bisa bertahan selama berminggu-minggu," tambahnya.