Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
BRIN
Badan Riset dan Inovasi Nasional

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. BRIN memiliki tugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.

Biodiversitas Nusantara untuk Remediasi Pencemaran Lingkungan

Kompas.com - 07/06/2023, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut Grand View Research, sebuah lembaga riset di Amerika Serikat, pasar bioremediasi secara global diestimasikan sebesar 12 milyar USD pada tahun 2021, dan diproyeksikan akan meningkat sebesar setidaknya 9 persen per tahun sampai dengan tahun 2030.

Sama halnya dengan negara berkembang pada umumnya, Indonesia masih sangat bergantung pada pemanfaatan sumber daya alam sebesar-besarnya untuk mendukung pembangunan nasional.

Kerusakan dan pencemaran lingkungan akibat praktik eksploitasi dan pengolahan sumber daya alam yang tidak mengusung prinsip keberlanjutan dan ekonomi sirkular lumrah ditemukan di seluruh penjuru Indonesia.

Misalnya saja, penambangan emas rakyat yang tersebar hampir di semua provinsi di Indonesia, merupakan sumber pencemaran merkuri yang dapat menyebabkan gangguan saraf motorik dan kecacatan janin seperti yang terjadi di Teluk Minamata, Jepang, pada sekitar tahun 1950an.

Belum lagi sampah perkotaan yang menumpuk di TPA, yang apabila dibiarkan terus menerus dapat menjadi bencana nasional, adalah bukti krusialnya permasalahan lingkungan di Indonesia.

Dibandingkan dengan negara lain yang lebih maju secara teknologi, Indonesia memiliki kelebihan dalam hal kekayaan sumber daya alam.

Dikenal dengan mega biodiverisitasnya, Indonesia adalah rumah bagi 10 persen dari keseluruhan keragaman tumbuhan, 12 persen mamalia, dan 17 persen burung yang ada di bumi.

Baca juga: Laporan PBB: Biodiversitas Hutan Terancam Banyak Faktor, Apa Saja?

Ditambah lagi, Indonesia tercatat nomor tiga di dunia sebagai negara dengan tingkat endemisitas tertinggi, dan kemungkinan masih banyak lagi mahluk hidup yang belum terungkap mengingat kawasan pedalaman dan perairan lautnya masih belum tereksplorasi sepenuhnya.

Sebagai badan riset nasional yang salah satu fokus risetnya adalah pemanfaatan biodiversitas nusantara, BRIN pernah menyatakan bahwa keragaman hayati di Indonesia baru sekitar 10 persen saja yang sudah terungkap.

Ini artinya, masih banyak ‘harta karun’ yang bisa ditemukan dan tentunya dapat dimanfaatkan seluas-luasnya, termasuk dalam hal remediasi pencemaran lingkungan.

Meskipun bukan hal baru di Indonesia, praktik bioremediasi di Indonesia kebanyakan masih sebatas riset. Sudah banyak tulisan ilmiah yang melaporkan keberhasilan penggunaan berbagai jenis mikroba untuk meremediasi pencemaran lingkungan di Indonesia.

Contohnya, peneliti dari Universitas Negeri Yogyakarta memanfaatkan bakteri termofilik Aeribacillus pallidus yang diambil dari Gunung Merapi untuk mereduksi polutan timbal (Pb).

Potensi jamur Penicillium sp. dan Neptunia oleracea untuk medegradasi senyawa hidrokarbon pada lumpur minyak bumi juga pernah dilaporkan oleh peneliti dari Universitas Riau.

Sementara itu, pemanfaatan tanaman untuk remediasi berbagai cemaran di Indonesia juga telah banyak dipublikasikan, misalnya fitoremediasi berbagai logam berat menggunakan tanaman air seperti ekor kucing (Typha latifolia), eceng gondok (Eichornia crassipes), dan kiambang (Salvinia molesta); limbah dari industri tempe diolah dengan kombinasi teknik filtrasi dan fitoremediasi menggunakan eceng gondok; dan remediasi kawasan pesisir di Pulau Jawa dari tumpahan minyak oleh tumbuhan mangrove.

Baca juga: Indonesia Negara ke-6 dengan Kepunahan Biodiversitas Tertinggi

Pengembangan teknik bioremediasi untuk menanggulangi pencemaran lingkungan di Indonesia perlu menjadi prioritas mengingat penerapannya yang relatif mudah dan murah, sehingga dapat diaplikasikan di daerah pedalaman sekalipun, dengan mengandalkan partisipasi masyarakat tentunya.

Selain itu, potensi ditemukannya agen bioremediator yang baru masih terbuka luas, sehingga memberikan kesempatan bagi komunitas riset dan industri Indonesia untuk menjadi salah satu pemain penting dalam pasar bioremediasi global.

Fitri Yola Amandita dan Hanies Ambarsari
Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih - BRIN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com