Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bagaimana Perubahan Iklim Bisa Memicu Tsunami Raksasa?

Kompas.com - 26/05/2023, 12:00 WIB
Monika Novena,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Sebuah studi baru memperingatkan perubahan iklim dapat memicu tsunami raksasa di Samudra Selatan.

Tsunami tersebut, menurut studi baru ini, dipicu oleh tanah longsor bawah laut di Antartika.

Hasil tersebut didapat setelah peneliti melakukan studi dengan mengebor inti sedimen yang berada di ratusan meter di bawah dasar laut Antartika.

Ilmuwan menemukan bahwa selama periode pemanasan global sebelumnya yaitu 3 juta dan 15 juta tahun yang lalu, lapisan sedimen lepas terbentuk dan meluncur untuk mengirim gelombang tsunami besar yang melaju ke pantai Amerika Selatan, Selandia Baru, dan Asia Tenggara.

Saat perubahan iklim memanaskan lautan, para peneliti berpikir ada kemungkinan tsunami ini dapat terjadi sekali lagi.

Temuan studi dari dampak perubahan iklim terhadap potensi tsunami rakasasa di Samudra Selatan ini telah dipublikasikan 18 Mei 2023 di jurnal Nature Communications.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim Sebabkan Warna Danau Bumi Ikut Berubah

"Longsor bawah laut adalah bahaya geologi besar dengan potensi memicu tsunami yang dapat menyebabkan banyak korban jiwa," kata Jenny Gales, dosen hidrografi dan eksplorasi laut di University of Plymouth di Inggris, peneliti dalam studi dampak perubahan iklim tersebut.

"Temuan kami menyoroti bagaimana kita sangat perlu meningkatkan pemahaman tentang bagaimana perubahan iklim global dapat memengaruhi stabilitas kawasan ini dan potensi tsunami di masa depan," paparnya seperti dikutip dari Live Science, Kamis (25/5/2023).

Studi perubahan iklim di Antartika

Peneliti pertama kali menemukan bukti tanah longsor kuno di Antartika pada 2017 di Laut Ross timur.

Terjebak di bawah tanah longsor itu, ada lapisan sedimen lemah yang dijejali fosil makhluk laut yang dikenal sebagi fitoplankton.

Ilmuwan kembali ke daerah tersebut pada tahun 2018 dan mengebor jauh ke dasar laut untuk mengekstraksi inti sedimen, yakni silinder panjang dan tipis dari kerak Bumi yang menunjukkan lapis demi lapis serta sejarah geologis wilayah tersebut.

Dengan menganalisis inti sedimen tersebut, ilmuwan mengetahui bahwa lapisan sedimen lemah terbentuk selama dua periode, pertama sekitar 3 juta tahun lalu pada periode hangat pada pertengahan Pliosen dan yang lainnya kira-kira 15 juta tahun lalu selama iklim optimal Miosen.

Baca juga: Perubahan Iklim Perburuk Penyebaran Penyakit Menular pada Manusia

Samudra Selatan di perairan bagian selatan Antartika. Samudra Selatan (Southern Ocean) resmi menjadi samudra kelima di planet Bumi.Tarpan/SHUTTERSTOCK Samudra Selatan di perairan bagian selatan Antartika. Samudra Selatan (Southern Ocean) resmi menjadi samudra kelima di planet Bumi.

Selama zaman ini, perairan di sekitar Antartika mengalami kenaikan suhu mencapai 3 derajat Celsius, lebih hangat dari hari ini.

Pemanasan akibat perubahan iklim tersebut menyebabkan ganggang yang mati memenuhi dasar laut di bawahnya dengan sedimen yang kaya dan licin.

Kondisi tersebut membuat wilayah tersebut rentan terhadap tanah longsor.

"Selama iklim dingin dan zaman es berikutnya, lapisan licin ini ditutupi oleh lapisan tebal kerikil kasar yang dibawa oleh gletser dan gunung es," ungkap Robert McKay, direktur Pusat Penelitian Antartika di Victoria University of Wellington.

Pemicu yang tepat untuk tanah longsor bawah laut masa lalu di kawasan itu tidak diketahui secara pasti.

Akan tetapi, para peneliti telah menemukan penyebab yang paling mungkin yaitu pencairan es gletser yang disebabkan oleh perubahan iklim atau iklim yang menghangat.

Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Lebih Banyak Wilayah Asia Tengah Jadi Gurun

Kekuatan tsunami

Skala dan ukuran gelombang laut purba tidak diketahui, tetapi para ilmuwan mencatat dua tanah longsor bawah laut yang relatif baru menghasilkan tsunami besar dan menyebabkan korban jiwa yang signifikan.

Salah satunya adalah Tsunami Grand Banks 1929 yang menghasilkan gelombang laut setinggi 13 meter dan menelan korban 28 orang di lepas pantai Newfound Kanada.

Dengan banyaknya lapisan sedimen yang terkubur di bawah dasar laut Antartika dan glestser di atas daratan perlahan mencair, peneliti memperingatkan tsunami di masa depan dapat terulang lagi.

"Lapisan yang sama masih ada di landasan kontinen luar jadi ada kemungkinan untuk lebih banyak longsoran yang terjadi. Tapi pertanyaan besarnya adalah apakah pemicu peristiwa tersebut masih berperan," kata McKay.

Ini adalah sesuatu yang perlu dipelajari lagi dalam studi berikutnya.

Baca juga: Perubahan Iklim Berpotensi Sebabkan Pandemi Berikutnya, Studi Jelaskan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com