Atau internasionalisasi riset melalui publikasi internasional, justru membangun jerat bagi para peneliti, karena disibukkan untuk mencari indeksisasi atas karya tulisnya daripada memikirkan bagaimana misi dan tujuan penelitian itu dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat, bangsa, dan negara?
Bagaimana hasil penelitian bisa berpengaruh dalam peningkatan kualitas pendidikan?
Modus ini juga di bahas di dalam BRIN-LDE Academy untuk menjadi catatan kritis tentang arah kebijakan riset dan publikasi di perguruan tinggi, dengan lebih banyak memfokuskan pada ranking dan indeksisasi, daripada menekankan pada keterbukaan ilmu pengetahuan (open science) bagi para ilmuwan dan peneliti antar negara dan institusi.
Cita-cita dibentuknya lembaga riset nasional dalam hal ini BRIN, pada dasarnya sebagai wadah untuk menyatukan konsep, gagasan, dan membangun paradigma keilmuan yang berorientasi kebangsaan dan keindonesiaan.
BRIN membangun suprastruktur dan ekosistem di internal dan eksternal untuk mendorong terciptanya ekosistem kolaboratif.
Hal ini dapat terlihat dalam skema riset yang ditawarkan diarahkan pada kolaborasi antar peneliti, kolaborasi dengan akademisi di perguruan tinggi, dan kolaborasi dengan stakeholder di industri maupun pemerintah daerah.
Baca juga: BRIN sebagai Ruang Kolektif Riset dan Inovasi Indonesia
Sayangnya, ini belum terlihat dalam isu pembahasan manajemen riset nasional, kebijakan riset, dan inovasi nasional, dan tata kelola SDM Iptek di Indonesia.
Asumsi yang muncul saat ini, yang nampak adalah BRIN seolah-olah sebagai kompetitor dari satu dengan yang lainnya.
Justru paradigma BRIN melalui BRIN-LDE Academy menjadi contoh konkret, untuk menata ulang gagasan dan paradigma penelitian di Indonesia, agar menciptakan ekosistem kolaboratif dan berdaya saing internasional.
Hastangka
Peneliti pada Pusat Riset Pendidikan Badan Riset dan Inovasi Nasional