Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fosil Tengkorak Manusia Purba Berusia 3,4 Juta Tahun Ditemukan di Goa Afrika Selatan

Kompas.com - 01/07/2022, 08:31 WIB
Mela Arnani,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fosil tengkorak manusia purba ditemukan di Goa Sterkfontein, Afrika Selatan. Empat tengkorak manusia purba ini berusia 3,4 juta hingga 3,6 juta tahun.

Peneliti mengatakan analisis terhadap fosil tersebut menunjukkan bahwa tengkorak manusia purba ini berusia satu juta tahun lebih tua dari dugaan sebelumnya.

Kenyataan ini mengguncang cara para peneliti dalam memahami asal usul dan evolusi manusia.

Informasi mengenai waktu penemuan tersebut membuat fosil Goa Sterkfontein lebih tua dari fosil Lucy juga dikenal sebagai Dinkinesh dari Ethiopia.

Ditemukan pada tahun 1979, Lucy mewakili spesies Australopithecus afarensis yang hidup 3,2 juta tahun lalu.

Fosil-fosil dari Afsel tersebut juga termasuk dalam genus Australopithecus, hominin purba yang awalnya diperkirakan hidup 2 juta hingga 2,6 juta tahun yang lalu.

Baca juga: Lewat Fosil Ini, Ahli Pahami Cara Manusia Purba Sembelih Mammoth

Untuk menentukan umur sedimen Goa Sterkfontein, di mana lokasi ditemukannya fosil tengkorak manusia purba ini, para peneliti menggunakan teknik baru yang merupakan bagian dari Situs Warisan Dunia UNESCO Cradle of Humankind, berjarak sekitar 50 Km barat laut Johannesburg.

Goa-goa yang termasuk dalam jaringan ini telah mengungkapkan detail tentang evolusi manusia dan lingkungan yang berlangsung sekitar 4 juta tahun.

Situs ini menjadi rumah bagi harta karun berupa fosil, membantu menceritakan kisah evolusi manusia, sebuah kisah yang tampaknya bergeser dengan setiap penemuan.

Sebuah studi baru yang merinci temuan tersebut diterbitkan di Prosiding National Academy of Sciences pada 26 Juni 2022.

Goa Sterkfontein terungkap pada tahun 1936, saat penemuan fosil Australopithecus dewasa pertama dilakukan oleh ahli paleontologi Dr. Robert Broom.

Sejak itu, ratusan fosil manusia purba Australopithecus telah ditemukan di sana, termasuk Little Foot terkenal yang hidup 3,67 juta tahun lalu.

Baca juga: Bagaimana Manusia Purba Membuat Api di Dalam Gua?

Adapun saat ini, Little Foot mewakili kerangka Australopithecus paling lengkap dan membantu mempelajari lebih lanjut tentang nenek moyang menusia yang mirip simpanse.

Penulis utama sturi Darryl Granger, profesor ilmu Bumi, atmosfer dan planet di Fakultas Sains Universitas Purdue menyampaikan, Strekfontein memiliki lebih banyak fosil Australopithecus dibandingkan tempat lain di dunia.

“Tetapi sulit untuk mendapatkan waktu yang tepat untuk Strekfontein. Orang-orang telah melihat fosil hewan yang ditemukan di dekatnya dan membandingkan usia bagian goa seperti flowstones dan mendapatkan rentang waktu yang berbeda," papar Granger.

Menurut dia, data yang dikumpulkan oleh timnya menunjukkan fosil-fosil sudah tua, jauh lebih tua dari dugaan para peneliti.

Para peneliti menentukan bahwa semua sedimen goa termasuk fosil Australopithecus berasal dari 3,4 juta-3,6 juta tahun lalu, yang menempatkannya pada awal era Australopithecus.

 

Baca juga: 12.000 Tahun Lalu, Manusia Purba Sudah Gunakan Alat Pancing Canggih Ini

Saat ini, fosil itu mendahului hominin lain di situs terdekat lebih dari satu juta tahun.

Banyak fosil Sterkfontein ditemukan di deposit terkaya fosil Australopithecus yang bisa dijumpai di mana pun di dunia.

Penelitian sebelumnya telah mengusulkan bahwa deposit tersebut mungkin berumur 2 juta tahun yang lalu, lebih muda dari asal genus Homo (Homo sapiens) yang pertama kali muncul sekitar 3 juta tahun lalu.

Hal ini menunjukkan bahwa Australopithecus tumpang tindih dengan anggota genus Homo, serta hominin bergigi besar yang disebut Paranthropus.

Berdasarkan pemikiran tersebut, sejauh ini para peneliti menyimpulkan bahwa Australopith Afrika Selatan merupakan keturunan dari spesies Afrika Timur, seperti Lucy dan anggota Australopithecus afarensis lainnya.

Baca juga: Manusia Purba yang Diduga sebagai Nenek Moyang Bangsa Indonesia

"Pasti ada nenek moyang yang lebih tua. Ini juga memberi lebih banyak waktu bagi spesies Afrika Selatan untuk berevolusi, dan membuka kembali diskusi tentang peran spesies Afrika Selatan menjadi hominin kemudian seperti Paranthropus," ujar Granger.

Direktur penelitian di goa dan profesor di Universitas Witwatersrand di Johannesburg Dominic Stratford mengungkapkan, menilai kembali usia Sterkfontein Australopith memiliki implikasi penting tentang bagaimana Afrika Selatan berperan dalam diversifikasi dan perluasan nenek moyang manusia purba.

Mengetahui usia sedimen

Untuk mengetahui sedimen, digunakan metode yang pertama kali dikembangkan pada pertengahan tahun 1990-an.

Saat ini metode itu masih digunakan oleh banyak peneliti di lapangan, yaitu nuklida kosmogenik, partikel radioaktif sangat langka yang dihasilkan di dalam butiran mineral oleh sinar kosmik yang datang dari luar angkasa.

Aluminium-26 dan berilium-10 adalah dua contoh nuklida kosmogenik, keduanya ditemukan dalam mineral kuarsa.

Baca juga: Periode Evolusi Bumi hingga Munculnya Manusia Purba

Aluminium-26 terbentuk ketika batu terkena sinar kosmik di permukaan bumi, tapi tidak bisa terjadi begitu berada di dalam goa.

"Pembusukan radioaktif mereka terjadi ketika batu-batu itu terkubur di goa saat jatuh di pintu masuk bersama dengan fosil-fosilnya," jelas Granger.

Sebelumnya, metode yang sama digunakan untuk menentukan umur fosil Little Foot.

Namun usia fosil Australopith lainnya di dalam Goa Sterkfontein telah diperdebatkan, terutama karena sistem goa dalam dan kompleks memiliki sejarah panjang pendudukan oleh hominin yang tinggal di daerah tersebut pada saat itu.

Lebih lanjut, Afrika Timur menjadi lokasi lain yang kaya dengan fosil hominin awal, dan banyak yang telah ditemukan di Great Rift Valley, di mana gunung berapi telah menciptakan lapisan abu yang lebih mudah untuk ditentukan tanggalnya.

Baca juga: Ahli Temukan Bukti Manusia Purba Neanderthal Gunakan Api untuk Buka Lahan

Hal yang sama tidak berlaku untuk goa-goa Afrika Selatan, di mana para peneliti harus mengandalkan penggunaan fosil hewan untuk membantu menentukan usia tulang lain yang dekat dengannya, atau batu aliran kalsit.

Ketika air mengalir di dinding atau lantai goa, dapat menyimpan lapisan seperti lembaran kalsit atau mineral karbonat lainnya.

Pertemuan sedimen goa merupakan proses yang rumit dan menjadi lebih sulit lagi karena batuan dan tulang bergeser dan berjatuhan dari lapisan yang berbeda di dalam goa.

Sedangkan flowstone yang lebih muda terkadang dapat ditemukan bercampur dengan sedimen yang lama.

Baca juga: 142.000 Tahun Lalu, Manusia Purba Gunakan Manik-manik untuk Komunikasi

Pada 2014, Granger membuat terobosan saat bekerja di Laboratorium Pengukuran Isotop Langka Purdue, dan dapat mengukur sejumlah kecil aluminium-26 dengan sangat akurat.

Peneliti mempelajari breksi, zat seperti beton di mana fosil tertanam, dan menggunakan metodenya untuk menentukan waktu baru fosil.

Para peneliti juga membuat peta deposit goa, menunjukkan beberapa darinya menjadi bercampur selama penggalian yang terjadi selama tahun 1930-an dan 1940-an.

"Dengan menggunakan metode ini, kita dapat lebih akurat menempatkan manusia purba dan kerabatnya dalam periode waktu yang tepat, di Afrika, dan di tempat lain di seluruh dunia," pungkas Granger.

Baca juga: Manusia Purba 200.000 Tahun Lalu Sudah Diami Dataran Tinggi Tibet

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com