Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waspada Omicron Siluman Berpotensi Sebabkan Penyakit Parah, Studi Jelaskan

Kompas.com - 23/02/2022, 16:02 WIB
Zintan Prihatini,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

Sumber CNN,WHO

KOMPAS.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa subvarian Omicron siluman yang dikenal sebagai BA.2, berpotensi menyebabkan penyakit parah.

Hal ini, kata WHO, didapatkan dari hasil studi pracetak di jurnal bioRxiv yang dilakukan peneliti di University of Tokyo, Jepang.

Mengutip laman resmi WHO, Selasa (22/2/2022) Kelompok Penasihat Teknis WHO tentang Evolusi Virus SARS-CoV-2 (TAG-VE) mengatakan studi di Jepang itu dilakukan terhadap hamster di laboratorium, yang tidak memiliki kekebalan terhadap virus.

Mereka menginfeksi hamster dengan subvarian BA.2 dan BA.1. Pada akhirnya, hewan yang terinfeksi BA.2 dilaporkan mengalami penyakit yang parah, dan fungsi paru-parunya memburuk.

Berdasarkan sampel jaringan, paru-paru hamster yang terinfeksi BA.2 mengalami kerusakan lebih parah dibandingkan hamster yang terinfeksi subvarian BA.1.

Para peneliti mencatat subvarian Omicron siluman kemungkinan memiliki kemampuan dalam menyebabkan penyakit serius, sama seperti varian Covid-19 sebelumnya termasuk Delta.

Seperti dilansir dari CNN, Sabtu (19/2/2022) peneliti studi dari University of Tokyo, Kei Sato menyatakan bahwa temuan ini membuktikan subvarian BA.2 tidak boleh dianggap sebagai strain Omicron dan harus terus dipantau.

Baca juga: WHO: Subvarian Omicron BA.2 yang Dikenal Varian Siluman Masuk Variant of Concern, Masyarakat Harus Waspada

"Seperti yang Anda ketahui, BA.2 disebut 'Omicron siluman'," papar Sato.

Subvarian Omicron baru ini tidak terdeteksi pada tes PCR sebagai S-gene target failure seperti pada varian Omicron.

Oleh sebab itu, harus dilakukan pemeriksaan whole genone sequencing (WGS) untuk mengidentifikasi varian virus corona ini.

"Menetapkan metode untuk mendeteksi BA.2 secara khusus akan menjadi hal pertama yang perlu dilakukan di berbagai negara," lanjut Sato.

Peninjau studi Omicron yang yang tidak terlibat dalam penelitian, ahli virus di Fakultas Kedokteran University of Washington, Deborah Fuller menuturkan kemungkinan akan ada penamaan ilmiah untuk Omicron siluman ini.

“Sepertinya kita mungkin melihat huruf Yunani baru di sini (kemungkinan subvarian BA.2 Omicron masuk daftar baru varian virus corona SARS-CoV-2),” jelas Fuller.

Di sisi lain, tim peneliti menilai, subvarian BA.2 mampu menembus antibodi orang yang telah divaksinasi Covid-19, sama seperti varian Omicron asli.

Virus Omicron siluman BA.2 ini juga tahan terhadap antibodi orang yang telah terinfeksi virus corona di awal pandemi, termasuk varian Alpha dan Delta.

Baca juga: Ini Beda Gejala Omicron dan Penyakit akibat Polusi Udara

Ilustrasi varian Omicron membawa banyak mutasi virus corona. Sama-sama variant of concern, bukti awal menunjukkan gejala dari varian Omicron sangat berbeda dengan varian Delta. Bahkan gejala varian Omicron lebih mirip pilek. Covid varian Omicron ini disebut lebih menular, baik dari virus aslinya maupun dari varian Delta. SHUTTERSTOCK/Corona Borealis Studio Ilustrasi varian Omicron membawa banyak mutasi virus corona. Sama-sama variant of concern, bukti awal menunjukkan gejala dari varian Omicron sangat berbeda dengan varian Delta. Bahkan gejala varian Omicron lebih mirip pilek. Covid varian Omicron ini disebut lebih menular, baik dari virus aslinya maupun dari varian Delta.

Kemudian, subvarian BA.2 hampir sepenuhnya resisten terhadap beberapa perawatan antibodi monoklonal.

Namun, antibodi dalam darah orang yang baru saja memiliki Omicron, tampaknya memiliki perlindungan terhadap BA.2, terutama setelah divaksinasi.

Studi terkait subvarian Omicron siluman

Selain studi dari Jepang, WHO juga meninjau data terkait tingkat keparahan klinis dari berbagai negara seperti Afrika Selatan, Inggris, dan Denmark. Sebab, wilayah ini memiliki tingkat kekebalan dari vaksinasi maupun infeksi alami yang tinggi.

Berbeda dengan hasil penelitian Sato dan timnya, laporan ini tidak menemukan perbedaan tingkat keparahan yang dilaporkan antara subvarian BA.2 dan BA.1.

Sejauh ini belum ada banyak data mengenai tingkat keparahan BA.2 di dunia nyata. Rawat inap juga dilaporkan terus menurun di negara-negara di mana subvarian BA.2 menyebar seperti Afrika Selatan dan Inggris.

Akan tetapi, di Denmark, subvarian BA.2 telah menjadi penyebab utama infeksi, rawat inap, dan kematian pasien.

Baca juga: Studi Ungkap Cerpelai Dapat Terinfeksi Omicron dan Menularkannya

Subvarian BA.2, setidaknya 30 sampai 50 persen lebih menular dibandingkan Omicron asli.

Omicron siluman ini juga telah terdeteksi di 74 negara dan 47 negara bagian Amerika Serikat (AS). Bahkan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) memperkirakan sekitar 4 persen orang Amerika mengalami infeksi Covid-19 yang disebabkan oleh BA.2.

WHO juga melaporkan subvarian Omicron siluman sudah menjadi strain dominan di 10 negara seperti Bangladesh, Brunei, China, Denmark, Guam, India, Motenegro, Nepal, Pakistan, dan Filipina.

Berdasarkan data transmisi, keparahan penyakit, infeksi ulang, diagnostik, terapi, serta efektivitas vaksin Covid-19, TAG-VE menegaskan bahwa subvarian BA.2 harus terus dianggap sebagai variant of concern.

Selain itu, mereka juga menetapkan subvarian ini harus dipantau secara intensif oleh otoritas kesehatan masyarakat di dunia.

"WHO akan terus memantau dengan cermat garis keturunan BA.2 sebagai bagian dari Omicron," kata WHO.

Terkait munculnya subvarian Omicron siluman ini, WHO pun meminta seluruh negara-negara di dunia untuk terus waspada, memantau dan melaporkan sekuensing, serta melakukan analisis independen dari garis keturunan Omicron yang berbeda.

Baca juga: Kemenkes: Kasus Positif Covid-19 Saat Ini Dianggap Omicron

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com