Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Karakter Covid-19 Lebih ke Arah Epidemi karena Lonjakan Berulang

Kompas.com - 24/02/2022, 09:02 WIB
Ellyvon Pranita,
Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan, karakter Covid-19 tampaknya tidak akan pernah menjadi endemi, dan berulang kali lonjakan kasusnya sebagai epidemi.

Hal ini disampaikan Dicky dalam update tinjauan epidemiologis pandemi Covid-19 kepada Kompas.com, Minggu (20/2/2022).

Infeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 ini dinilai Dicky Budiman tidak akan pernah menjadi endemi, karena tren kasusnya justru menunjukkan potensi Covid-19 sebagai penyakit epidemi.

"Jadi karakter asli dari Covid-19 ini cenderung lebih bersifat menyebabkan lonjakan-lonjakan kasus. Itulah yang disebut epidemi," kata Dicky kepada Kompas.com, Selasa (23/2/2022).

Untuk diketahui, endemi adalah penyakit yang muncul dan menjadi karakteristik di wilayah tertentu, misalnya penyakit malaria di Papua, dan Demam Berdarah Dengue (DBD). Penyakit ini akan selalu ada di daerah tersebut, namun dengan frekuensi atau jumlah kasus yang rendah.

Sedangkan, epidemi terjadi ketika suatu penyakit telah menyebar dengan cepat ke wilayah atau negara tertentu dan mulai memengaruhi populasi penduduk di wilayah atau negara tersebut.

Contoh penyaki epidemi sebelumnya yaitu flu burung (H5N1) di Indonesia pada tahun 2012, Virus Ebola di Republik Demokratik Kongo (DRC) pada 2019, SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) pada tahun 2003, dan penyakit Ebola di Negara Afrika.

Baca juga: Menebak Masa Depan Covid-19 di Indonesia, dari Pandemi Menjadi Epidemi

Menjelaskan soal Covid-19 menjadi epidemi, Dicky menerangkan bahwa, untuk menyebutkan suatu penyakit sebagai endemi, seharusnya infeksi atau penularannya sifatnya statis.

Suatu penyakit disebut endemi ketika angka reproduksinya 1 atau di bawah 1 (< 1). Dengan begitu, kasus infeksinya akan mendatar datanya, tidak mengalami lonjakan-lonjakan yang fluktuatif sifatnya.

Data statis endemi ini juga berdasarkan kesepakatan, entah itu 10, 50 atau berapa per kapita, dan itu diatur sesuai kesepakatan.

"Endemi itu bagaimana sesuai kesepakatan. Global akan memberikan panduan, misalnya 10 per kapita di anggap (penyakit) endemi dan terkendali, dan itu yang akan jadi patokan dan reproduksinya (penularannya) itu harus satu atau di bawah satu," jelasnya.

Dicky menegaskan bahwa sebenarnya endemi itu bukanlah suatu target yang harus dituju, karena itu nanti pasti ada saja yang mengalami keparahan dan harus di bawa ke ICU bahkan meninggal dunia.

Sedangkan, epidemi lebih ke hal yang menyerupai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena terjadi lonjakan-lonjakan pada fase-fase tertentu, mungkin 4-6 bulan sekali dan lain sebagainya.

"Dan sekarang (Covid-19) itu, epidemi namanya. Tapi, makin lama makin kecil gelombangnya," kata dia.

Baca juga: Belajar Melawan Stigma Pandemi Covid-19 dari Epidemi HIV di Indonesia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com