Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Indonesia Belum Hiperendemi Covid-19, Apa Maksudnya?

Kompas.com - 11/09/2021, 13:02 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan, Indonesia belum mengalami hiperendemi.

"Namanya hiperendemi, sebelumnya harus endemi dulu," ungkap Dicky dihubungi Kompas.com, Jumat (10/9/2021).

Dalam pemberitaan sebelumnya dijelaskan bahwa Indonesia dan negara-negara lainnya belum bisa disebut transisi dari pandemi ke endemi.

Ini karena syarat-syarat yang harus dipenuhi agar status pandemi dicabut masih belum terpenuhi.

Baca juga: Epidemiolog: Indonesia Masih Jauh untuk Transisi Pandemi ke Endemi, Ini yang Harus Dilakukan

"Berlangsungnya pandemi masih akan lama dan endemi juga masih lama," ungkap dia.

Dijelaskan Dicky, ketika nanti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status pandemi, tidak serta merta seluruh negara langsung berubah menjadi epidemi atau endemi.

Negara-negara yang ada di benua Australi dan Eropa kemungkinan bisa setelah pandemi akan langsung menjadi endemi karena situasi negaranya sudah terkendali.

Yang dimaksud dengan negara sudah terkendali setidaknya harus memenuhi beberapa syarat seperti berikut:

  • Test positivity rate sudah mencapai nol persen atau nol koma sekian persen.
  • Status kematian dan infeksi sudah dalam level terkendali. Misalnya angka infeksi hanya 10 per kapita atau angka kematian hanya satu per kapita.
  • Vaksinasi sudah mencapai 85 persen total seluruh penduduk

Dicky berkata, negara-negara yang nantinya mengalami endemi setelah pandemi dicabut, di dalam endemi ada yang disebut dengan hiperendemi.

"Hiperendemi adalah kasus infeksi yang terjadi pada hampir setiap golongan. Jadi reguler terjadi di semua usia," jelas dia.

Namun dia mengingatkan, hingga saat ini Indonesia masih belum berada di titik hiperendemi tersebut.

"Kalau saya melihat, hiperendemi ini kecil kemungkinan terjadinya," sambungnya.

Hal ini mengingat cepat atau lambat akan diadakan vaksinasi Covid-19 untuk anak berusia di bawah 12 tahun, setidaknya untuk 3 tahun ke atas.

Di sisi lain, banyak bukti mengatakan bahwa anak-anak secara umum kecil kemungkinan terinfeksi Covid-19 karena secara anatomi dan kekebalan tubuh lebih baik dibanding orang dewasa.

"Hal ini yang akan makin mengurangi risiko anak terpapar virus corona. Sehingga peluang hiperendemi jadi semakin mengecil," sambungnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com