KOMPAS.com- Pernyataan Ali Ridho Assegaf alias Babeh Aldo tentang gelombang pandemi Covid-19 akibat Omicron saat ini adalah pandemi polusi udara viral di media sosial. Namun, gejala Omicron berbeda dengan gejala penyakit pernapasan akibat polusi udara.
Dalam video tersebut, Babeh Aldo menyebut bahwa polusi udara yang didalamnya termasuk zat PM2.5 terus meningkat saat ini, dan itulah yang menyebabkan banyak warga di perkotaan Indonesia yang mengalami sakit serupa gejala Omicron yang banyak disebutkan.
"Pandemi ini kami tengari adalah pandemi polusi udara," kata Babeh Aldo dalam video tersebut.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Urip Haryoko menegaskan bahwa apa yang disampaian oleh Babeh Aldo soal hubungan gejala infeksi Omicron karena polusi udara itu tidak benar.
"Sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan adanya keterkaitan antara sebaran konsentrasi PM2.5 dan penularan Covid-19," kata Urip dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/2/2022).
Oleh karena itu, berikut perbedaan infeksi Covid-19 varian Omicron dan penyakit yang diakibatkan oleh polusi udara.
Baca juga: Gejala Omicron, Cara Menentukan, Waktu Tes, dan Perawatan Rumah Sakit...
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa orang yang terinfeksi Omicron dapat mempunyai berbagai gejala, tapi ada yang sama sekali tidak menunjukkan gejala tertentu.
Sebuah studi oleh aplikasi pelacak Zoe COVID yang berbasis di Inggris, gejala yang paling banyak dilaporkan untuk mayoritas pasien Omicron antara lain pilek, sakit tenggorokan, nyeri tubuh yang parah, kelelahan, dan sakit kepala parah.
Adapun gejala baru yang dikeluhkan pasien Omicron berkaitan dengan gejala gastrointestinal seperti diare, tidak nafsu makan, dan sakit perut.
Serta, terdapat lebih sedikit kasus dari infeksi Omicron mengalami gejala umum dari virus corona seperti batuk, demam, dan kehilangan penciuman.
Gejala Covid-19 Omicron yang bervariasi dari setiap orang kemungkinan besar bergantung pada status vaksinasi, kekebalan tubuh, penyakit penyerta atau komorbid dan lainnya.
Gejala penyakit akibat polusi udara, seperti penyakit gangguan pernapasan, berbeda dengan gejala Covid-19 Omicron.
Baca juga: Waspada Gejala Omicron pada Balita, Anak-anak, Dewasa, dan Lansia
Direktur Departemen Lingkungan, Perubahan Iklim dan Kesehatan WHO, Maria Neira dalam pemberitaan Kompas.com edisi 24 September 2021 mengatakan, polusi udara sebagai pembunuh senyap.
Di mana setiap tahunnya sekitar 7 juta kematian di seluruh dunia disebabkan oleh paparan udara kotor dari luar dan di dalam rumah.
“Polusi udara menjadi ancaman lingkungan terbesar bagi kesehatan. Dengan mengurangi kadar polusi udara, negara-negara di dunia dapat mengurangi risiko penyakit stroke, jantung, kanker paru, PPOK, pneumonia, dan asma," jelasnya.
WHO memperkirakan bahwa jutaan kematian disebabkan oleh efek polusi udara, terutama dari penyakit tidak menular.
Baca juga: BMKG Bantah Pernyataan Babe Aldo Soal Pandemi Covid-19 Omicron Ini Pandemi Polusi Udara
Sebab, cenderung dampak bagi kesehatannya tidak bisa dirasakan langsung, melainkan penyakit yang dirasakan timbul setelah lamanya waktu terpapar polusi udara buruk tersebut.
Bagian dari polusi udara bukan hanya PM2.5 saja, tetapi ada banyak. Dampak dari polusi udara terhadap kesehatan manusia dapat dibedakan berdasarkan polutan masing-masing.
1. Polutan partikel
Polutan partikel adalah bagian utama dari polusi udara. Partikel ini merupakan partikel-partikel kecil seperti debu.
Kebanyakan partikel polutan terbentuk di daerah perkotaan akibat pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas industri.
Partikel yang berukuran kurang dari 10 mikron, atau yang disebut PM10, berisiko menyebabkan permasalahan pernapasan, termasuk Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA).
Baca juga: Ini Gejala Omicron dari yang Ringan hingga Berat
Sementara, partikel yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron atau yang disebut PM2.5 berisiko menyebabkan berbagai penyakit berikut.
2. Karbon hitam
Karbon hitam adalah sisa pembakaran diesel, kayu, dan arang. Terpapar karbon hitam dalam periode yang panjang meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, hipertensi, asma, bronkitis, dan kanker.
3. Nitrogen oksida dan nitrogen dioksida
Kedua gas tersebut paling banyak dihasilkan oleh kendaraan bermotor. Paparan dalam konsentrasi tinggi bisa menyebabkan asma dan penyakit jantung.
Baca juga: Kenali 5 Ciri-ciri Gejala Omicron yang Paling Banyak Dikeluhkan Pasien
4. Ozon
Ozon sebenarnya terdapat di atmosfer dan berfungsi melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet. Namun, jika ozon berada terlalu rendah dan terhirup manusia, ini bisa membahayakan.
Ozon menyebabkan nyeri dada, batuk, dan radang tenggorokan.
5. Sulfur dioksida
Sulfur dioksida dihasilkan dari batu bara, pengolahan logam, dan mesin kapal. Sulfur dioksida menyebabkan iritasi mata, memperburuk asma, dan meningkatkan risiko terjadinya gangguan kardiovaskular.
6. Karbon dioksida
Karbon dioksida disebut juga dengan CO2. Adanya CO2 yang berlebih di udara dapat mengakibatkan terjadinya sesak napas dan memicu kambuhnya asma.
Baca juga: Begini Gejala Omicron pada Lansia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.