Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti Temukan 25.000 Ton Sampah Medis Terapung di Lautan akibat Pandemi Covid-19

Kompas.com - 10/11/2021, 16:03 WIB
Zintan Prihatini,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi terbaru mengungkapkan, selama pandemi Covid-19, lebih dari 25.000 ton sampah medis di dalam laut.

Melansir The Guardian, Senin (8/11/2021) para peneliti menyebut, bahwa sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik, terdiri dari alat pelindung diri atau APD seperti masker dan sarung tangan banyak ditemukan terapung di lautan.

Sebab, negara-negara yang membuang sampah APD tersebut dinilai tidak memiliki sistem pengelolaan yang optimal.

Sementara itu, dalam beberapa tahun terakhir sebagian dari sarung tangan plastik dan alat pelindung diri banyak yang terdampar di Kutub Utara.

Baca juga: Sampah Plastik di Laut Bikin Kelomang Tak Bisa Kenali Makanannya

Menurut laporan yang dipublikasikan di jurnal PNAS Senin lalu ini, sejak awal pandemi Covid-19 diperkirakan sebanyak 8,4 juta ton sampah medis di lautan dihasilkan dari 193 negara.

“Pandemi Covid-19 telah menyebabkan peningkatan permintaan plastik sekali pakai yang mengintensifkan tekanan pada masalah sampah plastik global yang sudah tidak terkendali,” kata penulis studi, Yiming Peng serta rekannya Peipei Wu dari Universitas Nanjing.

Plastik yang dibuang dapat diangkut menuju laut, bertemu dengan hewan laut, dan berpotensi menyebabkan cedera atau bahkan kematian (pada hewan laut),” tambah mereka.

Di sisi lain, sebuah penelitian yang terbit bulan Maret lalu mempresentasikan kasus pertama seekor ikan yang terperangkap dalam sarung tangan medis. Ikan itu ditemukan selama dilakukannya pembersihan kanal di Leiden, Belanda.

Kemudian, masker pelindung PFF-2 ditemukan di perut penguin Magellan yang mati di Brazil.

Para ilmuwan memperkirakan, bahwa pada akhir abad ini hampir semua plastik akibat pandemi akan berakhir di dasar laut atau di pantai.

Studi yang dilakukan di China juga menemukan, bahwa 46 persen sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik berasal dari Asia, karena tingginya tingkat pemakaian masker oleh penduduk Asia.

Lalu diikuti oleh Eropa dengan persentase sebanyak 24 persen, Amerika Utara, dan Amerika Selatan yang mencapai 22 persen.

Peng dan Wu mengatakan penelitian mereka menunjukkan, sebanyak 87,4 persen dari jumlah limbah tersebut berasal dari rumah sakit, bukan dari penggunaan individu.

Penggunaan APD oleh individu hanya menyumbang 7,6 persen dari total, sedangkan kemasan dan alat uji masing-masing menyumbang 4,7 persen dan 0,3 persen saja.

“Sebagian besar plastik berasal dari limbah medis yang dihasilkan oleh rumah sakit lebih banyak dibandingkan peralatan perlindungan pribadi maupun bahan paket belanja online,” tulis mereka.

Baca juga: LIPI Kembangkan Metode Kristalisasi untuk Mengelola Sampah Medis

 

Ilustrasi sampah masker Ilustrasi sampah masker

Kondisi ini tentu menimbulkan masalah jangka panjang bagi lingkungan laut dan terutama terakumulasi di pantai atau sedimen pesisir.

Sejak awal pandemi Covid-19 hingga bulan Agustus tahun ini, tercatat ribuan ton masker, sarung tangan, alat uji, dan pelindung wajah yang tersebar di lautan. Sampah-sampah tersebut diangkut dari 369 sungai di berbagai negara.

Salah satunya adalah sungai Shatt al-Arab di Irak yang membawa 5.200 ton limbah APD ke laut. Sungai Indus di Tibet Barat yang membawa 4.000 ton sampah, serta sungai Yangtze di Cina yang mengirimkan 3.700 ton sampah plastik.

Baca juga: Cara Membuang Sampah Masker Sekali Pakai Menurut Kemenkes

Sedangkan di Eropa, sungai Danube tercatat membawa sampah pandemi plastik paling banyak ke laut, sebanyak 1.700 ton.

Para peneliti menyebut, penemuan ini menyoroti sungai dan daerah aliran sungai yang memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaan sampah plastik.

“Kami menemukan dampak jangka panjang dari pelepasan limbah terkait pandemi di lautan global. Pada akhir abad ini, model tersebut menunjukkan bahwa hampir semua plastik terkait pandemi berakhir di dasar laut (28,8 persen) atau pantai (70,5 persen)," tambah mereka dalam studi.

Lebih lanjut, mereka mengatakan, temuan sampah medis di lautan ini menunjukkan, bahwa pengelolaan limbah medis yang lebih baik diperlukan di wilayah episentrum pandemi, terutama di negara-negara berkembang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com