Meskipun demikian, mekanisme deteksi pasiennya diubah sesuai dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini dan berlaku di semua kategori daerah endemitas malaria.
Kader yang tadinya bisa mengunjungi rumah-rumah penduduk secara aktif atau langsung, tetapi saat ini sifatnya masih pasif yang artinya menunggu kalau ada pasien yang datang saja.
Selain itu, juga dikarenakan adanya kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) membuat terbatasnya pergerakan oleh seluruh elemen masyarakat, termasuk untuk kader dan pasien malaria ini.
Adapun kegiatan lainnya selain mulai bergeraknya kader malaria adalah pembagian kelambu.
Baca juga: Hadapi Pandemi Corona, Pemerintah Juga Fokus ke Eliminasi Malaria 2030
Nadia berkata, untuk pembagian kelambu massal tentu diatur dengan memperhatikan protokol pencegahan Covid-19.
"Artinya, tidak bergerombol dan kalaupun berkumpul dibatasi jumlahnya dan diatur waktunya dan tidak lebih dari 5-10 orang per hari," jelasnya.
Nadia berkata, pelaksanaan penanganan pasien malaria di wilayah endemis tinggi malaria perlu melakukan pemeriksaan terhadap Covid-19 sekaligus malaria.
Baca juga: Gejalanya Mirip, Begini Prosedur Diagnosis Malaria di Tengah Pandemi Corona
Pemeriksaan Covid-19 bisa dilakukan dengan rapid test ataupun tes laboratorium PCR. Sementara itu, pemeriksaan darah malaria dilakukan dengan RDT.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk semua pasien, termasuk pada orang tanpa gejala asimtomatik Covid-19 maupun simtomatik Covid-19.
Bahkan di daerah fokus malaria dan eliminasi malaria, maka screening malaria dilakukan pada orang yang mempunyai gejala malaria atau indikasi tertular malaria.
"Sekaligus di (Papua) daerah endemis tinggi (malaria) dilakukan pemeriksaan screening Covid-19 dan malaria," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.