Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Paksa Warga Robohkan Rumah demi IKN Dianggap Hidupkan Lagi 'Domein Verklaring'

Kompas.com - 13/03/2024, 14:07 WIB
Muhdany Yusuf Laksono

Penulis

KOMPAS.com - Sekitar 200 warga di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, mendapatkan surat dari Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN).

Isi surat tertanggal 4 Maret 2024 itu meminta agar warga segera membongkar bangunan yang tidak sesuai dengan ketentuan tata ruang IKN dan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal ini, Otorita IKN memberikan batas waktu selama 7 hari agar warga segera angkat kaki dari tanah yang telah ditinggali selama puluhan tahun.

Herdiansyah Hamzah, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kalimantan Timur mengatakan, surat tersebut mayoritas diberikan kepada warga di Desa Pemaluan.

"Surat yang tertanggal 4 Maret 2024 itu sebenarnya tidak hanya menyasar warga di Pemaluan saja, kalau informasi dan keterangan yang dihimpun kawan-kawan di lapangan, itu juga menyasar warga di daerah lain, Sukaraja, Bumi Harapan, dan lain sebagainya," ujarnya dalam webinar pada Rabu (13/03/2024).

Akan tetapi, surat tersebut belakangan dibantah oleh pihak Otorita IKN, dan juga telah ditarik dari para warga yang menerimanya.

"Kami merasa bahwa (penarikan) surat itu hanya menunda-nunda saja proses eksekusi terhadap upaya paksa pembongkaran rumah-rumah warga, substansi pokoknya adalah bagaimanapun upaya untuk meminta warga angkat kaki dari tanahnya sendiri, pembongkaran rumah-rumah warga, itu pasti akan dilakukan, ini hanya soal waktu saja," terangnya.

Baca juga: Cerita Soal Ratusan Warga Diminta Robohkan Rumahnya demi Proyek IKN

Menurut dia, landasan pengusiran warga ialah Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2022 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Ibu Kota Nusantara.

Sementara, dalam pembuatan Perpres tersebut dinilai tidak memiliki basis pendataan warga dan tidak ada partisipasi warga yang memadai.

"Jadi kami di koalisi berdiskusi dan berkesimpulan, Perpres yang dijadikan sebagai dasar itu cacat secara prosedural dan material karena kita mesti melihat dan menghargai keberadaan warga sudah ada lebih dulu di sana," tandasnya.

Pembongkaran bangunan secara paksa dengan dalih tidak berizin terhadap tanah-tanah masyarakat yang telah dikuasai warga jauh sebelum rencana pembangunan IKN dinilai merupakan bentuk menghadirkan lagi cara-cara penjajah Belanda menguasai tanah-tanah rakyat melalui konsep 'domein verklaring'.

Di mana domein verklaring menyatakan bahwa barangsiapa yang tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan atas tanah maka tanah menjadi tanah pemerintah.

"Warga yang tidak memiliki sertifikat tanah, tidak memiliki basis alas hak, dianggap tidak memiliki akses terhadap tanah itu, itu kan konsep zaman penjajahan yang kerap kalau kita sebut domein verklaring," katanya.

KMS Kalimantan Timur juga menganggap yang dilakukan Otorita IKN dengan mengirim surat kepada ratusan warga untuk membongkar rumahnya merupakan bentuk intimidasi dan perampasan tanah.

Hal itu juga mengingatkan kembali dengan masa orde baru Presiden Soeharto yang otoritarian dan gemar menggusur tanah warga atas nama pembangunan.

"Bagi kami ini sangat lucu, kalau warga diminta angkat kaki dari tanahnya sendiri, tapi pada saat yang bersamaan justru pemerintah permisif terhadap pemodal asing, permisif terhadap investasi," tutup Herdiansyah Hamzah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com