Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Minta Masukan Soal Pra-desain Istana Negara, Ini Suara Para Arsitek Profesional

Kompas.com - 03/04/2021, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

Tidak taat proses 

Sebelumnya, desain awal istana negara berbentuk burung garuda karya Nyoman Nuarta heboh diperbincangkan publik seturut Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengunggahnya dalam akun IGTV pada Maret 2021.

Kontan, rancangan ini menuai reaksi pro dan kontra dari masyarakat. Banyak yang menilai desain ini tidak kontekstual dan ketinggalan zaman. 

Tak kurang dari lima asosiasi profesional, yakni Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Landskap Indonesia (IALI), Ikatan Ahli Perancangan Wilayah dan Kota (IAP), dan Green Building Council Indonesia (GBCI), menyampaikan kritik tajam.

Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) I Ketut Rana Wiarcha mengatakan, bangunan istana negara yang berbentuk burung garuda atau burung yang menyerupai garuda merupakan simbol yang di bidang arsitektur tidaklah mencirikan kemajuan peradaban bangsa Indonesia di era digital.

"Sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban bangsa, terutama di era digital, dan era bangunan emisi rendah dan pasca-Covid-19 (new normal)," kata Rana dalam pernyataan sikap yang diterima Kompas.com, Minggu (28/3/2021).

Baca juga: Penjelasan Bappenas atas Rancangan Istana Negara Burung Garuda

Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Ikatan Ahli Perencanaan Kota (IAP) Bernardus Djonoputro menganggap rancangan istana negara karya pematung asal Bali tersebut sebagai sinkretisme langgam modern dan zaman Kerajaan Hayam Wuruk.

Lepas dari itu, Bernie menilai bahwa terpilihnya rancangan burung garuda, meski disebut Jokowi masih dalam tahap pra-desain, telah menyalahi proses yang seharusnya ditaati para pihak yang terlibat.

Termasuk PPN/Bappenas dan Kementerian PUPR. Padahal, sebagai penyelenggara, pemerintah harus taat proses. Ada sejumlah aturan yang harus dijalankan yang justru malah "dilongkap-longkap".

Proses yang tidak dijalankan itu termasuk pembentukan payung hukum. Hingga saat ini, Undang-Undang (UU) tentang Ibu Kota Negara (IKN) belum terbentuk. 

"Karena UU IKN belum ada, pijakan masterplan-nya apa? Di aturan tata ruang kita, tidak ada masterplan," tutur Bernie.

Pra-desain Istana Negara di Ibu Kota Negara (IKN) baru, karya I Nyoman Nuarta.Youtube Pra-desain Istana Negara di Ibu Kota Negara (IKN) baru, karya I Nyoman Nuarta.
Celakanya, lanjut Bernie, Pemerintah dan kementerian lain selain PPN/Bappenas, belum mengetahui apa isi masterplan IKN. Terlebih lagi, kalangan profesional, akademisi, kampus, dan awam (masyarakat).

Proses lainnya yang diabaikan adalah pembentukan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional yang belum direvisi untuk mengadopsi IKN. 

Senyampang RTRW Pulau Kalimantan, RTRW Kalimantan Timur, RTRW Kutai Kertanegara, RTRW Penajam Passer Utara, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) IKN, dan RDTR Kawan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP).

"Semua itu belum dibuat," sebut Bernie.

Baca juga: Nyoman Nuarta Buka Suara, Ini Kronologi Rancangan Istana Negara Burung Garuda

Tiba-tiba, bagai petir di siang bolong, sayembara gagasan desain kawasan IKN digelar. Padahal masterplan dan lokasi IKN belum final alias masih diraba-raba.

Dengan demikian, "Nagara Rimba Nusa" yang memenangi sayembara gagasan desain kawasan IKN tidak ada dalam tata ruang manapun. Apalagi jika bicara sang burung garuda.

Jelas, kata Bernie, ini adalah pengabaian terhadap regulasi sebelumnya yang sudah ada bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota, harus mengacu pada RTRWN.

"Itulah aturannya. Kami, asosiasi profesi yang melaksanakannya, patuh, dan jadi mitra pemerintah untuk menegakkan dan menguatkan proses guna menghasilkan karya yang berkualitas," urai Bernie.

Lepas dari itu, Bernie masih memafhumi, ketika desain bangunan-bangunan IKN sudah dibuat selama tampilan visualnya cantik-cantik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com