Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Forest City, "Kota Hantu" Buatan China di Malaysia

Kompas.com - 21/12/2023, 14:00 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Di pusat perbelanjaan yang sengaja dibangun untuk penghuni Forest City, banyak toko dan restoran yang tutup. Beberapa unit bahkan hanya berupa tempat konstruksi yang kosong.

Di tengah kesepian, sebuah kereta mainan anak-anak berputar tiada henti mengelilingi mal dan memutar lagu “Kepala, pundak, lutut, kaki” dalam bahasa Mandarin berulang-ulang.

Di sebelah mal, di ruang pameran Country Garden, terdapat model kota besar yang menunjukkan seperti apa Forest City begitu proyek tuntas.

Ada dua staf yang terlihat bosan sedang duduk di kios penjualan. Papan di atas mereka bertuliskan: "Forest City, Tempat Kebahagiaan Tidak Pernah Berhenti".

Sejauh ini, bagian paling menarik dari area ini adalah status bebas-cukainya. Di pantai, Anda akan melihat tumpukan botol-botol minuman bekas.

Ketika malam tiba, Forest City menjadi gelap gulita. Masing-masing blok apartemen memiliki ratusan unit apartemen, tetapi tidak lebih dari setengah lusin yang lampunya menyala. Sulit untuk percaya siapa pun bisa hidup di sini.

“Tempat ini menakutkan,” ucap Joanne Kaur, salah satu dari sedikit penghuni yang saya temui. “Bahkan pada siang hari, kalau Anda keluar dari pintu depan koridornya gelap.”

Joanne dan suaminya tinggal di lantai 28 salah satu menara. Mereka satu-satunya yang tinggal di lantai itu. Seperti Nazmi, mereka adalah penyewa dan, sama seperti Nazmi, mereka berencana untuk angkat kaki secepat mungkin.

“Saya merasa kasihan sama orang-orang yang benar-benar berinvestasi dan membeli unit di sini,” ujarnya. “Kalau Anda Google ‘Forest City’, tidak seperti yang Anda lihat di sini sekarang.

“Ini seharusnya menjadi sebuah proyek yang dijanjikan kepada orang-orang, tetapi tidak seperti itu kenyataannya,” tambah Joanne.

Berbicara kepada orang-orang di China yang membeli unit di Forest City tidaklah mudah. BBC berhasil menghubungi beberapa pemilik secara tidak langsung, tetapi mereka tidak mau berkomentar, bahkan secara anonim.

Meski demikian, media sosial menawarkan sejumlah bukti anekdot.

Di bawah sebuah unggahan yang mengelu-elukan proyek pengembangan ini, satu pembeli dari Provinsi Liaoning berkata: “Ini sangat menyesatkan. Forest City saat ini adalah kota hantu. Sama sekali tidak ada orang. Jauh dari perkotaan, dan fasilitas hidup tidak lengkap, dan susah pergi ke mana-mana tanpa mobil”.

Komentar-komentar lain bertanya bagaimana mereka bisa mendapatkan uang kembali dari properti mereka. Salah satu dari mereka bilang: “Harga unit saya sangat anjlok, saya tidak mampu berkata apa-apa.”

Baca juga: Kenapa di Malaysia Banyak Orang China dan Pakai Nama Asli? Ini Sejarahnya...

Susah dijual

Rasa frustasi seperti ini dirasakan di seluruh China, di mana pasar properti sedang kacau.

Setelah tahun demi tahun para pengembang berduyun-duyun meminjam uang, pemerintah mengkhawatirkan terbentuknya gelembung dan menerapkan pembatasan ketat pada 2021.

“Rumah-rumah adalah untuk ditinggali, bukan spekulasi” adalah mantra pemimpin China Xi Jinping.

Sebagai konsekuensi dari tindakan-tindakan ini, perusahaan-perusahaan raksasa pun kehabisan uang untuk menyelesaikan proyek-proyek besar.

Pada Oktober, Country Garden terpaksa melepas dua proyek di Australia, menjual dua proyek yang belum tuntas di Melbourne dan satu lagi di Sydney.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com