Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Forest City, "Kota Hantu" Buatan China di Malaysia

Kompas.com - 21/12/2023, 14:00 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Penulis: Nick Marsh/BBC Indonesia, Koresponden bisnis Asia melaporkan dari Malaysia

FOREST CITY, KOMPAS.com - “Saya berhasil keluar dari tempat ini,” ujar Nazmi Hanafiah seraya tertawa dengan sedikit gugup.

Setahun yang lalu, insinyur IT itu pindah ke Forest City, kompleks perumahan luas buatan China di Johor, Malaysia. Dia menyewa flat satu kamar di menara apartemen yang menghadap lautan.

Enam bulan kemudian, dia tidak tahan lagi. Dia tidak mau tinggal di tempat yang dijulukinya “kota hantu.”

Baca juga: Kisah Unik Desa Bernama Fucking di Austria yang Terpaksa Ganti Nama

“Saya tidak peduli akan deposit saya, saya tidak peduli tentang uang. Saya hanya harus keluar,” ujarnya.

Kami mengajak Nazmi untuk bertemu di blok menara di Forest City--tempat dia dulu tinggal.

“Bulu kuduk saya berdiri kembali ke sini,” tuturnya. “Sepi rasanya di sini - hanya Anda dan pikiran-pikiran Anda.”

Pengembang properti terbesar China, Country Garden, meluncurkan megaproyek Forest City yang bernilai 100 miliar dollar AS (Rp 1.536 triliun)--di bawah kerangka "Inisiatif Sabuk dan Jalan"--pada 2016.

Saat itu, ledakan properti China sedang di puncaknya. Para pengembang meminjam uang dalam jumlah besar untuk membiayai proyek baik di dalam maupun luar negeri untuk konsumen kelas menengah.

Di Malaysia, rencana Country Garden adalah membangun kota metropolis ramah lingkungan yang menghadirkan lapangan golf, taman tirta, perkantoran, bar-bar dan restoran-restoran. Country Garden berkata, Forest City akan menjadi rumah bagi hampir satu juta orang.

Delapan tahun berlalu, proyek ini menjadi simbol pengingat bahwa Anda tidak perlu tinggal di China untuk merasakan efek krisis properti di negara tersebut.

Saat ini, hanya 15 persen dari keseluruhan proyek telah dibangun da berdasarkan perkiraan terkini lebih dari 1 persen saja dari total pembangunan sudah dihuni.

Kendati menghadapi utang lebih dari 200 miliar dollar AS (Rp 3,1 kuadriliun), Country Garden mengatakan kepada BBC mereka “optimistis” rencana keseluruhan dapat dirampungkan.

Baca juga: Penyebab Krisis Properti di China dan Kenapa Bisa Bahayakan Dunia

"Seram di sini"

Forest City digadang-gadang sebagai “surga impian bagi seluruh umat manusia.” Namun kenyataannya, proyek ini ditujukan kepada pasar domestik China, terutama orang-orang yang ingin punya rumah kedua di luar negeri. Harga jual apartemen jauh di atas kocek orang-orang Malaysia pada umumnya.

Untuk pembeli China, properti ini dapat menjadi investasi yang bisa disewakan ke orang lokal Malaysia, seperti Nazmi, atau digunakan sebagai rumah untuk berlibur.

Perusahaan Country Garden asal China membayangkan Forest City akan tampak seperti gambar ini.COUNTRY GARDEN via BBC INDONESIA Perusahaan Country Garden asal China membayangkan Forest City akan tampak seperti gambar ini.
Kenyataannya, lokasi Forest City yang terisolasi--dibangun di atas pulau-pulau reklamasi yang jauh dari kota utama terdekat Johor Baru--membuat calon-calon penyewa hilang selera dan "Kota Hutan" pun memperoleh julukan lokal: "Kota Hantu".

“Jujur saja, tempat ini mencekam,” ucap Nazmi. “Saya punya ekspektasi tinggi untuk tempat ini, tetapi pengalamannya begitu buruk. Tidak ada yang bisa dilakukan di sini.”

Forest City jelas-jelas mengeluarkan atmosfer yang aneh--rasanya seperti resor liburan yang diabaikan.

Di sebuah pantai yang sepi, ada arena bermain anak-anak yang sudah usang, mobil antik karatan, dan seolah disengaja, ada “tangga buntu” terbuat dari beton putih. Ada pula tanda larangan berenang karena ada buaya.

Di pusat perbelanjaan yang sengaja dibangun untuk penghuni Forest City, banyak toko dan restoran yang tutup. Beberapa unit bahkan hanya berupa tempat konstruksi yang kosong.

Di tengah kesepian, sebuah kereta mainan anak-anak berputar tiada henti mengelilingi mal dan memutar lagu “Kepala, pundak, lutut, kaki” dalam bahasa Mandarin berulang-ulang.

Di sebelah mal, di ruang pameran Country Garden, terdapat model kota besar yang menunjukkan seperti apa Forest City begitu proyek tuntas.

Ada dua staf yang terlihat bosan sedang duduk di kios penjualan. Papan di atas mereka bertuliskan: "Forest City, Tempat Kebahagiaan Tidak Pernah Berhenti".

Sejauh ini, bagian paling menarik dari area ini adalah status bebas-cukainya. Di pantai, Anda akan melihat tumpukan botol-botol minuman bekas.

Ketika malam tiba, Forest City menjadi gelap gulita. Masing-masing blok apartemen memiliki ratusan unit apartemen, tetapi tidak lebih dari setengah lusin yang lampunya menyala. Sulit untuk percaya siapa pun bisa hidup di sini.

“Tempat ini menakutkan,” ucap Joanne Kaur, salah satu dari sedikit penghuni yang saya temui. “Bahkan pada siang hari, kalau Anda keluar dari pintu depan koridornya gelap.”

Sebagian besar toko tutup di mal Forest City.AFP via BBC INDONESIA Sebagian besar toko tutup di mal Forest City.
Joanne dan suaminya tinggal di lantai 28 salah satu menara. Mereka satu-satunya yang tinggal di lantai itu. Seperti Nazmi, mereka adalah penyewa dan, sama seperti Nazmi, mereka berencana untuk angkat kaki secepat mungkin.

“Saya merasa kasihan sama orang-orang yang benar-benar berinvestasi dan membeli unit di sini,” ujarnya. “Kalau Anda Google ‘Forest City’, tidak seperti yang Anda lihat di sini sekarang.

“Ini seharusnya menjadi sebuah proyek yang dijanjikan kepada orang-orang, tetapi tidak seperti itu kenyataannya,” tambah Joanne.

Berbicara kepada orang-orang di China yang membeli unit di Forest City tidaklah mudah. BBC berhasil menghubungi beberapa pemilik secara tidak langsung, tetapi mereka tidak mau berkomentar, bahkan secara anonim.

Meski demikian, media sosial menawarkan sejumlah bukti anekdot.

Di bawah sebuah unggahan yang mengelu-elukan proyek pengembangan ini, satu pembeli dari Provinsi Liaoning berkata: “Ini sangat menyesatkan. Forest City saat ini adalah kota hantu. Sama sekali tidak ada orang. Jauh dari perkotaan, dan fasilitas hidup tidak lengkap, dan susah pergi ke mana-mana tanpa mobil”.

Komentar-komentar lain bertanya bagaimana mereka bisa mendapatkan uang kembali dari properti mereka. Salah satu dari mereka bilang: “Harga unit saya sangat anjlok, saya tidak mampu berkata apa-apa.”

Baca juga: Kenapa di Malaysia Banyak Orang China dan Pakai Nama Asli? Ini Sejarahnya...

Susah dijual

Rasa frustasi seperti ini dirasakan di seluruh China, di mana pasar properti sedang kacau.

Setelah tahun demi tahun para pengembang berduyun-duyun meminjam uang, pemerintah mengkhawatirkan terbentuknya gelembung dan menerapkan pembatasan ketat pada 2021.

“Rumah-rumah adalah untuk ditinggali, bukan spekulasi” adalah mantra pemimpin China Xi Jinping.

Sebagai konsekuensi dari tindakan-tindakan ini, perusahaan-perusahaan raksasa pun kehabisan uang untuk menyelesaikan proyek-proyek besar.

Pada Oktober, Country Garden terpaksa melepas dua proyek di Australia, menjual dua proyek yang belum tuntas di Melbourne dan satu lagi di Sydney.

Faktor-faktor politik lokal juga menyumbang situasi terkini di Forest City.

Pada 2018, Perdana Menteri Malaysia saat itu Mahathir Mohamad membatasi visa untuk pembeli-pembeli asal China, menyuarakan keberatannya akan “kota yang dibangun untuk orang asing”.

Beberapa analis juga mempertanyakan kebijaksanaan pembangunan megaproyek di negara dengan situasi politis dan ekonomi yang tidak menentu.

Pemerintahan Malaysia saat ini mendukung proyek Forest City tetapi, bagi calon pembeli, tidak jelas berapa lama hal ini akan berlangsung dan sejauh mana.

Isu-isu lain yang di luar dugaan, seperti pembatasan perjalanan karena Covid dan pengaturan-pengaturan mengenai berapa banyak uang yang warga China boleh keluarkan di luar negeri, dinilai menghambat proyek-proyek luar negeri yang diluncurkan perusahaan raksasa seperti Country Garden.

“Saya rasa mereka barangkali memaksakannya agak terlalu jauh, terlalu cepat,” kata Tan Wee Tiam dari Konsultan Properti Internasional KGV. “Sebelum meluncurkan proyek yang sangat ambisius seperti ini, pelajaran pentingnya adalah pastikan Anda punya arus kas yang cukup.

Perusahaan real estat yang paling berutang di dunia, Evergrande, menghadapi sidang likuidasi di pengadilan Hong Kong baru-baru ini.

Pada akhirnya, perusahaan China ini diberikan waktu penangguhan enam minggu untuk menyetujui rencana pembayaran kembali bersama dengan para kreditornya sesuai kata hakim yang menunda sidang untuk ketujuh kalinya.

Suasana sepi di Forest City.AFP via BBC INDONESIA Suasana sepi di Forest City.
Country Garden berkeras situasi saat ini di pasar properti China hanyalah “kebisingan” dan proyek mereka di Malaysia “berjalan sebagaimana mestinya.”

Mereka juga mengatakan, rencana-rencana untuk memasukkan Forest City ke dalam zona ekonomi khusus antara Malaysia dan negara tetangga Singapura menunjukkan proyek tersebut “aman dan stabil”.

Namun, tanpa akses ke pendanaan, susah untuk melihat bagaimana proyek-proyek seperti Forest City dapat diselesaikan atau bagaimana ini dapat menggaet orang untuk tinggal di sana dalam waktu dekat. Pada saat ini, properti buatan China sulit dijual, versi ringannya.

“Ini seperti situasi ayam dan telur,” tutur Eveline Danubrata dari REDD Intelligence Asia. “Pengembang biasanya bertopang kepada pra penjualan untuk membantu pendanaan konstruksi.”

“Tetapi pembeli-pembeli tidak akan menaruh uang kalau mereka tidak yakin mereka akan memperoleh kunci apartemen.”

Baca juga: 60 Persen Spesies Bunga Bangkai Rafflesia Terancam Punah, Kisah Sukses Indonesia Disorot

Ambisi dan realita

Bicara tentang krisis properti China, Forest City adalah contoh klasik ambisi versus realita. Beberapa faktor lokal mungkin berkontribusi kepada situasi sekarang, tetapi ini adalah bukti bahwa membangun puluhan ribu apartemen di antah-berantah tidak cukup untuk meyakinkan orang-orang untuk tinggal di sana.

Pada akhirnya, nasib Forest City--dan ratusan proyek di seluruh penjuru China--bergantung kepada Pemerintah China.

Bulan lalu, ada laporan-laporan bahwa Country Garden telah dimasukkan ke dalam daftar awal pengembang-pengembang yang akan menerima bantuan finansial dari Pemerintah China--namun sejauh apa dukungan itu masih belum jelas.

Orang-orang seperti Nazmi sepertinya tidak akan kembali: “Saya benar-benar akan memilih dengan lebih hati-hati lain kali,” ujarnya. “Tapi saya senang saya meninggalkan tempat ini, sekarang saya mendapatkan hidup saya kembali.”

Baca juga: Kisah Toko Bunga yang Tetap Buka di Kota Hantu Ukraina

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com