BOGOR, KOMPAS.com - Sebagian besar spesies Bunga Rafflesia--dikenal sebagai bunga bangkai di Indonesia--kini terancam punah. Sejumlah ilmuwan mendesak adanya tindakan untuk menyelamatkan tumbuhan endemik Asia Tenggara ini.
Aksi tersebut, menurut para peneliti, mesti dilakukan sesegera mungkin demi menyelamatkan bunga-bunga ini, berdasarkan kisah sukses di Indonesia.
Sekelompok ahli botani internasional meneliti 42 spesies Rafflesia yang diketahui dan habitatnya--terutama di Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Hasil penelitian mereka diterbitkan di jurnal Plants, People, Planet, pada Rabu (20/9/2023).
Baca juga: UNESCO Kategorikan Venesia Warisan Budaya Terancam Punah
Dr Chris Thorogood, Wakil Direktur Universitas Oxford Botanic Garden dan penulis studi tersebut mengatakan, kajian itu menyoroti bagaimana upaya konservasi global yang diarahkan pada tanaman--betapapun ikoniknya--masih tertinggal jika dibandingkan dengan upaya penyelamatan terhadap satwa.
“Kita sangat membutuhkan pendekatan terpadu dan lintas wilayah untuk menyelamatkan beberapa bunga paling menakjubkan di dunia, yang sebagian besar kini berada di ambang kepunahan,” ujarnya sebagaimana dikutip kantor berita AFP.
Para peneliti menemukan bahwa Bunga Rafflesia menghadapi risiko yang jauh lebih besar dibandingkan sebelumnya, merujuk pada semakin menciutnya habitat mereka dan kurangnya strategi konservasi dan rencana perlindungan.
“Kami memperkirakan bahwa 60 persen spesies Rafflesia menghadapi risiko kepunahan yang parah,” tulis para peneliti.
Penelitian menunjukkan bahwa bunga yang pernah muncul pada uang kertas pecahan Rp 500 ini diyakini tumbuh di wilayah yang terbatas, sehingga sangat rentan terhadap perusakan habitat.
Selain itu, lebih dari dua pertiga (67 persen) Bunga Rafflesia tidak dilindungi oleh strategi konservasi regional atau nasional.
Kurangnya perlindungan di tingkat lokal, nasional, dan internasional menyebabkan populasi yang tersisa berada di bawah ancaman kritis.
Rafflesia sebenarnya adalah parasit, dan hidup pada tanaman merambat di hutan tropis di seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Brunei, Malaysia, Filipina, dan Thailand.
Parasit ini menghasilkan bunga mekar yang termasuk terbesar di dunia, kerap kali dengan bau tidak sedap.
Keberadaan tanaman ini merupakan suatu teka-teki karena kerap kali bunganya muncul secara tidak terduga, dan para ahli botani kesulitan untuk menumbuhkannya di luar lingkungan alaminya.
Baca juga: Cheetah Muncul Lagi di Alam Liar India Setelah 70 Tahun Punah
Beberapa spesies berisiko punah, kata studi tersebut, dan mendesak lebih banyak penelitian terhadap tanaman yang unik ini.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.