Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekhawatiran di Balik Dibukanya Keran Ekspor Pasir Laut Indonesia

Kompas.com - 05/06/2023, 19:00 WIB
Irawan Sapto Adhi

Editor

Greenpeace sendiri sejak awal menolak UU tersebut, yang menetapkan wilayah laut sebagai wilayah tambang.

Baca juga: Walhi Tolak Masuk Tim Kajian KKP Terkait Ekspor Pasir Laut

“Kami menilai ini adalah bentuk greenwashing dari pemerintah. Jadi tidak ada landasan ekologi yang masuk akal di dalam PP tersebut, yang menjadikan alasan urgent, perlu ada pengelolaan pasir sedimentasi,” kata Afdillah dalam pernyataan resmi secara daring.

Indonesia dinilai tidak memiliki data valid terkait sedimentasi laut, yang dikhawatirkan akan mengganggu pelayaran kapal.

Justru yang ada adalah data terkait seberapa besar pasir laut yang dibutuhkan untuk proyek reklamasi, baik di dalam maupun luar negeri.

“Dan kami yakin, bahwasanya kebijakan atau PP ini adalah untuk merespons itu. Jadi kepentingannya adalah bisnis, bukan kepentingan ekologi,” tambah Afdillah.

Parid Ridwanuddin, manajer kampanye pesisir dan laut, Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (Walhi) juga bersuara sama.

“Kami di Walhi, sudah menyatakan sikap sejak awal, bahwa ada yang tidak beres dengan PP ini. Ada yang perlu dikritisi secara substansi maupun katakanlah kepentingan ekonomi politik di balik itu,” ujarnya.

Parid menambahkan, “Saya bersama kawan-kawan direktur walhi seluruh Indonesia di 28 provinsi, sudah menyerukan kepada presiden Indonesia untuk mencabut PP 26/2023 ini, termasuk menghentikan secara permanen seluruh proyek tambang pasir laut di Indonesia, plus seluruh proyek reklamasi yang tengah atau akan diselenggarakan”.

Walhi mencatat, hingga 2040 akan ada kurang lebih 3,5 juta - 4 juta hektare proyek reklamasi di Indonesia. Data ini didasarkan pada data Perda Zonasi di 28 provinsi di Tanah Air.

“Kalau dikalkulasi, ini artinya butuh material pasir yang sangat banyak,” tambah Parid.

Proyek reklamasi akan dinilai Walhi berdampak pada kehancurkan pesisir dan pulau kecil, serta menghancurkan laut.

Penolakan politisi parlemen

Sejumlah politisi turut mengkritisi pembukaan keran ekspor pasir laut ini, seperti anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS, Slamet.

“Presiden Jokowi seharusnya lebih jeli melihat dampak negatif diberlakukannya aturan ekspor pasir itu, sebelum menandatangani draft peraturan pemerintah. Apalagi di akhir-akhir masa kepemimpinan beliau, dipastikan banyak yang mengambil kesempatan dalam situasi ini,” ujarnya.

Baca juga: Ekspor Pasir Laut Dinilai Hanya Untungkan Pebisnis

Slamet juga menyoroti keberadaan PP ini yang potensial bertabrakan dengan aturan lain, seperti UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Ada pula UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com