Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesor AS: Jakarta Tenggelam Jauh Lebih Cepat

Kompas.com - 02/06/2023, 14:45 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

“Di beberapa kota, kami melihat penurunan beberapa sentimeter per tahun,” kata Profesor oseanografi di University of Rhode Island, Steven D’Hondt.

Pada level ini, Profesor AS itu memperingatkan, Jakarta tenggelam jauh lebih cepat dibandingkan kenaikan permukaan laut.

“Butuh pencairan es yang meningkat pada level tertentu sampai kedua level itu bertemu,” jelas Steven D’Hondt.

Selain menjadi salah satu penulis studi New York, D’Hondt adalah salah satu dari tiga penulis studi tahun 2022 yang menggunakan citra satelit untuk mengukur tingkat penurunan muka tanah di 99 kota pesisir di seluruh dunia.

“Jika penurunan muka tanah berlanjut dengan laju seperti baru-baru ini, kota-kota ini terancam banjir besar lebih cepat dari yang diprediksi,” tulis D’Hondt dan rekannya Pei Chin Wu dan Matt Wei, yang juga dari University of Rhode Island.

Kota-kota di Asia Tenggara kerap muncul dalam daftar kota yang mengalami penurunan muka tanah paling cepat. Sebagian wilayah Jakarta mengalami penurunan antara 2 mm - 5 cm per tahun.

Baca juga: Jakarta Macet, Peringkat 29 Kota Paling Lambat di Dunia

Selain Jakarta -yang statusnya sebagai ibu kota akan digantikan oleh Ibu Kota Nusantara yang sedang dibangun di Kalimantan Timur-, Manila (Filipina), Chittagong (Bangladesh), Karachi (Pakistan), dan Tianjin (China) juga sudah mengalami kerusakan infrastruktur dan sering banjir.

Sementara itu, meskipun bukan kota pesisir, Mexico City tenggelam dengan kecepatan 50 sentimeter per tahun, level yang mencengangkan karena Spanyol yang mengeringkan akuifer di bawahnya ketika mereka menjajahnya.

Menurut penelitian, butuh waktu 150 tahun sebelum penurunan itu berhenti, dan setara dengan 30 meter penurunan muka tanah tambahan.

Namun kota-kota pesisirlah yang menjadi fokus penelitian D'Hondt dan rekan-rekannya.

Sebagian besar wilayah Semarang misalnya, tenggelam dengan kecepatan 2-3 cm per tahun, sementara sebagian besar wilayah di utara Teluk Tampa, Florida, tenggelam dengan kecepatan 6 milimeter setiap tahun.

Wei mengatakan, beberapa tingkat penurunan ini terjadi secara alami. Namun, hal ini dapat dipercepat oleh manusia, tidak hanya oleh beban bangunan kita, tapi juga oleh ekstraksi air tanah dan produksi minyak dan gas yang berada di kedalaman.

Beberapa tingkat penurunan ini terjadi secara alami, kata Wei. Tetapi, hal ini dapat dipercepat oleh manusia – tidak hanya oleh beban bangunan kita, tetapi juga oleh ekstraksi air tanah dan produksi minyak dan gas kita yang berada di kedalaman.

Kontribusi relatif dari masing-masing fenomena ini, kata Wei, "bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, sehingga menantang untuk memahami dan mengatasi penurunan muka tanah pesisir".

Apakah ada solusinya?

Tetapi kita harus mengatasinya. Air yang naik menyebabkan kerusakan jauh sebelum terjadi banjir, sebab air pasang dapat menenggelamkan semua perahu.

Efek awal dari kebaikan permukaan laut, kata D’Hondt, terjadi di bawah permukaan.

“Kita telah mengubur jaringan utilitas, infrastruktur, pondasi bangunan, dan kemudian air laut memengaruhi semua itu sebelum kita melihatnya di atas tanah,” kata dia.

Ketika itu berlangsung, badai akan membawa air masuk makin jauh ke kota-kota.

Solusinya bervariasi, bergantung pada penyebab penurunan permukaan tanah di masing-masing wilayah.

Baca juga: Tanggapan Kedubes Iran di Jakarta Setelah PBB Keluarkan Iran dari Badan Hak-hak Perempuan

Salah satu pendekatan yang jelas, meskipun memicu masalah lainnya, adalah berhenti membangun.

Sesuai penjelasan Parsons bahwa penurunan tanah di bawah bangunan pada umumnya selesai dalam satu atau dua tahun setelah konstruksi.

Meskipun sebagian besar wilayah New York City memiliki lapisan batuan dasar sekis, marmer, dan gneiss, bebatuan ini memiliki tingkat elastisitas dan rekahan yang memicu penurunan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com