Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Menimbang Kemampuan ASEAN Menyelesaikan Tragedi Myanmar

Kompas.com - 02/06/2023, 13:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAMA tiga hari, sejak 9 hingga 11 Mei 2023 lalu, Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kota Labuan Bajo, salah satu destinasi wisata premium di wilayah timur Indonesia.

Itu adalah pertemuan puncak ketiga perhimpunan yang beranggotakan 10 negara sejak kudeta 1 Februari 2021, di Myanmar, yang menjerumuskan negara itu ke dalam konflik politik yang ditandai dengan kekerasan dan kemerosotan ekonomi yang parah.

Itu juga merupakan KTT ketiga, setelah pada 24 April 2021 lalu, ASEAN menyepakati Lima Butir Konsensus atau Five-Point Consensus (5PC) dan menciptakan mekanisme utusan khusus untuk menyelesaikan krisis di Myanmar.

Jelang KTT ASEAN ke-42 di Labuan Bajo, perhimpunan ini memberikan semacam ‘sanksi sosial’ dengan bersepakat untuk tidak mengundang atau melibatkan junta Myanmar dalam pertemuan bergensi tersebut.

ASEAN Way dan 5PC belum efektif

Sejatinya, di mata dunia, ASEAN dianggap sebagai organisasi multilateral paling sukses di kawasan Asia, terutama dalam menjaga keamanan dan perdamaian kawasan.

Kunci yang membedakan ASEAN dengan organisasi regional lain adalah keterlibatan diplomatiknya yang unik dengan negara-negara anggotanya, yang dikenal sebagai ‘Cara ASEAN’ (ASEAN Way).

Elemen terpenting dari ASEAN Way adalah penerapan prinsip non-intervensi di antara negara-negara anggotanya.

Anggota ASEAN setia mempraktikkan prinsip tersebut sejak hari jadinya, 8 Agustus 1967 di Bangkok. Tujuannya untuk memastikan kedaulatan negara yang berfungsi sebagai ekspresi penghormatan dan kedudukan yang sama bagi semua negara anggota.

Merespons tragedi kudeta di Myanmar, para pemimpin ASEAN berunding di Jakarta pada 24 April 2021, dan menjalankan ASEAN Way dengan menghasilkan Lima Butir Konsensus atau Five-Point Consensus (5PC).

Sekadar mengingat, 5PC yang disepakati di Jakarta itu meliputi, pertama, kekerasan harus segera dihentikan di Myanmar dan semua pihak harus menahan diri sepenuhnya.

Kedua, dialog konstrukstif di antara semua pihak terkait harus ada untuk mencari solusi damai bagi kepentingan rakyat Myanmar.

Ketiga, utusan khusus Ketua ASEAN akan memfasilitasi mediasi proses dialog, dengan bantuan Sekretaris Jenderal.

Keempat, ASEAN akan memberikan bantuan kemanusiaan melalui ASEAN Humanitarian Assistance (AHA) Center.

Kelima, utusan khusus dan sejumlah anggota delegasi akan mengunjungi Myanmar untuk bertemu dengan semua pihak terkait guna meyakinkan semua mereka untuk meinggalkan cara kekerasan dan mulai untuk saling berdialog secara damai.

Namun, setelah dua tahun berlalu, kelima butir konsensus tersebut belum dapat diimplentasikan secara optimal. Bahkan, terkesan konsensus tersebut seperti sebuah ‘dokumen mati’, tak mengurangi aksi kekerasan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com