Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Sapto Waluyo
Dosen

Sosiolog dan Pendiri Center for Indonesia Reform (CIR)

Gempa Politik di Thailand: Pemimpin Muda Tampil dan Agenda Perubahan

Kompas.com - 17/05/2023, 10:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TANPA sorotan gencar media internasional, pemilihan umum (pemilu) di Thailand berlangsung relatif aman dan lancar. Hasilnya sangat mengejutkan. Tokoh muda, Pita Limjanroenrat, yang memimpin partai baru (Move Forward Party) tampil sebagai pemenang.

Tak tanggung-tanggung, Pita mengalahkan Pheu Thai Party yang dipimpin keluarga konglomerat (Paetongtarn Shinawatra), serta Palang Pracharat Party dan United Thai Party yang didukung junta militer.

Pemilih Thailand berjumlah 52 juta orang. Dari jumlah itu, sekitar 7,3 juta pemilih berusia 18-26 tahun atau 14 persen.

Baca juga: Profil Pita Limjaroenrat, Sosok Sukses MFP Menangi Pemilu Thailand

Pita di Tengah Konglomerat dan Junta Militer

Di tengah pertarungan antara pendukung junta militer dan konglomerat konservatif, ternyata tokoh muda mendapat kepercayaan besar dari rakyat Negeri Gajah Putih itu. Masyarakat Thailand bersikap cukup rasional. Mereka bosan dengan pertarungan kepentingan militer versus konglomerat, dan memilih sosok baru yang menjanjikan perubahan.

Namun perjuangan menjadi PM (Perdana Menteri) Thailand tidak mudah, sebab tak hanya 500 anggota DPR (majelis rendah) yang dipilih langsung rakyat akan menentukan figur PM, melainkan ditentukan pula oleh suara majelis tinggi (senat), yang berdasarkan konstitusi tahun 2017, sekitar 250 anggota senat ditunjuk militer dan sekutu penguasa.

Pemenang pemilu Thailand harus mampu bernegosiasi dan berkompromi untuk membangun koalisi pemerintahan. Apakah Pita akan berkoalisi dengan dinasti Shinawatra? Atau bisa jadi Paetongtarn justru berkoalisi dengan pendukung militer demi menghadang pendatang baru di panggung politik? Di samping itu, jangan lupa restu dari Raja Thailand akan tetap menentukan.

Demokrasi di Thailand sangat rentan dengan ancaman kudeta militer. Sosok Jenderal Prayuth Chan-ocha menggulingkan PM Yingluck Shinawatra dalam kudeta tahun 2014, kemudian sejak 2019, Prayuth (69 tahun) memimpin koalisi multipartai untuk menjabat perdana menteri. Prayuth saat ini maju pemilu dengan bendera United Thai Party.

Baca juga: Melampaui Prediksi, Bagaimana Partai Oposisi Bisa Menang dalam Pemilu Thailand?

Sosok popular, Paetongtarn (36 tahun) adalah puteri konglomerat Thaksin Shinawatra yang pernah menjabat PM Thailand dan sekarang hidup dalam pengasingan di Eropa. Dengan dana besar, pendukung dinasti Shinawatra berkampanye hingga pelosok pedesaan dan elektabilitasnya unggul menurut berbagai lembaga survei.

Karena Paetongtarn dipandang kurang pengalaman, maka ia didampingi oleh Srettha Thavasin (60 tahun) kandidat cadangan yang dikenal sebagai penguasa properti.

Di tengah kompetisi sengit dua kubu saling berseteru itu, Pita (42 tahun) mantan CEO perusahaan aplikasi transportasi online Grab, menyeruak. Partai Bergerak Maju merupakan satu-satunya partai yang berani mendorong amandemen konstitusi soal penghinaan terhadap kerajaan yang dipandang tabu dan memiliki ancaman hukuman 15 tahun penjara.

Pita adalah sarjana lulusan Universitas Thammasat. Dia lalu melanjutkan studi pasca sarjana dan mendapat bergelar ganda dari MIT dan Harvard University.

Kampanye utamanya tentang pembinaan wirausaha mikro, pembatasan monopoli dan mengakhiri wajib militer bagi kaum muda. Pita pertama kali masuk parlemen periode 2018-2020 melalui Partai Masa Depan Baru yang akhirnya dibubarkan Mahkamah Konstitusi pada 21 Februari 2020. Partai itu beraliran progresif dengan tuntutan utama merombak peran militer dalam politik, mendesentralisasikan birokrasi dan mendorong kesetaraan sosial dan ekonomi.

Sosok yang lain dalam pemilu kali ini adalah Anuthin Charnvirakul (56 tahun), Menteri Kesehatan Thailand yang mengawasi penerapan kebijakan lockdown saat pandemi Covid-19 terjadi. Ia mendapat apresiasi atas kebangkitan ekonomi dan pariwisata Thailand melalui program vaksinasi untuk perjalanan publik.

Anuthin melalui Partai Bhumjaithai juga popular karena promosi legalisasi ganja untuk kebutuhan medis.

Sosok gaek lain adalah Prawit Wongsuwan (77 tahun), Wakil PM di bawah kepemimpinan PM Prayuth. Prawit maju dari Partai Palang Pracharat, setelah Prayuth keluar dan membentuk partai sendiri.

Kekalahan militer dalam pemilu antara lain karena terpecah kongsi dan berebut kekuasaan sesama petinggi mereka sendiri.

Hasil sementara pemungutan suara adalah Move Forward Party (151 kursi), Pheu Thai (141 kursi), Bhumjaithai (70 kursi), Palang Pracharath (41 kursi), United Thai Nation (36 kursi), dan Democrat Party (25 kursi). Partai-partai lain memperoleh kurang dari 10 kursi.

Jika Pita dan Paetongtarn berkoalisi, mereka akan membentuk pemerintahan mayoritas di parlemen.

Masyarakat yang Jenuh dan Sosok Alternatif

Apakah dinasti Shinawatra mau dipimpin oleh sosok muda politisi baru, masih harus dicermati ke depan. Suatu hal yang jelas, pergeseran politik di Thailand akan cukup berpengaruh di kawasan Asia Tenggara, di mana populasi generasi muda (40 tahun ke bawah) sangat besar, termasuk di Indonesia.

Salah seorang pemikir yang menelaah realitas sosial dalam konteks perubahan dan keberlanjutan adalah Piere Bourdieu (2012). Pemikir Prancis itu mengonseptualisasi realitas sosial sebagai arena (field) pertarungan antar aktor untuk memperebutkan sumber daya (capital) yang terbatas.

Baca juga: Partainya Klaim Menang dalam Pemilu Thailand, Pita Limjaroenrat: Saya PM Berikutnya

Sikap dan tindakan aktor ditentukan oleh habitus, watak yang menetap sebagai buah dari pengalaman dan pengetahuan sepanjang hidupnya berinteraksi dengan lingkungan. Tiap aktor akan menyusun strategi dan mereproduksi tindakan untuk mencapai kepentingannya, yaitu mendominasi arena.

Kerangka Bourdieu itu bisa menjelaskan sikap militer dan konglomerat di Thailand dalam memperebutkan kekuasaan dan mengejar restu sang Raja. Bourdieu tidak hanya bicara tentang stabilitas dan kontinuitas arena, melainkan juga kemungkinan terjadinya patahan atau retakan (ruptures) dalam relasi sosial antar-aktor serta krisis yang mungkin terjadi dalam arena sosial.

Pandangan Bourdieu bersumber dari pengaruh filsafat Heidegger, Flaubert, dan Manet, disamping itu juga berdasarkan observasi dan pengalaman nyata lapangan ketika berdinas militer di Aljazair pada era 1950-an.

Bourdieu mengamati perubahan perilaku petani Aljazair ketika Prancis datang membawa kolonialisme dan kapitalisme. Dari pengalaman dan refleksi itu, Bourdieu merumuskan perubahan struktural (social transformation) sebagai konsekuensi lanjut dari pergeseran orientasi individu aktor yang disebut metanoia (Grenfell 2022).

Dalam konteksi dinamika politik Thailand, ada sejumlah faktor yang memunculkan gempa politik. Pertama, perseteruan antara kubu militer dan konglomerat Shinawatra membuat kekecewaan dan kejenuhan publik meluas. Rakyat ingin mencari alternatif.

Kedua, perpecahan di tubuh militer ketika terkait penguasaan sumber daya dan otoritas kuasa menunjukkan tak ada kawan abadi dan kepentingan personal/faksi yang lebih mendominasi. Kalangan pengusaha juga sudah muak dengan dominasi kelompok bisnis Shinawarta, yang memanfaatkan posisi politiknya untuk menarik simpati rakyat bawah. Mereka menuntut iklim usaha yang lebih egaliter dan terbuka.

Kondisi politik dan ekonomi Thailand diperparah dengan posisi dan peran monarki yang semakin melemah karena figur Raja yang tidak berwibawa. Maha Vajiralongkorn tak dapat mewarisi kharisma Raja Bhumibol Adulyadej yang mangkat enam tahun lalu.

Penulis pernah berdialog dengan seorang aktivis kemanusiaan (perempuan) dan akademisi muda Thailand (yang melakukan riset kontraterorisme di Indonesia), yang tidak mungkin disebut namanya, mengenai pengaruh raja yang melemah karena di kalangan para ratu dan mantan permaisuri juga ada yang berpolitik.

Faktor terakhir adalah tampilnya generasi muda dengan wawasan baru dan kepentingan yang mampu diakomodasi dan dimobilisasi oleh Partai Bergerak Maju. Sebenarnya partai berlogo arah mata angin berwarna oranye itu didirikan seorang pengusaha (Thanathorn Juangroongruangkit).

Namun anggota parlemen Thailand yang tergolong paling kaya (berdasarkan laporan Komisi Nasional Antikorupsi Thailand) itu dengan cerdik mendorong sosok Pita Limjanroenrat untuk tampil ke publik. Pita dikenal sebagai pegusaha muda yang merintis karir dari bawah dengan membangun start up Agrifood dalam bidang pertanian.

Nama Pita mulai menarik perhatian saat debat di parlemen terkait masalah pangan dan pertanian di Thailand yang menjadi komoditas unggulan.

Kiprah pemimpin muda di pentas global dan agenda perubahan yang dibawanya patut diamati lebih serius: mulai dari Emmanuel Jean-Michel Frederic Marcon yang menjadi Presiden Prancis sejak 2017 (waktu itu berumur 40 tahun), lalu Jacinta Kate Laurell Ardern yang terpilih sebagai PM Selandia Baru pada 2017 (saat itu 37 tahun), dan Sanna Marin yang terpilih sebagai PM Finlandia termuda sejak 2019 (berusia 34 tahun). Khusus kinerja Marin, ada yang tak patut ditiru yaitu suka berpesta pora dan kini dikabarkan bercerai dengan suaminya.

Sementara, sosok politisi muda di Indonesia masih jauh dari kriteria yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan besar di tingkat nasional, apalagi global. Elite muda dan tua terbukti masih terjebak budaya korupsi, sehingga kepercayaan publik terhadap pemerintah, parlemen dan partai politik merosot.

Rakyat Thailand kini menyambut fajar baru dalam perpolitikan nasional. Sementara rakyat Indonesia mengenang 25 tahun gerakan reformasi dengan wajah buram, nyaris tanpa harapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

Global
Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Global
Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Global
China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

China Disebut Berencana Kembangkan Reaktor Nuklir Terapung di Laut China Selatan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com