Catatan resmi di India menunjukkan bahwa perusahaan itu:
Maiden Pharmaceuticals juga termasuk di antara hampir 40 perusahaan farmasi India yang masuk daftar hitam oleh Vietnam, karena mengekspor produk di bawah standar.
Perusahaan, yang berbasis di negara bagian Haryana, mengatakan "terkejut" dengan kematian puluhan anak yang terjadi di Gambia dan telah dengan rajin mengikuti protokol otoritas kesehatan, termasuk otoritas pengawas obat India dan negara bagian Haryana.
Akan tetapi, perusahaan tersebut menyatakan tak akan memberikan komentar lebih lanjut saat regulator masih melakukan pengujian.
Menteri kesehatan negara bagian Haryana, India, Anil Vij, mengatakan kepada BBC News bahwa sampel telah dikirim untuk pengujian dan jika sesuatu yang salah terdeteksi, tindakan akan diambil.
Baca juga: Gempa Afghanistan: Wabah Kolera Mengancam Saat Korban Bertahan Tanpa Makanan dan Tempat Berteduh
India memproduksi sepertiga dari obat-obatan dunia, sebagian besar dalam bentuk obat generik.
Negara ini adalah pemasok utama ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin dan negara-negara lain di Asia.
Pabrik manufakturnya diwajibkan untuk mematuhi standar kontrol kualitas yang ketat dan praktik produksi.
Tetapi perusahaan-perusahaan India banyak menuai kritik, bahkan larangan, dari regulator luar negeri seperti badan pengawas makanan dan obat-obatan AS (FDA) karena masalah kontrol kualitas di beberapa pabrik.
Salah satu analisis industri farmasi India menunjukkan kekurangan dana dari badan pengawas dan interpretasi peraturan yang lemah sebagai masalah utama, dengan kurangnya minat untuk memastikan standar kemurnian dipatuhi.
Aktivis kesehatan masyarakat, Dinesh Thakur, juga menyoroti hukuman yang relatif ringan di India karena melanggar standar kualitas. Hukumannya "hanya" denda 242 dollar AS atau sekitar Rp3,7 juta, dan ancaman hukuman penjara hingga dua tahun.
"Kecuali seseorang dapat menunjukkan hubungan sebab akibat secara langsung antara obat dengan kematian, ini adalah norma hukuman yang dijatuhkan," kata Thakur.
Selain itu, badan nasional yang mengatur obat-obatan di India, termasuk untuk vaksin, tidak sesuai dengan standar WHO.
"Ini dapat menyebabkan kontrol pengawasan yang tidak konsisten atas kegiatan manufaktur farmasi," kata Leena Menghaney, dari badan amal medis Médecins Sans Frontires (MSF).
Baca juga: Peringatan Gelombang Baru Covid-19 dari Eropa, WHO: Infeksi Lainnya Dimulai
Kementerian Kesehatan India di Delhi telah meluncurkan penyelidikan, tetapi menurut mereka itu adalah praktik biasa yang dilakukan negara pengimpor untuk menguji produk-produk dan memastikan kualitasnya.
Akan tetapi, direktur eksekutif badan pengawas obat Gambia, Markieu Janneh Kaira, mengatakan pihaknya memprioritaskan pemeriksaan obat malaria, antibiotik, dan obat penghilang rasa sakit, daripada sirup obat batuk tersebut.
BBC telah menghubungi badan tersebut untuk meminta klarifikasi, namun tidak mendapat respons.
Presiden Gambia, Adama Barrow, berkata dirinya akan mencari akar masalah yang menjadi penyebab tragedi tersebut.
Dia juga mengumumkan dibentuknya laboratorium nasional untuk memeriksa kualitas dan keamanan obat dan makanan.
"Gambia akan membangun perlindungan untuk menghilangkan impor obat-obatan di bawah standar," tambahnya.
MSF menginginkan negara-negara dengan kapasitas pengujian yang memadai untuk membantu negara-negara berpenghasilan rendah seperti Gambia.
"Ini bukan tentang tanggung jawab negara pengimpor saja," kata Menghaney.