Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Amerika Resesi?

Kompas.com - 22/09/2022, 14:00 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Meskipun harga bahan bakar baru-baru ini turun, biaya makan dan sewa properti terus naik. Ini membuat bank sentral AS jadi sorotan.

The Fed diharapkan menaikkan tingkat suku bunga jangka pendeknya sebanyak tiga per empat poin untuk ketiga kalinya secara berturut-turut pada pertemuan terakhirnya, dengan harapan dapat mempercepat penurunan harga-harga.

Kenaikan besar seperti ini akan mendorong tingkat suku bunga acuannya--dari kisaran 3 persen hingga 3,25 persen, level yang tertinggi dalam 14 tahun.

Bahaya di baliknya, jika langkah ini terlalu jauh, maka pertumbuhan ekonomi justru terhambat dan tingkat pengangguran akan memuncak--risiko yang saat ini menjadi dasar ketakutan soal resesi.

Jalan panjang dan berliku?

Resesi atau tidak, pertanyaan pentingnya adalah, apa yang akan terjadi selanjutnya? Sejumlah kalangan meyakini hal-hal buruk tak dapat dihindari.

“Belum pernah terjadi di mana kita mengalami inflasi di atas 4 persen dan tingkat pengangguran di bawah 4 persen, dan kita tidak mengalami resesi selama dua tahun,” kata mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers, baru-baru ini.

Ekonom Nouriel Roubini--yang pernah meramalkan kehancuran ekonomi pada 2018--sepakat.

Dia meyakini jalan “panjang dan berliku” menuju resesi yang bisa bertahan hingga 2023.

Baca juga: Ancaman Resesi Global di Depan Mata, Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Kesempatan untuk soft landing

Meskipun sejumlah peringatan di atas telah membuat banyak orang khawatir, masih banyak yang meyakini “soft landing”--atau perlambatan perekonomian yang moderat, alih-alih resesi penuh--masih mungkin terjadi.

Dengan skenario ini, kita akan melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat tanpa gejolak yang bisa mengakibatkan penurunan drastis.

Optimisme ini diperkuat dengan pasar kerja Amerika saat ini. Pelaku bisnis menerima 315.000 angkatan kerja pada Agustus lalu. Ini bukanlah tanda-tanda ekonomi yang terpuruk, menurut Gubernur The Fed, Christopher Waller.

Dalam pidatonya baru-baru ini di Wina, dia menepis kekhawatiran resesi.

“Pasar tenaga kerja AS yang kuat memberi kita fleksibilitas untuk menjadi agresif dalam memerangi inflasi,” kata dia.

Fed juga menekankan, tidak akan ragu menjaga tingkat suku bunga tinggi, selama hal tersebut dapat menurunkan inflasi.

Dengan bank sentral AS yang tampak bertekad bulat dalam usaha mereka menurunkan harga-harga, proses ini kemungkinan tidak akan selalu mulus. Jika tingkat suku bunga naik terlalu tinggi, resesi akan terjadi. Tapi jika naik terlalu sedikit, inflasi akan terus meninggi.

Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta Raphael Bostic mengakui proses ini sangat rumit dan baru-baru ini mengatakan bahwa soft landing “sangat sulit dilakukan.”

Baca juga: Terancam Resesi Teknis, Hong Kong Akan Segera Tinggalkan Aturan nol-Covid China

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com