Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Amerika Resesi?

Kompas.com - 22/09/2022, 14:00 WIB
BBC News Indonesia,
Aditya Jaya Iswara

Tim Redaksi

Penulis: Michelle Fleury, Koresponden Bisnis Amerika Utara, New York

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Tiga dari lima orang warga Amerika berkata negara mereka sedang mengalami resesi, menurut survei terbaru dari Economist/YouGov. Lalu mengapa resesi belum ditetapkan secara resmi?

Inflasi melambung tinggi--yang tertinggi sejak tahun 1980-an--telah membuat kecut banyak orang.

Sejumlah warga Amerika mengaku membatasi bepergian dengan mobil untuk mengurangi konsumsi bensin, memilih tak membeli produk-produk organik, dan mencari diskonan untuk menghemat beberapa dollar.

Baca juga: Amerika Resesi Tidak Terelakkan, Perekonomian Akan Melambat

Dan ada lebih banyak kabar buruk. Pasar perumahan yang dulu pernah berjaya mulai melambat, membuat ekuitas yang terkunci di sektor properti menjadi tak pasti.

S&P 500 juga terpukul. Indeks tahun ini turun 19 persen, yang berarti menghilangnya triliunan modal--membuat semua orang, dari pengusaha muda hingga pensiunan, gugup.

Tapi mungkin resesi ini hanyalah perasaan saja, karena badan pemerintah yang punya kuasa untuk mengumumkan keadaan ini masih membisu.

Apa itu resesi?

Dalam keadaan ekonomi yang tumbuh, warga suatu negara menjadi sedikit lebih kaya secara rata-rata, karena nilai barang dan jasa yang mereka hasilkan--atau Produk Domestik Bruto (PDB) mereka--meningkat.

Namun terkadang, nilai PDB turun, dan resesi biasanya didefinisikan ketika penurunan ini terjadi selama dua kali tiga bulan--atau kuartal--berturut-turut.

Umumnya ini adalah pertanda bahwa perekonomian sedang buruk dan bisa berarti, dalam jangka pendek, akan ada banyak bisnis yang melakukan PHK.

Jadi, apakah Amerika sedang resesi?

PDB Amerika turun berturut-turut selama dua kuartal--1,6 persen pada kuartal pertama 2022, dan 0,6 persen di kuartal berikutnya. Untuk beberapa negara, itu berarti resesi. Tapi tidak di AS.

Secara resmi, keadaan resesi diumumkan oleh Bussiness Cycle Dating Committee--badan kurang dikenal yang terdiri dari delapan ahli ekonomi yang dipilih oleh Biro Nasional Riset Ekonomi, sebuah organisasi non-profit. 

Dan sejauh ini, komite ini masih belum mengumumkan keadaan resesi di AS.

Baca juga:

Bagaimana tingkat suku bunga yang lebih tinggi memengaruhi ekonomi AS?

Untuk menurunkan harga-harga, bank sentral AS--Federal Reserve atau The Fed--menaikkan suku bunga. Harapannya, dengan membuat semakin mahal untuk meminjam uang, orang-orang akan menghabiskan lebih sedikit uang dan menabung lebih banyak.

Menurunnya permintaan konsumen akan membuat harga-harga barang dan jasa yang melambung tinggi menjadi turun - tapi ini butuh waktu. 

Meskipun harga bahan bakar baru-baru ini turun, biaya makan dan sewa properti terus naik. Ini membuat bank sentral AS jadi sorotan.

The Fed diharapkan menaikkan tingkat suku bunga jangka pendeknya sebanyak tiga per empat poin untuk ketiga kalinya secara berturut-turut pada pertemuan terakhirnya, dengan harapan dapat mempercepat penurunan harga-harga.

Kenaikan besar seperti ini akan mendorong tingkat suku bunga acuannya--dari kisaran 3 persen hingga 3,25 persen, level yang tertinggi dalam 14 tahun.

Bahaya di baliknya, jika langkah ini terlalu jauh, maka pertumbuhan ekonomi justru terhambat dan tingkat pengangguran akan memuncak--risiko yang saat ini menjadi dasar ketakutan soal resesi.

Jalan panjang dan berliku?

Resesi atau tidak, pertanyaan pentingnya adalah, apa yang akan terjadi selanjutnya? Sejumlah kalangan meyakini hal-hal buruk tak dapat dihindari.

“Belum pernah terjadi di mana kita mengalami inflasi di atas 4 persen dan tingkat pengangguran di bawah 4 persen, dan kita tidak mengalami resesi selama dua tahun,” kata mantan Menteri Keuangan AS Larry Summers, baru-baru ini.

Ekonom Nouriel Roubini--yang pernah meramalkan kehancuran ekonomi pada 2018--sepakat.

Dia meyakini jalan “panjang dan berliku” menuju resesi yang bisa bertahan hingga 2023.

Baca juga: Ancaman Resesi Global di Depan Mata, Apa yang Harus Dilakukan Indonesia?

Kesempatan untuk soft landing

?Sebanyak 315.000 pekerjaan dibuka di AS pada Agustus.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA ?Sebanyak 315.000 pekerjaan dibuka di AS pada Agustus.
Meskipun sejumlah peringatan di atas telah membuat banyak orang khawatir, masih banyak yang meyakini “soft landing”--atau perlambatan perekonomian yang moderat, alih-alih resesi penuh--masih mungkin terjadi.

Dengan skenario ini, kita akan melihat pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat tanpa gejolak yang bisa mengakibatkan penurunan drastis.

Optimisme ini diperkuat dengan pasar kerja Amerika saat ini. Pelaku bisnis menerima 315.000 angkatan kerja pada Agustus lalu. Ini bukanlah tanda-tanda ekonomi yang terpuruk, menurut Gubernur The Fed, Christopher Waller.

Dalam pidatonya baru-baru ini di Wina, dia menepis kekhawatiran resesi.

“Pasar tenaga kerja AS yang kuat memberi kita fleksibilitas untuk menjadi agresif dalam memerangi inflasi,” kata dia.

Fed juga menekankan, tidak akan ragu menjaga tingkat suku bunga tinggi, selama hal tersebut dapat menurunkan inflasi.

Dengan bank sentral AS yang tampak bertekad bulat dalam usaha mereka menurunkan harga-harga, proses ini kemungkinan tidak akan selalu mulus. Jika tingkat suku bunga naik terlalu tinggi, resesi akan terjadi. Tapi jika naik terlalu sedikit, inflasi akan terus meninggi.

Presiden Federal Reserve Bank of Atlanta Raphael Bostic mengakui proses ini sangat rumit dan baru-baru ini mengatakan bahwa soft landing “sangat sulit dilakukan.”

Baca juga: Terancam Resesi Teknis, Hong Kong Akan Segera Tinggalkan Aturan nol-Covid China

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com