Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Bawah “Apartheid” ala Taliban: Sebelumnya Saya Polisi Wanita, Sekarang Saya Mengemis di Jalan

Kompas.com - 15/08/2022, 23:01 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

Hilangnya pakaian warna-warni

Samana dari Kabul kini tak lagi mampu menatap pakaian warna-warni di lemarinya, apa lagi memakainya. “Itu mengingatkan saya pada semua yang telah hilang.”

Dia jatuh dalam depresi yang mendalam, setelah insiden dramatis ketika dia sedang berjalan pulang sendirian.

Di gang yang sepi, dua anggota Taliban bersenjata menghampirinya. “Mereka meneriaki saya pelacur karena saya ‘terbuka’, dan menuntut jawaban mengapa saya tidak mengenakan jilbab.”

Anggota Taliban itu mengarahkan senjata mereka ke wajah Samana, salah satu dari mereka mengarahkan jarinya ke pelatuk. Wanita itu pun hanya mampu menundukan kepala dan berkata: "Itu tidak akan terjadi lagi."

Sesampainya di rumah, wanita asal Kabul itu terduduk dan menangis selama satu jam. “Saya berkata pada diri sendiri: ini adalah peringatan untuk apa yang akan terjadi selanjutnya.”

Baca juga: Pengakuan Menteri Pertahanan Inggris: 20 Tahun Operasi di Afghanistan Gagal

Pengalaman serupa dialami Zahra di Kabul barat. Setelah perintah Taliban mengumumkan pengumuman wajib ketentuan berpakaian tertutup untuk wanita, dia ditangkap.

“Meskipun saya tidak berniat mengikuti perintah mereka, saya meminta maaf (saat itu) dan berpikir mereka akan membiarkan saya pergi.”

Tetapi ternyata hukumannya lebih dari itu. Taliban mendatangi rumahnya, memperingatkan keluarganya bahwa jika wanita Afghanistan itu ditemukan “tak tertutup” di depan umum, maka dia akan ditahan.

“Sejak itu, ayah saya jarang mengizinkan saya atau saudara perempuan saya meninggalkan rumah, dan mengatakan kami tidak bisa kuliah. Bahkan saudara-saudara saya sekarang tahu apa yang saya pakai dan ke mana saya pergi setiap saat.”

Akses sempit ke pendidikan

Pemerintah Taliban masih melarang remaja wanita Afghanistan kembali ke bangku sekolah. Sementara mereka yang sudah sampai di bangku perguruan tinggi, mendapat akses yang terbatas, dengan kelas khusus wanita dengan pengajar wanita dan kelas pria dengan pengajar pria.

Sabira di provinsi Bamiyan masih beruntung bisa kembali masuk ke Universitas. Dia tidak dipaksa memakai hijab hitam di kampus, tapi di dalam lingkungan pendidikan itu pun wanita selalu diawasi.

“Ada pemberitahuan hijab di pintu dan dinding. Saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari di Bamyan, semua mahasiswa akan dipaksa hidup seperti ini. Saya tidak percaya kehidupan berubah di sini.”

Baca juga: Taliban Bubarkan Unjuk Rasa Kaum Perempuan dengan Kekerasan

Kondisinya masih lebih beruntung dari Mah Liqa, yang lokasinya harus dirahasiakan demi keamanannya. Wanita Afghanistan berusia 14 tahun itu mengaku depresi karena sama sekali tidak diizinkan pergi ke sekolah.

“Tetapi saya terus mengatakan pada diri sendiri bahwa saya harus terus maju untuk masa depan yang lebih baik dan untuk impian saya,” katanya sebagaimana dilansir Guardian.

Liqa masih berusaha mencari cara untuk bisa terus belajar, meskipun ada larangan bagi anak perempuan untuk pergi ke sekolah. Sekarang, dia belajar bahasa Inggris di rumah setiap hari agar bisa mengajukan beasiswa untuk belajar ilmu komputer di luar negeri suatu hari nanti.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com