Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Kepala Negara yang Melarikan Diri ke Luar Negeri, dari Marcos hingga Rajapaksa

Kompas.com - 01/08/2022, 20:31 WIB
BBC INDONESIA,
Bernadette Aderi Puspaningrum

Tim Redaksi

Idi Amin adalah pemimpin militer yang merebut kekuasaan di Uganda pada 1971.

Pada satu dekade setelahnya, Uganda berada di bawah kekuasaan diktator brutal, di mana terjadi pembunuhan massal dan pengusiran warga Asia.

Dia digulingkan oleh tentara Tanzania dan kelompok-kelompok Uganda di luar negeri pada 1979. Idi Amin kemudian melarikan diri ke Arab Saudi.

Menurut Profesor Escriba-Folch, diktator seperti Idi Amin sering kali menemukan tempat persembunyian di negara yang memiliki hubungan erat, baik secara historis, politis, militer, maupun ekonomi.

Saudi bersedia menampung Idi Amin, tokoh yang diyakini bertanggung jawab atas tewasnya 400.000 rakyat Uganda. Dia hidup tenang di Saudi sampai meninggal dunia pada 2003.

Baca juga: Profil Idi Amin, Diktator Militer Penjagal Uganda

'Baby Doc' Duvalier

Saudi tak hanya negara tujuan para pemimpin negara yang melarikan diri. Negara di Eropa yang menampung pelarian sejumlah pemimpin negara adalah Perancis, yang menerima mantan presiden Haiti Jean-Claude Duvalier, lebih dikenal dengan sebutan "Baby Doc".

Dia baru berusia 19 tahun, ketika menerima gelar presiden seumur hidup dari sang ayah, Francois Duvalier atau "Papa Doc", yang memerintah Haiti sejak 1957.

Sama seperti ayahnya, dia disokong oleh milisi brutal Tontons Macoutes untuk menguatkan cengkraman atas negara kepulauan Karibia itu. Selama kekuasaannya, diperkirakan 20.000 hingga 30.000 rakyat Haiti tewas.

Setelah digulingkan oleh kekuatan rakyat pada 1986, dia menghabiskan waktu 25 tahun di pengasingan, awalnya di Perancis selatan.

Situasi berubah setelah bank Swiss membekukan rekeningnya pada 1986. Dia juga kehilangan sebagian besar kekayaan ketika bercerai dengan istrinya pada 1993.

Setelah ini, ia tinggal di satu apartemen kecil di Paris dan menggantungkan sumbangan untuk bertahan hidup.

Pada 2011, ia kembali ke Haiti. Meski menghadapi tuduhan korupsi dan penggelapan uang negara, dia dibolehkan hidup tenang di pinggiran ibu kota Port-au-Prince sampai ia meninggal pada 2014 karena serangan jantung.

Baca juga: Kekerasan Geng di Haiti Makin Gawat, Resolusi PBB Sepakat Hambat Senjata Masuk

Dalai Lama

Dalai Lama menetap di India setelah mendapatkan suaka dari Jawaharlal Nehru.via BBC INDONESIA Dalai Lama menetap di India setelah mendapatkan suaka dari Jawaharlal Nehru.

Dalai Lama mengasingkan diri setelah China melancarkan penumpasan brutal di Tibet pada 1959.

Sejak itu, atas pemberian suaka oleh Jawaharlal Nehru, Dalai Lama tinggal di India. Nehru, yang saat itu menjabat sebagai perdana menteri tak mengindahkan peringatan pemimpin China, Zhou Enlai.

Menurut pakar politik Madhav Nalapat, kesediaan India menerima Dalai Lama menjadi akar ketidakpercayaan antara India dan China, yang berlangsung hingga sekarang.

“Keputusan Nehru tidak menerima permintaan China adalah era penting (dalam hubungan China-India). Keputusan untuk menerima secara terbuka Dalai Lama menciptakan rasa saling tidak percaya antara India dan China yang berlangsung bahkan hingga sekarang,” kata Nalapat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com