Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Lautan Susu” Misterius Muncul di Selatan Pulau Jawa Tertangkap Kamera untuk Pertama Kalinya

Kompas.com - 16/07/2022, 22:27 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Kemudian diketahui bahwa para kru tengah melakukan perjalanan keliling dunia, ketika Ganesha menabrak sepetak air bercahaya antara Lombok, Indonesia, dan Kepulauan Cocos (Keeling) di Samudra Hindia timur sekitar pukul 9 malam.

Kapal pesiar itu memasuki perairan bercahaya ini secara tiba-tiba, dan seluruh pengalaman ini berlangsung hingga fajar.

Baca juga: Warna Langit Berubah Menjadi Merah Darah di Zhoushan China Kejutkan Warga, Apa yang Terjadi?

Bangun pada pukul 10 malam, seorang pelaut melihat keluar dari dek “Superyacht” Ganesha dan melihat bahwa lautan telah memutih.

“Tidak ada bulan, laut tampaknya penuh dengan plankton, tetapi gelombang haluannya berwarna hitam. Ini memberi kesan berlayar di atas salju,” tulis mereka.

Seorang anggota kru memberi tahu Miller bahwa warna dan intensitas cahaya itu "mirip dengan bintang atau stiker yang bersinar dalam gelap".

Kapten kapal pesiar itu mengatakan cahaya itu tampaknya berasal dari sekitar 10 meter di bawah permukaan air, bukannya lapisan permukaan tipis seperti yang dibayangkan beberapa ilmuwan.

Sampel air yang diambil dengan ember mengungkapkan beberapa titik cahaya stabil yang menjadi gelap saat diaduk.

“(Itu) kebalikan dari apa yang terjadi dengan bioluminesensi ‘normal’,” kata Miller, yang temuannya dipublikasikan di "Proceedings of the National Academy of Sciences."

Baca juga: Langit Berubah Menjadi Oranye di Irak Setelah Badai Debu Besar Menerjang Seluruh Negeri

Gambar digital pertama yang diketahui

Sebelum ini, semua cerita tentang “lautan susu” hanya dari mulut ke mulut, berasal dari masa awal kapal dagang di abad ke-18.

Akan tetapi, gambar yang diambil oleh kru pada smartphone dan kamera digital memberikan bukti fotografi pertama dari fenomena “lautan susu” tersebut.

Mereka semua menggambarkan hal yang serupa, dan gambar-gambarnya konsisten dengan apa yang digambarkan. Semua seperti seragam: cahaya halus, penampilan hampir berkabut, sangat membingungkan.

Konfirmasi independen ini diharapkan akan memudahkan ahli untuk mempelajari laut susu di masa depan.

“Ini berarti bahwa sekarang kita dapat menggunakan (citra satelit) dengan percaya diri. untuk mempelajari lautan susu dari luar angkasa, tetapi juga untuk mengarahkan kapal penelitian yang dilengkapi dengan jenis peralatan yang tepat untuk mengambil sampel air dan menentukan komposisinya,” kata Miller.

Baca juga: Detik-detik Penyelamatan Kru Kapal Hong Kong yang Terbelah di Laut China Selatan Dihantam Topan Chaba

Dia memperkirakan bahwa fenomena “lautan susu” Jawa pada 2019 ini tampaknya berlangsung setidaknya selama 45 malam. Artinya, hal-hal ini bukan hanya peristiwa satu malam, yang akan membuat hampir mustahil untuk menentukan kemunculannya tepat waktu.

“Kami telah menemukan bahwa ketika yang lebih besar ini (lautan susu) terbentuk, mereka bertahan hingga beberapa minggu, (atau) jika tidak beberapa bulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

[POPULER GLOBAL] Spanyol Tolak Kapal Bawa 27 Ton Bahan Peledak | Pasokan Medis Tak Bisa Masuk Gaza

Global
WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

WHO: Tak Ada Pasokan Medis Masuk ke Gaza Selama 10 Hari

Global
PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

PM Slovakia Jalani Operasi Baru, Kondisinya Masih Cukup Serius

Global
Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Warga Sipil Israel Kembali Berulah, Truk Bantuan di Tepi Barat Dibakar

Global
13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

13 Negara Ini Desak Israel agar Menahan Diri dari Invasinya ke Rafah

Global
Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Kera Tergemuk di Thailand Mati karena Sering Diberi Permen dan Minuman Manis

Global
Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Israel: Kasus Genosida di Pengadilan PBB Tak Sesuai Kenyataan

Global
Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Minim Perlindungan, Tahanan di AS yang Jadi Buruh Rawan Kecelakaan Kerja

Internasional
Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Korut Tembakkan Rudal Balistik Tak Dikenal, Ini Alasannya

Global
Siapa 'Si Lalat' Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Siapa "Si Lalat" Mohamed Amra, Napi yang Kabur dalam Penyergapan Mobil Penjara di Prancis?

Internasional
Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Tekno-Nasionalisme Xi Jinping dan Dampaknya pada Industri Global

Global
2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

2 Polisi Malaysia Tewas Ditembak dan Diserang, Pelaku Disebut Terafiliasi Jemaah Islamiyah

Global
AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

AS Sebut Dermaga Terapungnya Mulai Dipakai untuk Kirim Bantuan ke Gaza

Global
Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Suara Tembakan di Dekat Kedutaan Israel, Polisi Swedia Menahan Beberapa Orang

Global
Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Kharkiv Jadi Kota Kedua Ukraina yang Sering Diserang Drone Rusia

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com