Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kudeta Militer Myanmar: Siapa yang Memenangkan Perang Saudara?

Kompas.com - 07/07/2022, 11:02 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Editor

KOMPAS.com - Kudeta Militer Myanmar pecah menjadi perang saudara setelah demonstrasi damai terus mendapat perlawanan keras dari junta.

Para pemberontak bergerilya di hutan dan pegunungan, sementara militer menggiatkan serangan untuk meredakan perlawanan.

Lalu siapa yang sedang "berada di atas angin" dalam perang saudara di Myanmar saat ini?

Sejumlah laporan, opini atau analisa yang muncul di media internasional dalam enam pekan terakhir mencoba menjawab pertanyaan tersebut.

Baca juga: Menlu China ke Myanmar Pertama Kali Sejak Kudeta Militer, Pelopori “Forum Delta Mekong”

Apa kata pakar tentang perang saudara Myanmar?

Dalam sebuah analisa di Asia Times, pakar militer Anthony Davis menulis betapa kini dia meyakini gerakan pemberontak berhasil memperluas wilayah kekuasaan, setelah awalnya diyakini akan ambruk menyusul kudeta militer.

Sebaran serangan bahan peledak oleh pemberontak di Myanmar pasca kudeta

Davis melontarkan pernyataan serupa saat diwawancara media Myanmar, The Irrawaddy.

Michael Martin, analis di Center for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington, AS, baru-baru ini menulis analisa yang mempertanyakan daya tahan Tatmadaw (Militer Myanmar) dalam menghadapi pemberontakan.

Hal serupa diungkapkan Ye Myo Hein dan Lucas Meyer, dua analis internasional, yang menulis betapa perlawanan bersenjata berpotensi mengembalikan demokrasi ke Myanmar.

Namun begitu, analisa seputar jalannya perang saudara bisa sangat bervariasi, bergantung dari outlet yang memublikasikannya.

The Economist contohnya mewanti-wanti, bahwa "gerakan perlawanan Myanmar berpotensi termakan propaganda sendiri," di mana kampanye media sosial mewartakan "narasi kemenangan" kelompok pemberontak dalam waktu dekat.

Baca juga: Junta Myanmar Pindahkan Aung San Suu Kyi ke Sel Isolasi

Faktanya, menurut The Economist, situasi di lapangan berkata lain:  "Di balik kabut propaganda, kita menemukan gambaran yang lebih muram. Kelompok pemberontak masih terpecah dan berceceran di sana-sini tanpa koordinasi terpusat. Kelangkaan senjata menyulitkan mereka menggunakan taktik selain serangan gerilya atau pembunuhan."

Adapun pada spektrum lain terdapat pandangan Michael Martin dari CSIS yang mengatakan bahwa "ada tanda-tanda bahwa militer Myanmar akan sangat kewalahan untuk bertahan hidup."

Kebanyakan analis meyakini kaum pemberontak Myanmar sedang berada di atas angin. Tapi seberapa jauh perbedaan di lapangan?

Perbedaan angka

Penilaian detail atas situasi di Myanmar juga dipersulit oleh perbedaan data dan angka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com