Selama bertahun-tahun, keberadaan panel tersebut telah memotong biaya pengeluaran listrik keluarga Nila dan bahkan memberikan keuntungan finansial.
Meski demikian di tengah inflasi, keuntungan dari penggunaan panel suryanya semakin menipis.
"Hingga bulan Mei kemarin saya bayar 87,47 dollar Australia (untuk tiga bulan) sementara Mei tahun lalu saya hanya bayar 73,57 dollar Australia," katanya.
"Tapi tetap lebih menguntungkan kalau punya panel surya seperti ini. Kalau tidak mungkin biayanya sudah di atas 100 atau 200-an dollar Australia".
Baca juga: Akibat Wabah PMK di Indonesia, Ekspor Sapi Australia Nyaris Terhenti
Saat ini, banyak orang Australia aktif melirik pola hidup ramah lingkungan.
Dewan Energi Bersih Australia mengatakan bisnis yang adalah anggota mereka melaporkan kenaikan minat pembelian panel surya sebanyak 50 persen.
"Berita media seputar kenaikan biaya listrik dan ancaman gangguan ketersediaan listrik baru-baru ini tampaknya mendorong peningkatan minat ini," ujar Kate Thornton, kepala organisasi tersebut.
PowerHousing, organisasi yang menangani perumahan masyarakat dengan mengembangkan dan mengelola perumahan yang terjangkau, melaporkan bahwa hampir 8 juta rumah di Australia tidak hemat energi.
Rumah seperti ini menimbulkan emisi karbon dalam jumlah yang signifikan di Australia.
Henry Michael Pattie yang bekerja sebagai konsultan manajemen energi, mengatakan sekarang adalah waktu yang ideal untuk mempertimbangkan panel surya.
Baca juga: Perkuat Kerja Sama Pendidikan, KBRI Canberra Teken MoU dengan Catholic Education South Australia
Henry mengatakan keputusan untuk memasang panel surya dan baterai di rumahnya di Glen Osmond, Australia Selatan, telah membantunya menghemat setidaknya 1.500 dollar Australia (Rp10 juta) setahun.
"Sekarang, ketika semua harga naik, saya masih bisa menabung," katanya.
"Ini juga membantu mengurangi emisi karbon dari energi yang saya konsumsi," ungkap Henry.
Terlepas dari meningkatnya minat panel surya baru-baru ini, Emi Mingui Gui, peneliti dari Climateworks Center di Monash University, mengatakan kenaikan biaya hidup akan mempersulit mereka yang memiliki "daya beli lebih rendah" untuk berinvestasi dalam energi bersih.
"(Ini) mungkin berarti rencana untuk beralih ke kendaraan listrik atau membeli panel surya, baterai, peralatan hemat energi, semua itu harus ditunda," jelas dia.
Dr Emi mengatakan sementara inflasi mungkin memaksa orang untuk menggunakan lebih sedikit energi dalam jangka pendek, pemerintah perlu berbuat lebih banyak untuk membantu individu dan bisnis membuat perubahan jangka panjang.
"Dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, jalan kita masih panjang," beber dia.
Australia berada di peringkat 52 dari 76 negara dan wilayah dalam hal kemajuan dan komitmen untuk membangun masa depan rendah karbon, menurut survei Indeks Masa Depan Hijau MIT tahun ini.
"Dalam hal kepadatan energi, intensitas per kapita, kami masih salah satu yang tertinggi di dunia, jadi ada banyak hal yang harus dilakukan," kata Dr Emi.
Baca juga: Daftar Negara Bagian di Benua Australia dan Ibu Kotanya
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.