Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UAS Ditolak Masuk Singapura, Ini Hikmahnya bagi Penceramah dan Pemerintah Indonesia

Kompas.com - 20/05/2022, 13:01 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Penolakan pemerintah Singapura atas penceramah populer Ustaz Abdul Somad (UAS) ke negeri mereka pada 16 Mei lalu mendapat sorotan masyarakat dan reaksi beragam dari sejumlah pihak.

Namun, ada yang bisa diambil sebagai pelajaran dari insiden ini.

Ishfah Abidal Aziz, staf khusus Menteri Agama Republik Indonesia (RI), mengatakan makna yang bisa dipetik dari peristiwa itu adalah penceramah agama perlu menjaga dan berhati-hati dalam hal melakukan kegiatan keagamaan, atau menyampaikan pandangan-pandangan keagamaan.

Baca juga: KBRI Tegaskan UAS Tak Dideportasi, tetapi Belum Masuk ke Singapura

"Penceramah, tokoh agama, maupun mubalig adalah sosok figur yang kemudian menjadi referensi umat. Oleh karena itu musti berhati-hati, kemudian dengan pengetahuan dan pertimbangan yang cukup untuk menyampaikan pandangan-pandangan keagamaannya, utamanya yang terkait dengan kehidupan beragama, kehidupan berbangsa dan bernegara, kerukunan dan sebagainya," ujar Ishfah kepada BBC News Indonesia, Rabu (18/5/2022).

Dia mengungkapkan Kementerian Agama RI terus mendorong bagaimana penceramah agama itu mampu mengimbangkan, meningkatkan, dan menyelaraskan komitmen berbangsa dan bernegara dengan hak beragama.

"Kita sudah sepakat bahwa negara kita bukan negara agama, tetapi pada saat bersamaan bangsa kita ini adalah bangsa yang relijius. Oleh karena itu penceramah agama ini menjadi ujung tombak, menjadi pelopor, menjadi bagian dari garda depan untuk menselaraskan antara hak beragama dan komitmen kebangsaan," ujar Ishfah.

Oleh karena itu, dia mengungkapkan Kementerian Agama RI memiliki suatu program terkait dengan penguatan kapasitas dan kompetensi penceramah agama. Jadi seorang penceramah agama bukan hanya bicara soal narasi-narasi keagamaan, tapi juga harus diselaraskan dengan komitmen kebangsaan.

Dia menegaskan program ini bukan sertifikasi, tapi peningkatan kapasitas kebangsaan bagi tokoh-tokoh penceramah agama.

Baca juga: Kemenlu: Penolakan Masuk terhadap UAS, Kedaulatan Singapura

"Pemerintah RI semestinya harus tegas"

Sementara itu, Ahmad Nurcholish, pengamat dan pegiat dari Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP), mengatakan bahwa pelajaran penting dari peristiwa di Singapura itu adalah pemerintah RI semestinya harus tegas.

"Meskipun dalam spektrum hak asasi manusia siapa pun boleh bicara mengemukakan pendapat dan sebagainya, tapi kalau ucapannya sudah mengancam terhadap persatuan dan kesatuan bangsa, tentu negara punya hak untuk melakukan tindakan protektif," ujar Ahmad.

Begitu pula di kalangan Muslim, lanjut dia, kalau kira-kira ceramah seseorang justru bukan dalam rangka mencerahkan, tetapi menyesatkan maka setiap kelompok punya hak juga untuk tidak menerima penceramah atau pendakwah dari luar komunitas mereka.

Menurutnya, materi-materi ceramah UAS di dalam negeri mengundang pro dan kontra.

"Dan tiga alasan yang disampaikan pemerintah Singapura itulah yang juga selama ini kita prihatinkan," kata dia.

Baca juga: Imigrasi Batam Pastikan Dokumen UAS Lengkap Saat Mau ke Singapura

Misalnya, terkait dengan alasan menyebarkan ajaran ekstremisme dan segregasi, menurut Ahmad hal itu juga mengancam dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk.

"Lalu yang kedua, beliau juga tidak segan menghina atau merendahkan umat agama lain dan itu tentu tidak selaras dengan nilai-nilai Pancasila, bahkan nilai-nilai Islam itu sendiri."

"Lalu yang juga memprihatinkan buat saya adalah pembenaran terhadap aksi bom bunuh diri meskipun itu konteksnya konflik Israel-Palestina tetapi sejauh yang saya tahu dengan alasan apapun bom bunuh diri tetap tidak bisa dibenarkan," ujarnya.

Alasan Singapura menolak UAS

Kementerian Dalam Negeri Singapura mengungkapkan alasan UAS dan rombongan perjalanannya ditolak masuk ke negara itu, yakni karena dia dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura.

"Misalnya, Somad menyatakan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi 'syahid',"demikian pernyataan tertulis Kemendagri Singapura.

Baca juga: [POPULER GLOBAL] Rusia Turunkan BMPT-72 “Terminator” | Penolakan UAS Menurut Kemlu RI

Menurut pemerintah Singapura, UAS juga membuat komentar yang merendahkan anggota komunitas agama lain, seperti Kristen, dengan menggambarkan salib Kristen sebagai tempat tinggal "jin (roh/setan) kafir".

"Selain itu, Somad secara terbuka menyebut non-Muslim sebagai kafir," ungkap mereka.

Sementara Somad diklaim Singapura berusaha memasuki negara itu dengan pura-pura untuk kunjungan sosial.

"Pemerintah Singapura memandang serius setiap orang yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi," tambah pernyataan Kemendagri Singapura.

UAS: "Apakah karena teroris? ISIS? Bawa narkoba?

UAS menegaskan bahwa dia bersama istri, anak, dan sahabatnya hendak pergi ke Singapura dari Batam dalam rangka berlibur pada 16 Mei lalu, bukan untuk acara pengajian atau tabliq akbar.

Namun, saat menjalani pemeriksaan imigrasi ketika mereka tiba di Pelabuhan Tanah Merah pada Senin (16/5/2022) siang, UAS tidak bisa masuk Singapura.

Dia mengaku tidak mendapat penjelasan dari petugas Singapura, padahal semua dokumen perjalanannya lengkap.

Baca juga: UAS Tak Diizinkan Masuk Singapura, Begini Tanggapan Dubes RI dan Kronologinya

"Itulah yang mereka tak bisa menjelaskan, pegawai imigrasi tak bisa menjelaskan, jadi yang bisa menjelaskan Ambassador of Singapore in Jakarta," ujarnya saat diwawancara di kanal YouTube Hai Guys Official.

UAS pun melanjutkan dalam bahasa Inggris, "You have to explain to our community, why did your country, why did your government reject us? Why did your government deport us? Kenapa? Apakah karena teroris? Apakah karena ISIS? Apakah karena bawa narkoba? Itu mesti dijelaskan," ujarnya, sambil menegaskan dirinya dan rombongannya dideportasi oleh Singapura.

Setelah ditahan kurang lebih empat jam, termasuk ditahan seorang diri selama sejam di ruangan kecil yang disebutnya "berukuran 1x2 meter", Somad tetap tidak diperbolehkan masuk ke Singapura dan kembali ke Indonesia pada Senin sore.

Kritik perlakuan Singapura atas UAS

BBC Indonesia telah menghubungi beberapa pengurus pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk dimintai tanggapan mengenai kejadian yang dialami UAS di Singapura, dan sampai berita ini diturunkan belum ada yang merespons.

Namun dalam cuitannya di Twitter pada Rabu (18/05), yang dikutip oleh beberapa media nasional, Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Cholil Nafis, mengritik perlakukan Singapura atas UAS itu.

Baca juga: Gejala, Penyebab, dan Cara Mencegah Hepatitis Akut pada Anak Menurut Dokter Singapura

Dia menyebut, Singapura jangan berburuk sangka kepada warga negara tetangganya dan perilaku ini harus diprotes.

Kritik serupa juga disampaikan oleh anggota DPR, Fadli Zon, dalam cuitannya pada Selasa (17/05). Dia menyebut pendakwah yang juga dikenal dengan sebutan UAS (Ustaz Abdul Somad) itu adalah "warga negara Indonesia terhormat" sehingga kejadian tersebut adalah penghinaan.

Menurutnya, sangat tidak pantas pihak Singapura memperlakukan Abdul Somad seperti itu termasuk "deportasi" tanpa penjelasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Perang di Gaza, Jumlah Korban Tewas Capai 35.000 Orang

Global
143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

143 Orang Tewas akibat Banjir di Brasil, 125 Lainnya Masih Hilang

Global
Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Serangan Ukraina di Belgorod Rusia, 9 Orang Terluka

Global
Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Inggris Selidiki Klaim Hamas Terkait Seorang Sandera Terbunuh di Gaza

Global
Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Serangan Drone Ukraina Sebabkan Kebakaran di Kilang Minyak Volgograd Rusia

Global
PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

PBB Serukan Gencatan Senjata di Gaza Segera, Perang Harus Dihentikan

Global
Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Pendaki Nepal, Kami Rita Sherpa, Klaim Rekor 29 Kali ke Puncak Everest

Global
4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

4.073 Orang Dievakuasi dari Kharkiv Ukraina akibat Serangan Rusia

Global
Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Macron Harap Kylian Mbappe Bisa Bela Perancis di Olimpiade 2024

Global
Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com