Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oposisi Sri Lanka Bergerak Gulingkan Perdana Menteri, Umumkan Mosi Tidak Percaya

Kompas.com - 04/05/2022, 08:44 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber AP

COLOMBO, KOMPAS.com - Partai oposisi utama Sri Lanka pada Selasa (3/5/2022) mengeluarkan deklarasi mosi tidak percaya yang bertujuan untuk menggulingkan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa dan Kabinetnya.

Oposisi menyalahkan mereka karena gagal dalam tugas konstitusional, karena tidak dapat menyediakan standar hidup yang layak dan menjerumuskan negara kepulauan itu dalam krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya.

Baca juga: Gagal Bayar Utang, Sri Lanka Dapat Bantuan Rp 8,7 Triliun dari Bank Dunia

Sebuah kelompok dari partai United People's Force, yang dipimpin oleh pemimpin Sajith Premadasa, menyampaikan mosi tidak percaya yang menuntut pemungutan suara parlemen kepada Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardena.

Langkah itu dilakukan di tengah protes di seluruh negeri yang menuntut pengunduran diri Rajapaksa dan adik laki-lakinya, Presiden Gotabaya Rajapaksa. Para demonstran meminta mereka bertanggung jawab atas krisis ekonomi.

Suara mayoritas di Parlemen yang beranggotakan 225 orang akan dibutuhkan untuk menyingkirkan Rajapaksa dan Kabinet dari kekuasaan.

United People's Force hanya dapat mengandalkan 54 suara, tetapi berharap memenangkan suara dari partai-partai oposisi yang lebih kecil, dan pembelotan dari partai Front Rakyat Sri Lanka yang berkuasa.

Partai yang berkuasa memiliki hampir 150 suara, tetapi kekuatan itu telah menurun di tengah krisis ekonomi dan pembelotan yang membuat mosi tidak percaya dimungkinkan.

Baca juga: Harapan untuk Krisis Sri Lanka, Bank Dunia Siapkan Paket Bantuan, Nada IMF Positif

Keputusan tentang kapan akan mengadakan mosi tidak percaya diharapkan terjadi setelah anggota Parlemen memulai pertemuan pada Rabu (4/5/2022) sebagaimana dilansir AP.

United People's Force juga menyampaikan mosi tidak percaya yang menargetkan presiden. Tetapi itu tidak akan memaksanya meninggalkan kantor, bahkan ketika mayoritas anggota parlemen memilih menentangnya.

Sri Lanka berada di ambang kebangkrutan setelah pengumuman negara baru-baru ini untuk menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya.

Negara ini menghadapi pembayaran kembali sebesar 7 miliar dollar AS dari pinjaman luar negeri tahun ini dari 25 miliar dollar AS yang dijadwalkan untuk dibayarkan pada 2026. Sri Lanka memiliki cadangan devisa kurang dari 1 miliar dollar AS.

Krisis mata uang asing telah membatasi impor dan menyebabkan kelangkaan barang-barang penting seperti bahan bakar, gas untuk memasak, obat-obatan dan makanan.

Baca juga: PM Sri Lanka Minta Polisi Selidiki Bentrokan yang Sebabkan 1 Orang Tewas

Orang-orang berdiri dalam antrean panjang selama berjam-jam, untuk membeli apa yang mereka bisa. Banyak diantaranya yang pulang ke rumah dengan sedikit, jika ada, dari apa yang mereka cari.

Gerakan United People's Force juga menuduh pejabat tinggi pemerintah mencetak uang secara berlebihan, merugikan produksi pertanian dengan melarang pupuk kimia untuk membuat produksi sepenuhnya organik, gagal memesan vaksin Covid-19 tepat waktu dan membelinya terlambat dengan harga lebih tinggi.

Para pengunjuk rasa pada Selasa (3/5/2022) sudah berlangsung untuk hari ke-25. Mereka menduduki pintu masuk kantor presiden, dengan tuntutan agar dia dan anggota keluarga Rajapaksa mengundurkan diri setelah memerintah Sri Lanka selama dua dekade terakhir.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Swiss Juara Kontes Lagu Eurovision 2024 di Tengah Demo Gaza

Global
Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Korsel Sebut Peretas Korea Utara Curi Data Komputer Pengadilan Selama 2 Tahun

Global
Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Rangkuman Hari Ke-808 Serangan Rusia ke Ukraina: Bala Bantuan untuk Kharkiv | AS Prediksi Serangan Terbaru Rusia

Global
Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Biden: Gencatan Senjata dengan Israel Bisa Terjadi Secepatnya jika Hamas Bebaskan Sandera

Global
Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Israel Dikhawatirkan Lakukan Serangan Darat Besar-besaran di Rafah

Global
Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Wanita yang Dipenjara Setelah Laporkan Covid-19 di Wuhan pada 2020 Dibebaskan

Global
Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Rusia Klaim Rebut 5 Desa dalam Pertempuran Sengit di Kharkiv

Global
Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Di Balik Serangan Israel ke Rafah yang Bahkan Tak Bisa Dihalangi AS

Global
Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Israel Perintahkan Warga Palestina Mengungsi dari Rafah

Global
[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

[UNIK GLOBAL] Majikan Bunuh Diri, PRT Diwarisi Rp 43,5 Miliar | Karyawan Nekat ke Italia demi Makan Pizza Padahal Besok Kerja

Global
Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Tak Ada yang Bicara Perubahan Iklim di Pemilu India, Apa Sebabnya?

Global
Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Di Texas, Orangtua Bisa Dipenjara Jika Tinggalkan Anak Sendirian dalam Rumah

Global
Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Turkiye Setop Berbisnis dengan Israel, Pakar: Akan Sulitkan Ankara

Global
Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Tentara Israel Diserang Ratusan Lebah di Gaza Selatan

Global
Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Kritikan Paling Keras AS untuk Israel, Dituduh Mungkin Langgar Hukum Internasional

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com