Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

India Kalang Kabut Setelah Indonesia Hentikan Ekspor Minyak Goreng dan Perang Ukraina

Kompas.com - 03/05/2022, 09:29 WIB
BBC News Indonesia,
Irawan Sapto Adhi

Tim Redaksi

NEW DELHI, KOMPAS.com - Indonesia selaku produsen minyak sawit terbesar di dunia telah menghentikan keran ekspor untuk menstabilkan harga di dalam negeri yang meningkat akibat perang di Ukraina dan pandemi Covid-19.

Minyak goreng adalah bagian integral dalam konsumsi makanan di India. Negara ini adalah konsumen kedua terbesar dunia dan importir terbesar minyak goreng. Sekitar 56 persen kebutuhan minyak goreng diimpor dari lebih tujuh negara.

Warga India sebagian besar menggunakan minyak goreng dari sawit, kedelai, dan bunga matahari.

Baca juga: WNI di India Saat Dilanda Gelombang Panas: Saya Tak Kuat, Baru 2 Langkah Keluar, Tenggorokan Langsung Kering

Untuk minyak sawit sendiri, India mengimpor 90 persen kebutuhan dari Indonesia dan Malaysia. Sekitar setengahnya berasal dari Indonesia saja.

Sementara setengah dari kebutuhan minyak goreng dari bunga matahari berasal dari Rusia dan Ukraina, yang terdiri dari 80 persen ekspor global.

Perang di Ukraina akan mengurangi 25 persen pasokan minyak goreng dari bunga matahari dalam tahun fiskal ke depan, menurut satu laporan. Cadangan minyak sawit di Malaysia, produsen terbesar kedua dunia, juga ketat.

Tahun ini, India akan menghabiskan sekitar 20 miliar dollar AS untuk impor minyak goreng, dua kali lipat dibandingkan dua tahun lalu.

"Tak ada negara yang sangat tergantung pada pada impor. Kami sangat berdarah sekarang. Ini krisis besar. Kami perlu belajar dari krisis ini untuk mengurangi ketergantungan pada impor," kata BV Mehta, direktur Solvent Extractors Association, asosiasi perdagangan minyak goreng.

India mengurangi tarif minyak goreng untuk meredam harga. Namun melonjaknya harga sejak 2020 dan terganggunya pasokan karena perang di Ukraina, memperparah kondisi.

Baca juga: Larangan Ekspor Produk Sawit Indonesia dalam Pantauan Media Asing

Kenaikan harga minyak sawit global mencapai 300 persen dalam dua tahun terakhir, jenis minyak yang lebih disukai rumah tangga, hotel, restoran, dan industri roti di India.

Tidak mengejutkan, harga minyak goreng naik lebih dari 20 persen, kurang dari satu bulan. Sejumlah laporan menyebutkan, warga menumpuk pasokan.

Sebagian besar makanan jalanan India adalah gorengan. Selain nasi, gandum dan garam, minyak goreng adalah seperti layaknya makanan pokok bagi kelompok paling miskin di India.

"Naiknya harga minyak goreng jelas sangat mengganggu," kata Sudhanshu Pandey, pejabat tinggi India yang menangani pasokan pangan.

Kenaikan harga minyak goreng juga memicu inflasi makanan yang mencapai 7,68 persen, kenaikan tertinggi dalam 16 bulan.

Di Yang, ekonom di Badan Pangan dan Pertanian PBB, UNFAO, mengatakan bila harga terus naik dengan tingkatan seperti sekarang, India mungkin perlu mematok pembagian karena "hampir tak ada alternatif lain untuk mengatasi kekurangan impor dalam jangka pendek".

Baca juga: EIA Desak Pemerintah Indonesia Lanjutkan Moratorium Sawit

Salah satu cara mengatasi kekurangan adalah dengan adanya panen kedelai tahun ini.

"Produksi domestik yang meningkat berarti India masih belum merasakan dampak inflasi global secara penuh karena harga dalam negeri minyak goreng hampir setengah kenaikan harga global," kata Pandey.

"Namun pada akhirnya kami harus dapat mencukupi kebutuhan sendiri dan ini bisa terjadi bila para petani beralih ke tanaman biji-bijian yang menghasilkan minyak bila mereka mendapat tawaran harga yang lebih menjanjikan," tambah dia.

Salah satu rencana adalah mengembangkan perkebunan sawit. Di satu sisi, rencana ini tampak bagus, panen yang cukup efisien dengan hasil minyak lebih banyak dibandingkan kedelai. Minyak sawit juga lebih banyak kegunaannya dan dapat diterapkan untuk konsumsi publik dan industri.

Namun tanaman sawit juga memerlukan banyak air dan perkebunan baru akan memerlukan penebangan lahan hutan yang sangat luas. Pemerintah India telah mengajukan usulan sepertiga perkebunan sawit baru di kawasan berbukit di timur laut India.

Tetapi usulan ini memicu protes para pegiat lingkungan yang mengangkat contoh Indonesia dan Malaysia yang keberhasilannya mengorbankan hutan tropis.

Baca juga: Indonesia Larang Ekspor CPO, India Kelimpungan, Malaysia Banjir Pesanan

Minyak kelapa dan minyak wijen

Pandey mengatakan rencana pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak sawit India sebanyak tiga kali lipat, saat ini baru mencapai 2,7 persen.

Saat ini, kata Pandey, India mencoba ke minyak goreng "alternatif yang lebih murah".

Biasanya, orang India masak dengan minyak beraroma seperti minyak kelapa dan minyak wijen, tergantung dari asal negara bagian mereka. Penggunaan minyak sawit dan bunga matahari kemungkinan meningkat karena pesatnya urbanisasi. Minyak seperti ini juga murah dan disebut sebagai alternatif yang lebih sehat.

"Krisis minyak goreng kami antara lain karena lobi mengimpor minyak goreng," kata Pritha Sen, pakar sejarah makanan.

Banyak pihak percaya, semakin banyak orang yang pindah ke perkotaan, semakin banyak yang menggunakan minyak yang tak beraroma seperti minyak sawit dan bunga matahari sehingga masakan yang disajikan lebih dapat dinikmati oleh mereka yang berasal dari negara-negara bagian berbeda.

Baca juga: Hampir 11 Ribu Pengeras Suara Dicopot dari Tempat Keagamaan di Negara Bagian India

"Minyak goreng (tak beraroma) sudah menjadi kebiasaan rumah tangga di India," kata Marryam H Reshii, penulis makanan. "Sebagian besar ini karena pilihan minyak goreng."

Kenaikan harga minyak goreng tak beraroma ini juga sangat berdampak pada kelompok miskin.

"Minyak goreng dalam masakan India adalah seperti halnya minyak zaitun bagi masakan Laut Tengah. Harga yang melonjak akan mempengaruhi kebiasaan makan," kata Rakesh Raghunathan, seorang juru masak.

Namun, siapa tahu, krisis ini juga dapat membuat orang menggunakan minyak goreng secara lebih bijak, kata Saadia Dhailey, seorang penulis makanan.

Namun demikian, banyak orang India yang masih sangat suka dengan gorengan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com