NEW DELHI, KOMPAS.com - Seorang mahasiswi Indonesia di India mengatakan sempat terkena heatstroke atau sengatan panas di tengah gelombang panas yang melanda setengah dari negara itu.
Pemerintah India mengatakan gelombang panas dengan suhu mencapai lebih dari 45 drajat Celsius, memengaruhi jutaan orang.
Anggy Eka Pratiwi, mahasiswi doktoral di Jodphur, Rajahsthan mengatakan dalam bulan puasa, dia sempat keluar pada siang hari dan mengaku baru dua kali melangkah ke luar, tenggorokan langsung kering.
Baca juga: Indonesia Larang Ekspor CPO, India Kelimpungan, Malaysia Banjir Pesanan
Badan Meteorologi India memperingatkan suhu udara akan naik di sebagian negara bagian dalam lima hari ke depan. Suhu udara mencapai 51 drajat Celsius di kota Phalodi, sekitar dua jam dari Jodphur, Rajashthan pada Kamis (28/4/2022), rekor terpanas yang pernah tercatat di India.
"Sebagai orang Indonesia saya tak kuat. Saat itu pas puasa dan saya keluar ambil buku, sekitar 500 meter saja dari tempat saya tinggal. Saya kembali dan pusing, tidak hilang dan malah sering buang air... Setelah tiga hari ke dokter dan diberitahu ini efek dehidrasi dan heatstroke dan disarankan untuk tidak berpuasa dulu. Disarankan tidak keluar rumah selama seminggu," cerita Anggy kepada wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin.
Anggy mengatakan situasi di kota sangat sepi pada siang hari dan pihak kampus menyarankan para mahasiswa untuk tidak keluar rumah dari pukul 12.00 siang sampai 17.00 sore.
"Selain udara yang panas, anginnya juga panas banget. Saat keluar saya pakai payung, topi, penutup muka. Kering banget, keringat langsung hilang," cerita Anggy.
Mahasiswi doktoral computer engineering ini baru setahun berada di Rajashthan. Ia mengatakan tahun lalu udara sudah mencapai 41 derajat Celcius sampai 45 derajat Celcius, namun tidak sekering seperti sekarang.
Baca juga: Hampir 11 Ribu Pengeras Suara Dicopot dari Tempat Keagamaan di Negara Bagian India
Anggy juga mengatakan banyak bangunan di Rajashtan disiapkan untuk menangkal panas dengan bahan bangunan dari batu, bukan bata bata, sehingga dapat mengurangi panas sekitar 10 derajat Celcius.
Kepala fungsi Penerangan Sosial Budaya, KBRI Delhi, Hanafi mengatakan panasnya udara mencapai 45 derajat Celcius biasanya terjadi pada bulan Juni, namun tahun ini datang lebih cepat.
Tingginya suhu udara -yang dimulai pada Maret lalu - juga menyebabkan naiknya kebutuhan listrik dan menimbulkan kekhawatiran kekurangan batubara dan semakin seringnya mati listrik.
Pemerintah India memperingatkan rumah sakit-rumah sakit dan jaringan kereta akan segera terdampak.
Tingginya suhu udara diperparah dengan kurangnya curah hujan. Maret lalu tercatat sebagai bulan terpanas di India sejak 122 tahun lalu.
Baca juga: Perubahan Iklim, Gelombang Panas 40 Derajat Celsius Terjang India
Perdana Menteri Narendra Modi kepada para menteri kepala Rabu (27/4/2022) lalu mengatakan, "suhu udara meningkat cepat dan naik jauh lebih cepat dibandingkan biasanya".
Gelombang panas sering terjadi di India, khususnya pada bulan Mei dan Juni. Namun musim panas mulai jauh lebih awal dengan meningkatnya suhu udara pada Maret lalu.