Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanuddin Wahid
Sekjen PKB

Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Anggota Komisi X DPR-RI.

Ketika Putin "Bermimpi" Jadi Tsar Rusia Modern

Kompas.com - 04/04/2022, 09:09 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pada awal 2000-an, pemberontakan rakyat di Georgia, Ukraina, dan Kirgistan - secara kolektif dianggap sebagai Revolusi Warna - menunjukkan semangat kemerdekaan negara-negara ini dan, dengan demikian, membatasi kendali Rusia dan Putin atas wilayah tersebut.

Bagi Putin, ini sama maknanya dengan melucuti prestise dan kekuasaan Rusia. Persepsi Putin kian mengental, bahka ia merasa seakan ditelanjagi ketika Revolusi Martabat Ukraina berhasil menggulingkan pendukung Putin, Presiden Viktor Yanukovych, pada 2014.

Inisiatif Presiden Putin untuk menyulut pemberontakan di Ukraina timur dan mencaplok Krimea adalah salvo pembuka untuk merebut kembali kekuatan yang telah terkikis oleh kegagalan sejarah kekaisaran Rusian.

Di luar sanksi ekonomi, Putin menghadapi sedikit konsekuensi untuk permainan kekuasaan 2014 ini, dan intrik geopolitiknya melonjak.

Intervensi Rusia dalam Pemilihan Presiden AS 2016 dan ocehan ‘ngelantur’ Donald Trump terhadap NATO mungkin meyakinkan Putin bahwa mimpi menjadi ‘Tsar Rusia modern’segara terwujud, dan ia dapat memperluas pengaruh global Rusia tanpa hambatan substansial.

Namun, itu hanya sebuah ilusi belaka. Sebab, ternyata ia mendapat perlawanan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Putin kecewa dan marah. Ia pun kalap menangkap masyarakat sipil Rusia.

Dia juga membatasi media independen dan sumber berita negaranya, dan memenjarakan para pemimpin oposisi domestik. Ia juga telah meningkatkan kekuatan militernya untuk mengejar tujuannya tersebut.

Ekspresi kekalapan paling kentara adalah mengerahkan kekuatan senjata, menyerang Ukraina, ‘wilayah leluhurnya’ yang dia pandang telah ‘dicuri’ secara tidak adil dari Rusia.

Tetapi perlawanan yang gigih dari rakyat Ukraina terhadap agresi Rusia telah menunjukkan kekonyolan mimpi Putin untuk meraih keagungan Tsar Rusia yang baru.

Nah, terlepas dari kekuatan militer Rusia yang superior, rakyat Ukraina telah menunjukan kepada dunia bahwa mempertahankan kedaulatan, demokrasi dan kebebasan adalah sebuah kehormatan yang pantas mendapat dukungan warga dunia.

Sebaliknya, aksi invasi Putin membuktikan bagi dunia, bahwa ‘mimpi’ yang terinpisrasi oleh sejarah tidak selalu sukses. Pengarang, SM Sigerson mengatakan, “Sejarah akan terulang kembali sebagai inspirasi bagi pemimpin yang memiliki visi untuk memperjuangkan martabat, keadilan, dan demokrasi. Tapi, bagi pemimpin yang otoriter dan arogan, “sejarah berulang kembali, pertama sebagai tragedi, kedua sebagai lelucon.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com